Monday, October 22, 2007

Sulit, Perbaikan 2 Tahun ke Depan



Pertumbuhan Bukan di Sektor Riil

Jakarta, Kompas - Sejumlah kalangan pesimistis Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mampu melakukan perbaikan dalam dua tahun sisa masa pemerintahannya. Hadirnya berbagai kepentingan politik individu dan kelompok menjelang Pemilu 2009 diyakini akan membuat anggota kabinet tidak dapat bekerja maksimal.

"Pemerintahan SBY-JK tidak akan mampu menyelesaikan berbagai agenda pemerintah dan persoalan rakyat yang dijanjikan saat kampanye. Fokus SBY dan kabinetnya sudah terpecah dengan semakin dekatnya pemilu," kata peneliti LIPI, Syamsuddin Haris, Minggu (21/10) di Jakarta.

Gejala perpecahan kabinet terlihat dari safari yang dilakukan, baik oleh Presiden, Wapres, maupun pimpinan parpol yang juga menjadi anggota kabinet. Mereka justru sibuk menjajaki hubungan politik dengan partai-partai lain maupun upaya mengusung calon presiden alternatif.

Pesimisme serupa diungkapkan pengamat politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit. Menurut dia, pemerintah sulit memperbaiki kegagalannya selama tiga tahun terakhir karena pemerintahan yang ada tidak bekerja secara efektif. Perbaikan akan semakin sulit dilakukan akibat desakan kepentingan politik 2009.

Koalisi dalam pemerintahan saat ini dinilai Arbi lebih sebagai konspirasi untuk membagi-bagi kekuasaan. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya kepemimpinan SBY-JK, sementara garis kebijakan pembangunan pemerintah tidak jelas.

Syamsuddin menambahkan, jika pemerintah ingin memperbaiki kinerjanya, satu-satunya solusi adalah dengan meningkatkan kemampuan Yudhoyono dalam memimpin dan mengelola kabinet. Kinerja para menteri harus dipacu agar sesuai dengan agenda Presiden yang dijanjikan saat kampanye.

Pekerjaan rumah

Menurut Arbi, saat ini setidaknya ada tiga hal yang harus dibenahi SBY-JK dalam dua tahun mendatang. Pelayanan masyarakat berupa penyediaan lapangan kerja, pengurangan angka kemiskinan, layanan kesehatan dan pendidikan, serta perbaikan infrastruktur merupakan masalah mendasar dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Di bidang politik, presiden perlu mengefektifkan kerja pemerintahan dan menjaga agar koalisi yang sudah dibangun tetap stabil. Sedangkan dalam masalah internasional, pemerintah harus memperbaiki harga diri bangsa.

Pertumbuhan ekonomi

Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Ichsanuddin Noorsy, menuturkan, pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Yudhoyono lebih dipicu pertumbuhan pasar uang, bukan sektor riil. Kondisi ini yang membuat pengangguran dan kemiskinan terus meningkat meski pertumbuhan ekonomi dinilai positif.

"Pertumbuhan pasar uang ini terutama terjadi karena banyaknya pemain asing yang masuk ke Indonesia. Mereka tergiur dengan tawaran bunga yang tinggi," kata Ichsanuddin, Minggu.

Dalam kondisi seperti itu, yang sekarang terjadi adalah pencitraan tanpa isi. "Saat ini Yudhoyono punya tiga tantangan besar. Pertama, melunasi janji-janji kampanye, terutama yang terkait dengan kesejahteraan rakyat kecil. Kedua, membebaskan tudingan bahwa pemerintah ini terlalu berkiblat pada Amerika Serikat. Ketiga adalah menumbuhkan harkat dan martabat kita sebagai bangsa Indonesia," kata dia.

Untuk menjawab ketiga tantangan itu, Yudhoyono harus menciptakan pemerintahan yang kuat serta membangun citra kekuatan yang lebih substansial.

(MZW/NWO)

No comments: