Tuesday, July 17, 2007

Menggugat Indikator Makro Ekonomi

Oleh :

Hady Sutjipto
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung

Bank Dunia dalam laporan terbarunya, memuji keberhasilan Indonesia dalam sektor fiskal dan arah kebijakan pemerintah di bidang makro ekonomi. Bank Dunia menilai ekonomi Indonesia mengalami perkembangan amat pesat dalam satu dekade terakhir. Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, Jim Adams (Republika, 12 Juli 2007).

Berdasarkan studi Bank Dunia, pemerintah dinilai sukses menurunkan anggaran pembayaran utang, dan di sisi lain mampu meningkatkan pendapatan negara. Keberhasilan itu berbuah naiknya cadangan anggaran negara 15 miliar dolar AS, dari total APBN 70 miliar dolar AS.

Keberhasilan makro ekonomi Indonesia saat ini memang mengesankan. Hal ini tercermin antara lain lewat penurunan BI rate dari 12,75 persen tahun 2006 menjadi 8,25 persen paada Juli 2007. Nilai tukar rupiah juga bergerak stabil pada Rp 9.000-9.200 per satu dolar AS. Keberhasilan lain yang dicapai adalah indeks harga saham di Bursa Efek Jakarta yang mencatat kinerja terbaik ketiga di Asia, dan nilai ekspor Indonesia yang terus meningkat.

Kondisi fundamental ekonomi inilah yang menjadikan Indonesia tak mudah diserang dan lebih kuat dari krisis ekonomi sebelumnya. Kondisi ini membuat pemerintah optimis dalam melihat prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2007. Bahkan sejumlah ekonom menyatakan tahun 2007 dapat menjadi titik balik kebangkitan perekonomian nasional untuk mengakhiri dasawarsa krisis ekonomi Indonesia.

Kejadian 10 tahun yang lalu, terulang kembali. Bank Dunia memuji Indonesia. Laporan Bank Dunia pada bulan Juli 1997 yang bertajuk Indonesia Sustaining Growth with Equity meramalkan Indonesia pada tahun 2005 akan masuk 20 negara dengan perekonomian terbaik di dunia.

Sudah menjadi kelaziman, indikator makro ekonomi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan ataupun kegagalan perekonomian. Lahirnya angka-angka yang menjadi indikator makro ekonomi tentu memiliki alasan, kriteria, dan perhitungan tersendiri. Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah seberapa tepatkah digunakannya suatu indikator sebagai alat ukur perekonomian sehingga tidak terjadi bias dari fakta ekonomi sebenarnya?

Kekeliruan indikator
Pembangunan di Indonesia berjalan dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target yang harus dicapai. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan investasi yang besar supaya perekonomian dalam negeri menghasilkan produk yang semakin bertambah besar dari periode sebelumnya. Karena keterbatasan tabungan nasional dalam membiayai investasi, maka investasi asing menjadi prioritas dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi.

Besarnya arus modal asing yang masuk ke Indonesia, selain menggerakkan roda usaha sektor riil juga diharapkan dapat memperbesar arus perputaran uang di pasar uang, menambah kapitalisasi pasar modal/bursa saham Indonesia, serta menutup defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini selalu dialami Indonesia. Jika pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, serta arus masuk modal asing ke Indonesia tinggi, apakah hal itu menggambarkan majunya perekonomian Indonesia? Belum tentu! Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia sebelum era krisis, tidak menggambarkan bahwa yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Justru sebaliknya, yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki orang asing dan para konglomerat.

Jadi selama ini malah usaha milik orang asing yang ditumbuhkan pemerintah. Begitu pula dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita Indonesia tidak menunjukkan bahwa penghasilan setiap warga negara Indonesia bertambah baik. Di dalam PDB terdapat milik orang asing yang kontribusinya cukup besar. Jadi bagaimana mungkin PDB digunakan sebagai basis menghitung pendapatan per kapita bagi warga negara Indonesia?

Jumlah yang besar dan terus bertambah dari investasi asing di Indonesia membuktikan ketergantungan yang besar perekonomian dalam negeri terhadap luar negeri. Ini bukanlah hal yang menggembirakan apalagi bila dihubungkan dengan kepercayaan luar negeri. Benarkah investasi asing menguntungkan bagi Indonesia ?

Investasi asing bagi perekonomian riil, baik terhadap negara maupun masyarakat sangat merugikan. Sekarang banyak investasi asing yang memasuki wilayah publik serta sumber daya alam. Tentu dengan dikuasainya aset-aset pelayan publik ataupun industri yang menguasai hajat hidup orang banyak tersebut, maka pihak asing sangat dominan dalam mengatur supply dan menentukan harga. Adalah sangat lucu kebijakan pemerintah sekarang dengan mengupayakan 'sekuat-kuatnya' untuk meningkatkan kepercayaan para investor luar negeri terhadap perekonomian Indonesia agar mereka menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini sama saja dengan pemerintah mempersilakan pihak asing untuk menggorok usaha-usaha ekonomi masyarakat serta mencekik hak masyarakat terhadap pelayanan publik dan hak akan manfaat dari sumber daya alam Indonesia.

Harus digugat?
Terlalu percayanya pemerintah dan para analis terhadap indikator makro ekonomi tersebut, harus digugat. Pertama, karena hal itu menyebabkan negara menjadi lalai dan tidak waspada terhadap bahaya besar yang menimpa negara dan masyarakat Indonesia. Kedua, kebijakan tersebut secara riil mencerminkan pembangunan dilakukan untuk pihak asing dan konglomerat, bukan untuk masyarakat. Ketiga, supaya pemerintah menjalankan kebijakan pembangunan yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.

Untuk mengetahui perkembangan pembangunan dan perekonomian, seharusnya yang diutamakan dan menjadi target adalah indikator-indikator yang lebih menyentuh bagaimana gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya. Indikator tersebut misalnya terpenuhi tidaknya kebutuhan-kebutuhan primer setiap warga negara.

No comments: