Wednesday, October 24, 2007



Burhanuddin Abdullah: BI Awasi Ketat Pasar Keuangan dan Harga

Jakarta, Kompas - Ketidakpastian yang dapat menimbulkan gejolak dan kejutan di pasar keuangan masih bakal berlangsung lama. Dampak kredit keuangan di Amerika Serikat yang memicu kerugian secara masif sejumlah pengelola dana investasi global dan ketatnya kredit perbankan, belum dapat dihitung secara pasti.

"Saya kira pergerakan pasar memang belum seattle, sedang mencari keseimbangan," kata Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, Selasa (23/10) malam.

Burhanuddin dihubungi semalam melalui telepon setelah menerima penghargaan "Best Central Bankers 2007". Ia juga menghadiri pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, yang antara lain mendiskusikan perkembangan terkini dan prospek perekonomian secara global.

"Mungkin (kerugian) baru dapat dihitung setelah akhir tahun pada saat bank-bank di seluruh dunia meneyerahkan laporan keuangan kepada bank sentral," katanya.

Risiko ketidakpastian dalam ekonomi global meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan inflasi di hampir semua negara maju maupun berkembang, akibat gejolak harga minyak dan kenaikan harga makanan. Di samping itu kasus subprime mortgage AS diperkirakan akan mengakibatkan kontraksi terhadap penawaran kredit, yang dapat menimbulkan ketidakstabilan di pasar keuangan. Faktor lainnya, akan terjadi pula perubahan preferensi penempatan investor dari pasar AS ke wilayah lain, yang pada gilirannya memberi tekanan pada nilai dollar AS.

Dalam perkembangan pasar keuangan dua hari terakhir ini, menunjukkan gejolak yang sangat fluktuatif. Awal pekan ditandai jatuhnya harga saham dan nilai tukar mata uang secara besar-besaran di seluruh dunia, namun dengan cepat berbalik arah, melonjak secara besar-besaran pula. Kemarin, harga minyak turun, nilai tukar dollar juga kembali menguat, indeks harga saham menguat tajam pula.

Para investor di seluruh dunia mencermati secara seksama pergerakan pasar AS, karena akan menjadi patokan untuk seluruh dunia, baik di pasar saham, pasar komoditas terutama minyak mentah maupun pasar valuta dan surat berharga lainnya.

Menyikapi ketidakpastian itu, Burhanuddin Abdullah mengharapkan pelaku pasar dan pelaku bisnis di Indonesia tidak panik. Bank Indonesia selaku otoritas moneter dan perbankan bersama pemerintah akan siap selalu dan meningkatkan pengawasan, berada di pasar setiap saat untuk memastikan tidak terjadinya spekulasi berlebihan yang bisa merugikan perekonomian nasional secara keseluruhan.

Terkait dengan gejolak harga minyak, harus dihitung betul sebelum mengambil langkah kebijakan. "Pengaruhnya masih campur. Setiap kenaikan harga minyak satu dollar AS akan menambah penerimaan sekitar Rp 50 miliar," katanya.

Kenaikan harga minyak akan meningkatkan harga komoditas pertanian ekspor Indonesia di pasar internasional, sehingga berdampak positif pula bagi perekonomian nasional.

Di sisi lain, kata Burhanuddin, kenaikan harga di pasar internasional mendorong terjadinya imported inflation atau inflasi yang didorong oleh impor, seperti barang modal.

"Ujung dari pengaruh itu semua, perlu diset suatu kebijakan. Kondisi itu memang membuka pilihan-pilihan. Apakah kita mau membiarkan nilai rupiah kita menguat untuk menekan inflasi itu atau bagaimana," katanya.

Menekan inflasi yang bersumber dari impor biasanya dilakukan bank sentral dengan membiarkan nilai tukar mata uangnya menguat.

Di sisi moneter, suku bunga harus disesuaikan dengan inflasi dan suku bunga negara lain.

"Sebelum sampai ke situ, kami di sisi moneter harus hati-hati," katanya.

Di sisi fiskal pun, menurut Burhanuddin, harus mencermati reperkusi" yang terjadi. "Untuk menjaga stabilitas harga-harga di dalam negeri, salah satu caranya adalah tambahan penghasilan dari perdagangan ekspor dipakai untuk mensubsidi kebutuhan pokok masyarakat," katanya.

Tetap optimistis

Di Bursa Efek Jakarta indeks harga saham utama naik kencang lebih dari empat persen, dan rupiah relatif stabil. "Kenaikan yang cepat ini sedikit mengejutkan pada saat pasar saham tertekan Senin. Kami tidak menyangka akan pulih secepat ini," ujar Krishna Dwi Setiawan analis saham Valbury Asia Securities.

Dia menambahkan, kenaikan yang sangat cepat ini menandakan investor saham di bursa Jakarta tetap optimistis perekonomian Indonesia masih kuat meskipun ada goncangan dari luar.

No comments: