Saturday, October 20, 2007

Harga minyak


Pelaku Bisnis Dituntut Efisien dalam Penggunaan Energi

Jakarta, Kompas - Kenaikan harga minyak akan menjadi beban tambahan bagi pelaku industri secara global. Oleh sebab itu, pelaku industri dituntut untuk memanfaatkan mesin produksi maupun teknologi yang efisien dalam penggunaan energi.

Menurut Ketua Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor Achmad Safiun, Jumat (19/10) di Jakarta, di Indonesia, kenaikan harga minyak mendatangkan masalah lebih serius karena mesin-mesin industri sebagian besar tergolong kedaluwarsa.

Mesin-mesin tua ini lebih boros menyedot bahan bakar dalam proses produksi. Akibat konsumsi energi yang lebih besar itu, biaya produksi industri di Indonesia pun menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan biaya produksi di negara-negara lain. Oleh sebab itu, desakan efisiensi melalui peremajaan mesin di Indonesia menjadi makin kuat.

"Masalahnya, industri kita sulit melakukan itu. Karena untuk membangun industri modern yang efisien harus ada kredit investasi jangka panjang dari perbankan. Nah, di Indonesia, enggak ada lagi bank yang mau investasi seperti itu," kata Safiun.

Di sisi lain, pemerintah pun masih setengah-setengah mengembangkan bahan bakar energi terbarukan. "Padahal, tanpa jaminan energi, industri Indonesia akan mati. Kita tinggal menganyam bikin kerajinan saja," ujar Safiun.

Di Bandung, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Daerah Jawa Barat Iwan Dermawan Hanafi mengatakan, lonjakan harga minyak ini harus diperhatikan secara saksama, apakah ini sebagai kondisi sesaat atau terus berkelanjutan. Pelaku industri harus cermat menyiasati harga minyak tersebut. Namun, yang pasti, saat ini harus dikembangkan penggunaan energi alternatif dalam rangka penghematan biaya.

"Masalahnya, energi alternatif apa yang terbaik. Sebab, pemakaian energi lain masih terbentur banyak kendala. Contohnya batu bara yang dinilai banyak pihak tak ramah lingkungan," ujarnya.

Ketua Pengembangan Agribisnis Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan Hendra Natakarmana mengatakan, permasalahan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri ibarat bom waktu. Kondisinya tinggal menunggu cadangan minyak bumi yang akan habis tersedot.

Konsumsi BBM secara nasional masih sangat dominan, yakni sekitar 63 persen dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Oleh karena itu, penggunaan bahan bakar alternatif sangat patut diperhatikan.

Salah satu sumber energi semacam itu yang memiliki potensi besar dan perlu dikembangkan adalah kemiri sunan untuk menghasilkan biodiesel.

Hemat bahan bakar

Di Jakarta, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu berharap, kenaikan harga minyak yang sempat menyentuh angka 89 dollar AS per barrel disiasati oleh industri. Kalangan industri diminta untuk menghemat pemakaian bahan bakar minyak. Sebagai gantinya, perlu didorong penggunaan bahan bakar alternatif yang tidak bersaing dengan stok pangan nasional.

Mari mencontohkan, sebagian industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional kini telah beralih ke penggunaan bahan bakar batu bara. Karena itu, kemungkinan industri di sektor tersebut tidak terkena imbas yang besar akibat kenaikan harga minyak dunia.

Meski demikian, kata Mari, pengembangan sumber daya energi alternatif diupayakan agar tidak bersaing dengan bahan pangan. Ini dimaksudkan agar tidak mengancam stok pangan akibat pengalihan hasil produksi untuk bahan bakar alternatif. (day/bay/LKT)

No comments: