Wednesday, October 31, 2007

Presiden Khawatir Minyak


Kenaikan Harga Minyak Juga Pengaruhi Kinerja Ekspor

Jakarta, Kompas - Indonesia menghadapi tantangan untuk memperbanyak kegiatan eksplorasi migas dan upaya peningkatan perolehan lapangan yang sudah berproduksi. Upaya itu semakin mendesak untuk dilakukan dengan harga minyak yang terus naik. Cadangan minyak Indonesia saat ini 9,1 miliar barrel.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal itu ketika membuka acara Society of Petroleum Engineers (SPE)-Asia Pacific Oil and Gas Conference and Exhibition (APOGCE), Selasa (30/10) di Jakarta.

Acara yang berlangsung tiga hari itu memfokuskan pada topik cadangan migas dan teknologi baru yang bisa diterapkan.

Yudhoyono mengatakan, kenaikan harga minyak menjadi kabar baik untuk produsen, pemilik kilang, ataupun penjual minyak, tetapi tidak bagi negara yang tergantung pada impor minyak.

”Kenaikan harga minyak yang mencapai 92 dollar AS sekarang ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2005. Kekhawatiran terbesar kita adalah kalau minyak sampai menembus 100 dollar AS per barrel,” ujar Yudhoyono.

Aktivitas industri migas menyumbang seperempat dari Produk Domestik Bruto Indonesia. Presiden mengatakan, Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk meningkatkan produksi migas. Cadangan minyak Indonesia saat ini sekitar 9,1 miliar barrel, hanya meningkat 5,5 persen dalam dua tahun terakhir.

Cadangan itu diperkirakan bakal terus menipis dalam 23 tahun ke depan. Untuk itu, pemerintah terus mengembangkan paket insentif investasi dan mengembangkan berbagai kebijakan fiskal untuk menarik investasi migas.

Dalam kesempatan itu, Presiden mengumumkan penawaran atas 26 blok migas kepada kontraktor lokal maupun asing. Dari seluruh blok itu, sebanyak 12 blok adalah blok-blok lama yang tidak laku dalam penawaran sebelumnya dan 14 blok baru. Setiap blok diperkirakan memiliki cadangan 30 hingga 1,069 miliar barrel setara minyak.

Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas Kardaya Warnika mengatakan, pemerintah optimistis akan ada penambahan produksi sampai 100.000 barrel per hari pada tahun 2008.

Efek lingkar kedua

Terkait kenaikan harga minyak dunia yang masih berlangsung, Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom mengatakan, Indonesia harus mewaspadai efek lingkar kedua (secondary round effect) dari kenaikan tersebut.

”Di dalam hitungan kami, dalam jangka pendek (kenaikan harga minyak) akan menguntungkan sebab akan menaikkan pendapatan pemerintah meskipun ada pengeluaran buat subsidi. Selain itu, akan menaikkan cadangan devisa serta neraca perdagangan,” jelas Miranda.

Belum lagi keuntungan bagi Indonesia jika harga minyak naik, harga komoditas lain yang terkait energi alternatif juga akan naik. ”Peningkatan energi alternatif mendorong peningkatan permintaan atas beberapa komoditas seperti jagung dan minyak kelapa sawit. Itu menguntungkan sebab Indonesia pengekspor komoditas tersebut,” katanya.

Namun, jika dilihat dari efek lingkar kedua belum tentu menguntungkan. Pasalnya, Indonesia mengonsumsi barang jadi yang dihasilkan dari bahan mentah yang diekspor dari Indonesia.

Di tempat terpisah, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, dampak kenaikan harga minyak mentah terhadap kinerja ekspor perlu diwaspadai.

Kenaikan harga minyak dunia ikut mendorong melemahnya pertumbuhan ekonomi di kawasan yang menjadi pasar utama produk ekspor Indonesia, seperti Eropa, AS, dan Jepang. (DOT/DAY/HAR/TAV)

No comments: