Friday, October 26, 2007

Pembiayaan


Perbankan Syariah Buta Kebutuhan Rakyat

Jakarta, Kompas - Perbankan syariah dinilai buta terhadap kebutuhan pembiayaan yang sangat diperlukan masyarakat golongan ekonomi kecil karena pasokan kreditnya sangat rendah pada kelompok itu. Akibatnya, banyak kelompok masyarakat yang berinisiatif sendiri membangun pembiayaan alternatif di luar perbankan syariah dan konvensional untuk menyalurkan kredit ke usaha kecil.

"Perbankan syariah buta pada kebutuhan rakyat kecil. Mereka hanya menjadi pengikut sistem perbankan konvensional, tidak berani berinisiatif membiayai kelompok masyarakat kecil yang sebenarnya memiliki potensi ekonomi besar dan menguntungkan," ujar pengamat perbankan syariah, Faisal Basri, dalam "Diskusi Panel Kebijakan dan Peluang Investasi Berbasis Syariah di Indonesia", Kamis (25/10).

Kelemahan utama perbankan syariah adalah keengganan meriset peluang pasar. Akibatnya, mereka tak berani keluar dari kebiasaan umum.

"Saat bank konvensional membangun kartu kredit, bank syariah pun ikut. Saat sektor pertanian dilupakan perbankan, bank syariah pun ikut menjauhinya. Padahal, sektor pertanian ini menguntungkan. Misalnya, peternakan sapi di Pati, Riau, dan Bali, bisa memberikan tingkat pengembalian 24 persen per tahun, tapi tak ada bank syariah yang berani ikut membiayai. Akibatnya, laba bank syariah selalu kecil," katanya.

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Chalimah Fadjrijah mendesak perbankan konvensional yang memiliki unit usaha syariah lebih memberdayakan unit itu sehingga menjadi salah satu sumber keuntungan. "Jangan menjadikannya sebagai kosmetik. Dia harus diberi target yang jelas sehingga menguntungkan," katanya.

Berdasarkan data BI, total pembiayaan perbankan syariah per Agustus 2007 sebesar Rp 24,64 triliun, tumbuh 20,5 persen dibandingkan akhir tahun 2006 senilai Rp 20,44 triliun.

Pembiayaan perbankan syariah didominasi jenis modal kerja Rp 13,83 triliun atau 56 persen dari total pembiayaan. Pembiayaan investasi dan konsumsi masing-masing Rp 5,26 triliun dan Rp 5,54 triliun. (OIN/FAJ)

No comments: