Saturday, July 7, 2007

Optimalisasi Ekonomi

Umar Juoro

Meski tumbuh sekitar enam persen, perkembangan perekonomian belum optimal. Persoalannya bukan karena kekurangan dana, melainkan sulitnya mengatasi hambatan alokasi dana kegiatan produktif.

Perbankan menghimpun dana masyarakat dalam jumlah besar dan cenderung meningkat. Namun, perbankan kesulitan dalam menyalurkan kredit dengan risiko yang terjaga ke sektor riil.

Akibatnya, sejumlah besar dana perbankan diparkir di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN), dan belakangan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang relatif tanpa risiko, meski hasilnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh jika dana itu dialirkan ke sektor riil.

Penyerapan dana

Aliran kredit perbankan ke kegiatan konsumsi juga tidak dapat terus tumbuh tinggi karena kemampuan masyarakat untuk menyerap kredit konsumsi ada batasnya. Dan kemampuan masyarakat berpendapatan lebih rendah untuk menyerap kredit perbankan cenderung menurun.

Meski kritik keras dilayangkan kepada perbankan, bahkan pada tingkatan Wakil Presiden, sebagai tidak aktif menggerakkan sektor riil, perbankan cenderung mempertimbangkan risiko kredit daripada aktif menggerakkan perekonomian dengan risiko tinggi untuk terjerat kredit macet. Apalagi perusahaan di sektor riil minim akan ekuitas dan dengan keadaan finansial yang kurang mendukung, kecuali beberapa perusahaan ternama yang mempunyai akses dana tidak saja ke perbankan, tetapi juga pasar obligasi dan pasar modal.

Dengan kata lain, perusahaan dengan risiko rendah kebanjiran penawaran dana dari berbagai sumber, sedangkan perusahaan dengan minim ekuitas dan lemah keadaan keuangannya tidak mempunyai akses kepada sumber pendanaan.

Sayang, perusahaan yang minim ekuitas dan lemah keadaan keuangannya cenderung ikut mengkritik perbankan sebagai tidak memfasilitasi mereka ketimbang meningkatkan ekuitas dan memperbaiki keadaan keuangannya, antara lain melalui konsolidasi. Perusahaan demikian kurang menyadari atau bahkan tidak mau tahu bahwa keadaan perbankan telah berubah dari aktif membiayai kegiatan sektor riil dengan risiko tinggi sekalipun pada masa sebelum krisis, menjadi amat mempertimbangkan faktor risiko dalam mengalirkan kredit.

Hambatan birokrasi

Sementara itu, kemampuan pemerintah dalam menstimulasi perkembangan ekonomi amat terbatas, bukan dari sisi pendanaan, tetapi lebih dalam hal efektivitas pemanfaatan dana.

Dalam menghimpun dana untuk membiayai defisit APBN, pemerintah sebenarnya mendapatkan kepercayaan tinggi dari pasar sebagaimana diperlihatkan oleh tingginya minat terhadap SUN dan SPN, bahkan dengan imbal hasil yang cenderung menurun.

Permasalahan besarnya adalah hambatan birokrasi dan hukum menghambat pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di berbagai tingkat, baik nasional maupun daerah, yang seharusnya dapat menstimulasi perekonomian. Mulai dari keengganan kepala proyek untuk menjalankan proyeknya karena khawatir akan ketatnya audit dan kemungkinan investigasi penyalahgunaan uang negara, sampai persoalan pembebasan tanah untuk proyek infrastruktur membuat lambannya kegiatan ekonomi dari sisi ini.

Tak ada jalan pintas

Untuk membuat perkembangan ekonomi menjadi optimal, tidak ada jalan pintas. Jika masalah tingginya risiko kredit di sektor swasta serta hambatan besar birokrasi dan hukum di sektor publik tidak mengalami perbaikan berarti, kegiatan ekonomi akan berputar-putar di kegiatan keuangan yang melibatkan secara terbatas perusahaan dan masyarakat tertentu saja.

Akibatnya, bukan saja angka pengangguran dan kemiskinan akan terus meningkat, perekonomian juga akan semakin kehilangan momentum untuk berkembang lebih baik.

Untuk mengoptimalkan perkembangan ekonomi, pendekatan komprehensif seperti berbagai paket kebijakan hanyalah baik di atas kertas namun sangat sulit terwujud. Demikian pula bagi perbankan ataupun perusahaan di sektor riil, jika tidak mempunyai fokus yang tajam dan serius mengembangkan keunggulannya, tidak akan dapat bertahan apalagi memberi sumbangan optimal terhadap perkembangan ekonomi.

Dalam perekonomian yang sudah demikian terbuka dan di mana pertimbangan risiko mendapatkan prioritas, maka fokus dan prioritas menjadi penting untuk mendapatkan hasil nyata.

Bagi perbankan tidak cukup untuk berhenti pada argumentasi bahwa risiko kredit tinggi, sehingga kurang berusaha dalam mengembangkan bisnis yang lebih mendapat hasil tinggi ketimbang sekadar memarkir sejumlah besar dana pada instrumen moneter dan fiskal yang relatif tidak berisiko.

Untuk itu, perbankan dan perusahaan di sektor riil harus berupaya mencari pemecahan permasalahan yang dihadapi yang intinya adalah memitigasi risiko kredit dan memperbaiki kinerja keuangan.

Perbaiki kerja birokrasi

Bagi pemerintah, upaya serius harus dilakukan untuk memperbaiki kerja birokrasi dan kepastian hukum, paling tidak yang memberi jaminan bagi pelaksanaan proyek pembangunan dalam kejelasan koridor hukum sehingga proyek dan program pembangunan dapat berjalan dengan lebih baik.

Upayakan untuk membuat interpretasi hukum dalam penggunaan uang negara menjadi jelas tidak multiinterpretasi, paling tidak dalam aspek-aspek tertentu yang penting, seperti kerugian negara dan penyalahgunaan uang negara. Sederhanakan proses audit dan investigasi dengan tujuan peningkatan efektivitas proyek dan program pembangunan. Semua ini sebenarnya masih di bawah kewenangan eksekutif.

Umar Juoro Senior Fellow the Habibie Center; Ketua Center for Information and Development Studies

No comments: