Monday, October 29, 2007

Iklim Investasi Tak Kunjung Membaik


Program Pemerintah Belum Tercapai

JAKARTA, KOMPAS - Dalam tiga tahun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, perbaikan indikator makroekonomi belum cukup mampu menggerakkan sektor rill dan investasi masih relatif rendah. Sementara itu iklim investasi hingga kini tidak kunjung membaik.

Tidak membaiknya itu antara lain akibat ekses desentralisasi, peraturan perburuhan, tumpang tindih berbagai peraturan. Misalnya, antara peraturan pertambangan dengan desentralisasi dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Penilaian itu disampaikan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Moh. S Hidayat, dalam pernyataan tertulis bertajuk Tinjauan Kadin Indonesia atas kinerja ekonomi selama tiga tahun periode pemerintahan SBY-JK, pekan lalu.

Kadin Indonesia juga menilai, investasi tidak berkembang. Salah satu akibatnya, kita tidak bisa memanfaatkan maksimal booming dalam pertambangan.

Bahkan, ketika harga batubara tinggi, output batu bara tahun 2007 menunjukkan gejala merosot. Hidayat menilai, proses kebijakan pemerintah cenderung melemah.

"Banyak kebijakan baru yang baik akan tetapi tidak efektif karena kerangka implementasi yang tidak konsisten dan lemah," ungkap Hidayat.

Dia mencontohkan, kebijakan desentralisasi, integrasi administrasi keuangan negara dan anti korupsi satu sama lain telah menghambat program pembangunan.

Akibatnya, siklus pembelanjaan proyek menjadi berfluktuasi dengan sangat tajam, dengan proyek-proyek ditumpuk pada akhir tahun (backloading).

Inflasi paling berpengaruh

Kadin Indonesia juga menilai bahwa dalam tiga tahun terakhir, laju pertumbuhan fixed capital formation di bawah 10 persen, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2004 yang 15,7 persen.

Bahkan pada tahun 2006, fixed capital formation anjlok ke tingkatan terendah sebesar 2,9 persen. Diibandingkan dengan pemerintah sebelumnya, kinerja Pemerintahan SBY-JK menunjukkan perbaikan signifikan, bahkan ada yang dikategorikan sangat menakjubkan sebagaimana ditunjukkan oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Namun, lanjut Hidayat, ada satu yang tetap memprihatinkan, yakni laju inflasi. Target yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, menunjukkan inflasi setiap tahun menurun tajam hingga 3 persen saja pada tahun 2009.

Padahal, kenyataannya jauh meleset. Justru pada tahun 2005 dan 2006, menjauhi target. Laju inflasi yang relatif tinggi paling berpengaruh langsung terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat ketimbang IHSG yang tidak mencerminkan kehidupan nyata mayoritas penduduk.

Program Pemerintah yang tercantum dalam Manifesto Presiden dalam kampanye 2004 dengan sendirinya juga belum tercapai, khususnya pertumbuhan yang meningkat, penurunan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran, revitalisasi pedesaan dan pertanian rakyat.

"Jika kita bandingkan antara target hingga 2009 dan kenyataan yang ada sampai sekarang, sebagian besar target yang dicanangkan dahulu hampir mustahil untuk dicapai," katanya.

Sebagai contoh, target rata-rata pertumbuhan ekonomi selama 2005-2009 adalah 6,7 persen. Padahal, realisasi pertumbuhan 2005 dan 2006 masing-masing hanya 5,6 persen dan 5,5 persen.

Tingkat pengangguran yang dicanangkan semasa kampanye adalah 5,1 persen tahun 2009. Jika dicermati, ujar Hidayat, realisasi sampai 2007, sudah hampir bisa dipastikan target itu tak akan tercapai. (gun/a11)

No comments: