Kontribusi Bursa Harus Ditingkatkan
Purbaya Yudhi Sadewa dan Muhammad Hanif
Pada tahun 2007 ini indeks harga saham gabungan mengalami kenaikan yang signifikan. Akan tetapi, dampak terhadap perekonomian masih belum optimal karena jumlah investor domestik yang relatif kecil dan masih relatif terbatasnya perusahaan yang memanfaatkan pasar saham kita.
Langkah yang lebih serius harus diambil untuk meningkatkan kontribusi bursa saham kita terhadap perekonomian.
Volatilitas harga saham dalam jangka pendek memang amat tinggi. Misalnya, dalam perdagangan minggu lalu indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat menembus level 2.400 di awal minggu. Akan tetapi, pada hari-hari berikutnya indeks mulai terkoreksi dan ditutup pada level 2.298, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan penutupan minggu sebelumnya pada level 2.366.
Walaupun demikian, IHSG masih mengalami kenaikan sebesar 27 persen dibandingkan dengan penutupan pada akhir tahun 2006. Return yang terjadi di bursa saham ternyata jauh lebih tinggi dari yang bisa diperoleh dari deposito dalam periode yang sama. Memang, dengan horizon yang lebih panjang investasi di pasar saham dapat menjadi alternatif investasi yang lebih menjanjikan.
Perlu diingat bahwa pergerakan jangka panjang harga saham pada dasarnya ditentukan oleh arah pergerakan perekonomian. Di tengah laju inflasi yang semakin terkendali, BI telah menurunkan suku bunga secara agresif sejak pertengahan tahun 2006.
Rasanya BI masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga ke level yang lebih rendah lagi. Tentunya hal ini pada gilirannya akan terus meningkatkan belanja konsumen dan aktivitas investasi.
Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pun akan mengalami peningkatan. Dengan latar belakang yang demikian, tidaklah terlalu mengherankan bila IHSG mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2007 ini.
Apakah kenaikan IHSG ini dapat dirasakan oleh masyarakat kita secara luas, dan apakah pasar saham kita sudah memberikan dampak yang optimal terhadap perekonomian?
Asing lebih diuntungkan
Sayangnya, prospek keuntungan berinvestasi di bursa saham kita tampaknya lebih dipahami oleh investor asing. Hal ini antara lain dapat dilihat dari data struktur kepemilikan saham di bursa saham kita. Sampai dengan April 2007, investor asing menguasai sekitar 67,6 persen dari total investasi di pasar saham kita (Tabel 1).
Tentunya kenaikan yang signifikan dari harga-harga saham di bursa kita akhir-akhir ini pun sebagian besar dinikmati oleh investor asing tersebut.
Walaupun berita tentang naik-turunnya harga saham sering diberitakan di media massa cetak maupun elektronik, tampaknya pasar saham sebagai alternatif investasi belum terlalu memasyarakat. Hal ini dapat dilihat dari masih relatif sedikitnya jumlah rumah tangga yang berinvestasi di pasar saham.
Sebagai catatan, sampai dengan April 2007, jumlah rekening perorangan baru mencapai sekitar 56.000. Suatu angka yang amat kecil bila dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang ada di negara kita.
Sering disebutkan bahwa bursa saham dapat memengaruhi perekonomian melalui efek kemakmuran (wealth effect). Harga-harga saham yang meningkat akan membuat masyarakat yang memiliki investasi di pasar saham bertambah kaya (atau merasa bertambah kaya).
Akibatnya, mereka akan cenderung meningkatkan belanja. Mengingat belanja konsumen memberikan kontribusi yang amat signifikan terhadap suatu perekonomian, maka kenaikan harga saham dapat memberi dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Jadi, untuk kasus Indonesia, tampaknya kenaikan harga saham tidak meningkatkan belanja konsumen dengan signifikan. Di AS, misalnya, lebih dari 50 persen rumah tangganya memiliki investasi di pasar saham sehingga kenaikan harga saham lebih dapat dirasakan oleh masyarakat dan perekonomian AS secara menyeluruh.
Sisi suplai
Sementara itu, jumlah perusahaan yang memanfaatkan pasar modal kita pun cenderung stagnan. Dalam periode tahun 2002 sampai Juni 2007, hanya ada tambahan lima perusahaan yang masuk ke bursa saham kita (ada juga perusahaan yang go private). Angka di atas jauh di bawah angka negara-negara tetangga.
Jumlah perusahaan yang terdaftar di bursa saham Thailand, misalnya, bertambah sebanyak 87 perusahaan dalam periode yang sama. Di Malaysia mengalami pertambahan sebanyak 152 perusahaan (Tabel 2), dan di Singapura sebanyak 153 perusahaan.
Perbandingan di atas memberi indikasi bahwa jumlah perusahaan di Indonesia yang memanfaatkan bursa saham sebagai alternatif sumber pendanaan relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Tampaknya manfaat pasar modal bagi perekonomian nasional secara keseluruhan belum optimal.
Malaysia, misalnya, sudah jauh lebih maju dari Indonesia dalam memanfaatkan pasar modal sebagai sumber alternatif pendanaan untuk ekspansi bisnis. Selain terlihat dari jumlah perusahaan yang masuk bursa juga dari kapitalisasi pasar saham Malaysia yang mencapai sekitar 122 persen dari PDB-nya. Sementara kapitalisasi pasar modal di Indonesia sekitar 43,3 persen dari PDB.
Malaysia mengalami perbaikan karena pemerintah dan otoritas pasar modal di negeri itu lebih serius dalam mengembangkan pasar modal mereka. Salah satu contohnya adalah adanya kebijakan bahwa BUMN dan kantor pemerintahan hanya boleh bertransaksi dengan perusahaan yang sudah publik.
Popularitas bursa saham di kalangan dunia usaha kita pun tampaknya masih perlu ditingkatkan lagi. Danareksa Research Institute baru-baru ini melakukan survei terhadap sekitar 200 orang pimpinan perusahaan di Indonesia tentang pasar modal (dipilih secara acak).
Survei menunjukkan bahwa sekitar 36,4 persen dari responden tidak mengetahui alternatif sumber pendanaan dari pasar modal. Ketika ditanya lebih jauh alasan keengganan mereka untuk memanfaatkan pasar modal, ada sekitar 8 persen yang mengatakan belum mengetahui pasar modal, 10 persen mengatakan proses di pasar modal rumit, dan sekitar 22 persen mengatakan keadaan pasar tidak mendukung (Gambar 1).
Sebagai catatan, bursa saham kita terus mengalami kenaikan sejak awal tahun 2006. Jadi, ada kemungkinan mereka yang mengatakan bahwa pasar tidak mendukung sebenarnya tidak terlalu mengerti tentang pasar modal.
Hasil survei di atas memberikan indikasi bahwa masih cukup banyak pimpinan perusahaan di Indonesia yang belum terlalu mengenal pasar modal. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika jumlah perusahaan baru yang terdaftar di bursa saham jumlahnya tidak banyak.
Belum optimal
Diskusi di atas memberi indikasi bahwa dampak kenaikan IHSG terhadap perekonomian kita tampaknya masih jauh dari optimal. Dari sisi investor, jumlah investor domestik di pasar saham kita relatif tidak terlalu banyak. Dengan demikian, efek kemakmuran dari kenaikan harga saham tidaklah terlalu besar. Sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan jumlah perusahaan yang memanfaatkan bursa saham juga relatif terbatas.
Untuk mengoptimalkan manfaat bursa saham bagi perekonomian kita, pemerintah dan otoritas bursa saham harus berusaha lebih keras. Hal itu diperlukan agar jumlah investor domestik di pasar modal kita terus meningkat dan jumlah perusahaan yang memanfaatkan bursa saham juga bertambah secara signifikan.
Untuk jangka panjang (bila diperlukan), mungkin perlu dibuat suatu program nasional yang komprehensif untuk mengoptimalkan peranan pasar modal bagi perekonomian. Sementara itu, untuk jangka pendek, otoritas pasar modal dan bursa efek (termasuk perusahaan sekuritas yang merupakan anggota bursa) harus lebih aktif lagi melakukan proses edukasi publik yang benar (kepada masyarakat maupun kepada perusahaan) tentang pasar saham.
Muhammad Hanif Direktur PT Danareksa (Persero)
No comments:
Post a Comment