Tuesday, October 9, 2007

BBM Subsidi Melebihi Kuota


Konsumsi Sulit Ditekan, Harga Minyak Dunia Terus Naik

Jakarta, Kompas - PT Pertamina memperkirakan, realisasi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi bakal melampaui kuota yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan atau APBN-P Tahun 2007. Dengan demikian, besaran subsidi BBM bakal melebihi perkiraan.

Wakil Presiden Ritel BBM PT Pertamina Djaelani Sutomo, Senin (8/10), seusai pemaparan kesiapan pasokan BBM selama Lebaran di Jakarta, mengemukakan, pihaknya telah meminta petunjuk pemerintah soal ini.

"Kami tidak ingin terjadi kelangkaan seperti tahun lalu, ketika konsumsi minyak tanah melampaui kuota, sementara pemerintah tidak bisa segera memutuskan apakah volume bisa ditambah karena terkait dengan penambahan subsidi," papar Djaelani.

DPR dan pemerintah sepakat memangkas asumsi subsidi dan volume BBM dalam APBN-P 2007. Subsidi ditekan dari Rp 61,8 triliun menjadi Rp 55 triliun.

Sementara itu, kuota BBM dikurangi dari 37,9 juta kiloliter (KL) menjadi 36,02 juta KL. Premium dikurangi dari 17 juta KL menjadi 16,58 juta KL, dan minyak solar dari 10 juta KL menjadi 9,857 juta KL.

Di sisi lain, akibat terlambatnya program konversi minyak tanah ke elpiji, kuota minyak tanah bersubsidi dinaikkan dari 8,9 juta KL menjadi 9,518 juta KL.

Menurut Djaelani, konsumsi premium sampai akhir September 2007 sudah mencapai angka 16,95 juta KL atau 2,3 persen di atas kuota.

Oktober ini, dipicu kenaikan kebutuhan selama Lebaran, konsumsi premium diperkirakan naik 10-15 persen dari normal yang 49.000-50.000 KL per hari menjadi sekitar 54.000-55.000 KL per hari.

Dengan kecenderungan konsumsi yang selalu meningkat di penghujung tahun, Pertamina memperkirakan realisasi konsumsi premium akan mencapai 17,6 juta KL atau sekitar 6 persen di atas kuota.

Konsumsi solar sampai akhir tahun diperkirakan akan mencapai angka 10,8 juta KL atau 8,5 persen melebihi kuota. Selain itu, realisasi minyak tanah hingga akhir tahun ini diperkirakan 9,78 juta KL atau 3 persen di atas kuota.

Djaelani menilai, penetapan kuota BBM hanya dengan melihat realisasi pada semester I cenderung meleset. Sebab, kecenderungan pemakaian BBM selalu rendah pada awal tahun dan tinggi menjelang akhir tahun.

Ia mengatakan, dengan realisasi konsumsi BBM yang melebihi kuota, maka subsidi pun bakal bertambah. Berdasarkan hitungan Pertamina, sampai bulan Juli 2007 realisasi subsidi BBM sudah mencapai Rp 42,5 triliun atau 77 persen dari kuota subsidi BBM.

"Subsidinya pasti bertambah apalagi dengan situasi harga minyak di pasar internasional yang terus naik," ujar Djaelani.

Dalam APBN-P 2007, pemerintah menurunkan asumsi harga minyak di pasar internasional dari 63 dollar AS per barrel menjadi 60 dollar AS per barrel.

Sementara, memasuki semester dua tahun ini harga minyak dunia justru terus bertahan di atas 70 dollar AS per barrel.

Senior Vice President Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, dengan pertumbuhan jumlah kendaraan, sulit untuk menekan konsumsi BBM transportasi.

Subsidi listrik

Secara terpisah, Direktur Utama PT Pertamina Ari Soemarno mengemukakan, pihaknya belum bisa memastikan berapa volume BBM yang bisa dipasok ke PT Perusahaan Listrik Negara tahun depan.

Rata-rata, Pertamina memasok BBM sebanyak 9 juta KL per tahun ke PLN. Ari menyebutkan, marjin 9,5 persen dalam perhitungan harga BBM yang dijual Pertamina ke PLN adalah marjin rata-rata di seluruh Indonesia.

Terkait subsidi listrik, Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral J Purwono mengatakan, angka pertumbuhan 5,5 persen yang disepakati oleh pemerintah dan DPR sudah paling realistis.

Angka itu sudah disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan kemampuan pasokan listrik PLN. Purwono mengatakan, pemerintah dan PLN semula mengajukan opsi angka pertumbuhan 6,8 persen untuk mengimbangi target pertumbuhan ekonomi.

"Memang kalau dilihat dari sisi kelistrikan sebagai infrastruktur pendorong pertumbuhan ekonomi, idealnya pertumbuhan listrik itu 1,5 kali pertumbuhan ekonomi. Namun, setelah menimbang beberapa faktor, target diturunkan, subsidinya juga. PLN diharapkan bisa memperbaiki efisiensi," ujar Purwono. (DOT)

No comments: