Monday, October 29, 2007

Ketidakpastian Ekonomi Global


David Burton

Perekonomian emerging Asia termasuk yang paling dinamis di dunia dalam satu dekade terakhir. Kini hampir setengah dari pertumbuhan ekonomi global disumbangkan oleh emerging Asia.

Kesuksesan ini berakar pada reformasi menyeluruh di negara-negara itu 10 tahun terakhir. Reformasi menghasilkan keuangan dan korporasi lebih sehat, dan kebijakan makro-ekonomi lebih mantap, bagi Indonesia dan seluruh emerging Asia (EA). Namun, guncangan sektor finansial akhir-akhir ini memunculkan pertanyaan seberapa rentan Indonesia dan negara EA lainnya terhadap perkembangan yang terjadi di AS dan negara-negara industri lainnya.

Pertanyaannya, apa saja kunci kekuatan dan kerentanan EA saat ini? ("International Monetary Fund Regional Economic Outlook Fall 2007") (www.imf.org).

Tahun 2007 menjadi tahun cerah untuk Indonesia dan EA, saat ekonomi tumbuh di atas ekspektasi. China dan India tampil memimpin dengan pertumbuhan ekonomi, masing-masing, 11,5 persen dan 9,25 persen pada semester pertama 2007. Tren perekonomian juga positif bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi EA mendekati 9,5 persen (2007) dan Indonesia 6,2 persen. Meski kenaikan moderat pada headline inflation di EA perlu dicermati, kenaikan ini terutama didorong peningkatan harga bahan makanan.

Guncangan finansial

Baru-baru ini EA berhasil melewati guncangan finansial global, saat kekhawatiran gagal bayar di pasar kredit perumahan kelas dua (subprime mortgage) di AS berdampak pada peningkatan volatilitas di pasar kredit dan pasar modal secara global.

Memang, pasar modal EA pada awalnya melemah bersama-sama dengan emerging markets lainnya dan kondisi sektor keuangan juga mengalami pengetatan. Namun, yang mengejutkan adalah fakta cepatnya EA pulih. Modal telah mengalir masuk kembali dan pasar modal kini berada lebih tinggi dari masa sebelum guncangan terjadi pertengahan tahun lalu.

IMF hanya memproyeksikan sedikit pelemahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2008, ke tingkat 8,5 persen, akibat penurunan permintaan eksternal untuk ekspor dari Asia, dan dengan asumsi Pemerintah China melakukan pengetatan kebijakan ekonomi.

Krisis kredit perumahan kelas dua, bagaimanapun, telah meningkatkan ketidakpastian prospek perekonomian global, termasuk prospek EA. Adalah tidak pasti, apakah kita telah melewati episode terburuk dari guncangan finansial global ini ataukah ada guncangan-guncangan berikut menanti di depan.

Prospek EA

Namun, mungkin risiko terbesar bagi Asia adalah pelemahan tajam yang terjadi di AS dan negara-negara yang tergabung di area Euro, akibat muramnya sektor perumahan AS dan aneka masalah keuangan global terkait. Terlepas dari pendapat bahwa Asia tidak lagi terikat (delinked) pada AS dan negara-negara industri lain, faktanya Asia tetap amat bergantung pada ekspor global. Estimasi IMF menunjukkan 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi AS dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi EA sebesar 0,4 persen, akibat pelemahan ekspor. Meski angka ini besar, kiranya tidak akan berdampak signifikan pada perekonomian negara-negara EA.

Secara umum, prospek untuk EA tetap cerah, tetapi dinamika ekonomi akan selalu menghadirkan berbagai tantangan kebijakan ekonomi.

Pertama, para pembuat kebijakan perlu menyiapkan diri dalam merespons pelemahan ekonomi global.

Kedua, volatilitas ekonomi global telah meningkatkan ketidakpastian dalam aliran modal menuju EA. Negara-negara EA perlu terus pragmatis dan memungkinkan kian besarnya fleksibilitas nilai tukar. Hal ini patut dicermati, khususnya untuk China, yang surplus neracanya berjalan terus membesar, sementara nilai tukar tetap undervalued.

Akhirnya, krisis sektor perumahan kelas dua, yang sejauh ini tidak terlalu menghantam EA, memberi pelajaran bagi Asia, seiring kian berkembang dan majunya sektor keuangan mereka. Hal ini termasuk kebutuhan pengawasan sektor keuangan lebih kuat. EA juga perlu meningkatkan persyaratan pelaporan, pengungkapan, dan aturan penetapan harga serta pencadangan untuk secara efektif menangani produk-produk finansial yang kompleks, termasuk riam-riam risiko sistemik yang mungkin muncul.

David Burton Direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF)

No comments: