Kebijakan Fiskal
Insentif Pajak Belum Dorong Investasi
Jakarta, Kompas - Strategi pemerintah memberikan insentif pajak untuk mendorong kinerja sektor riil dan investasi belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Sejumlah kebijakan insentif pajak yang ditawarkan pemerintah belum banyak direspon oleh para investor.
"Kami sudah memberlakukan Peraturan Pemerintah No 1/2007 tentang fasilitas pajak penghasilan (PPh) sejak awal Januari lalu. Namun, hingga kini belum ada pelaku usaha yang memanfaatkannya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada acara Commerce Talk, Rabu (11/7) di Jakarta.
Padahal, lanjut Menkeu, kebijakan itu diberlakukan karena sebelumnya banyak pelaku usaha yang meminta insentif pajak. Kondisi ini menunjukkan bahwa hambatan utama investasi bukanlah ketiadaan insentif pajak.
PP No 1/2007 merupakan revisi dari PP No 148/2000 tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang Tertentu dan Daerah Tertentu.
Sebelumnya, banyak pengamat menilai hambatan-hambatan utama investasi antara lain biaya ekonomi tinggi, lemahnya penegakan hukum, dan kelambanan birokrasi.
Menkeu juga mengatakan, tersendatnya pembangunan di Indonesia, terutama proyek-proyek infrastruktur, juga bukan disebabkan oleh minimnya dana.
Dalam pembangunan jalan tol, misalnya, pembebasan lahan menjadi persoalan utama.
Ekonom Universitas Indonesia M Chatib Basri menjelaskan, ada sejumlah kemungkinan yang membuat pelaku usaha tidak memanfaatkan insentif pajak yang ditawarkan pemerintah.
Pertama, situasi ekonomi sudah membaik sehingga pelaku usaha tidak lagi membutuhkan insentif. Kemungkinan kedua, proyek sudah dimulai sebelum kebijakan insentif pajak diberlakukan.
"Ketiga, ini yang dikhawatirkan, jangan-jangan memang ada persoalan lain," katanya. Menurut Chatib, sampai saat ini belum ada keberatan dari pelaku usaha mengenai PP No 1/2007.
Implementasi sulit
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Achmad Widjaya dalam Pameran Indo Asian Ceramics 2007 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (11/7), mengatakan, sepintas PP No 1/2007 sangat menggiurkan bagi investor, terutama investor baru.
"Sayangnya, implementasi PP itu sangat sulit diikuti oleh pebisnis. Tidak mengherankan kalau janji kemudahan yang diberikan pemerintah tentang insentif semacam itu hanya enak didengar di telinga, tetapi sangat sukar dilaksanakan di lapangan," ujar Achmad Widjaya.
Di bidang usaha keramik, misalnya, bahan baku memang berlimpah di Kalimantan. Nilai investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan pabrik keramik sangat tinggi. Namun, nilai investasinya dikhawatirkan tidak sebanding dengan prospek bisnisnya.
Ekspor keramik Indonesia yang mencapai 250 juta meter kubik kini sudah dikalahkan Vietnam yang mencapai 330 juta meter kubik. Sementara, Malaysia 220 juta meter kubik dan Thailand 180 juta meter kubik.
Masalahnya, lanjut Achmad Widjaya, selama infrastruktur belum dipersiapkan secara matang, pengusaha akan menghadapi persoalan ekonomi biaya tinggi dalam sistem distribusi. Apalagi, daya beli masyarakat masih sulit diandalkan. (FAJ/OSA)
No comments:
Post a Comment