Pasar Finansial
Harga Saham Jatuh, Rupiah Merosot
Jakarta, Kompas - Terimbas kinerja negatif bursa efek sekawasan, harga saham di Bursa Efek Jakarta pun jatuh cukup dalam. Demikian juga di pasar valuta, nilai tukar rupiah terpuruk signifikan, Jumat (27/7). Kondisi ini dinilai temporer.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin anjlok 66,8 poin atau 2,8 persen menjadi 2.298. Padahal, Selasa lalu indeks harga saham gabungan sempat mencapai posisi tertinggi, 2.400. Penurunan indeks dalam sehari itu merupakan yang terbesar dalam waktu sekitar tujuh bulan. Penurunan terbesar sebelumnya terjadi pada 10 Januari 2007 ketika IHSG anjlok 70,51 poin atau 3,9 persen.
Di pasar spot antarbank Jakarta, nilai tukar rupiah yang selama ini relatif stabil kemarin terpuruk 95 poin menjadi Rp 9.210 per dollar AS dibandingkan sebelumnya Rp 9.115 per dollar AS.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom mengatakan, pelemahan rupiah hanya temporer karena yang terjadi saat ini bukan akibat ketidakpercayaan terhadap Indonesia. "Kami melihat pelemahan dialami hampir semua mata uang lainnya," katanya.
Ia mengatakan, bank sentral tetap menjaga pergerakan rupiah agar tidak bergejolak dan membahayakan perekonomian.
"Memang ada kekhawatiran harga saham sudah terlalu mahal. Investor asing terlihat sudah tidak begitu tertarik membeli obligasi, rupiah juga melemah dua hari ini. Masalah ekonomi di AS juga satu faktor lain. Semua itu membuat investor institusi melepas portofolionya," ujar kepala Riset Kresna Securities Adrian Rusmana.
Transaksi beli investor asing kemarin senilai Rp 884,5 miliar dan menjual saham senilai Rp 1,2 triliun sehingga mereka mencatat transaksi jual neto Rp 325 miliar. Plus investor domestik, total transaksi Rp 6,3 triliun.
Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, menilai pelemahan rupiah yang terjadi saat ini karena terimbas hampir semua mata uang utama lainnya yang mengalami tekanan pasar. Pelemahan rupiah itu bukan karena faktor internal, melainkan eksternal.
Tekanan pasar terhadap rupiah muncul ketika dollar AS menguat terhadap yen setelah pelaku asing menilai sudah saatnya membeli dollar AS setelah terpuruk. Aksi beli dollar AS oleh asing diikuti pelaku lokal dalam jumlah besar, menekan rupiah.
Kredit macet
Harga saham di bursa kawasan Asia menurun drastis karena investor dipengaruhi ketakutan semakin luasnya dampak buruk kredit macet di sektor perumahan Amerika Serikat. Melemahnya kinerja sektor perumahan itu sudah memengaruhi indeks harga saham di Wall Street, sebutan bursa saham New York, dalam perdagangan sebelumnya dan menyebabkan penurunan harian terbesar Wall Street tahun ini.
Pasar saham AS melemah karena meningkatnya kekhawatiran atas penurunan penjualan rumah dan terus membengkaknya gagal bayar kredit subprime pada sektor perumahan. Kredit jenis subprime merupakan kredit kepada debitor yang sebenarnya tidak layak mendapatkan kredit dan berisiko gagal bayar lebih tinggi untuk kartu kredit, kredit perumahan, kredit kendaraan, dan kredit lainnya.
Investor di Asia ketakutan setelah pasar saham AS dan Eropa melemah. Memburuknya keadaan di AS itu dapat menyebabkan likuiditas (uang yang beredar) global keluar dari Asia karena investor internasional meninggalkan aset berisiko, termasuk di pasar berkembang di Asia.
Indeks harga saham di Bursa Tokyo juga turun hingga titik terendah selama tiga tahun terakhir. Bursa Filipina mencatat pelemahan terbesar harian selama 10 tahun terakhir, sedangkan bursa Korea Selatan melemah terbesar dalam tiga tahun.
"Jika manajer investasi besar menjual sahamnya, mereka cenderung keluar dari kawasan. Mereka menjual portofolionya di Asia untuk menutupi kerugian di pasar AS," kata Rommel Macapagal, Direktur Westlink Global Equities di Manila.
Akan tetapi, harga saham di bursa China tetap berkibar, bahkan nyaris mencetak rekor tertinggi baru. Investor di bursa China tetap optimistis. Mereka melihat kinerja perusahaan dalam jangka menengah akan terus membaik seiring pertumbuhan ekonomi kuartal lalu 11,9 persen. (AP/AFP/Antara/joe)
No comments:
Post a Comment