Saturday, October 27, 2007

Kontrak Karya Dipertahankan


Pemerintah Menghormati Kesepakatan

Jakarta, Kompas - Meskipun nanti Undang-Undang Mineral dan Batu Bara diberlakukan, pemerintah akan mempertahankan kontrak karya pertambangan yang sudah ada. Sikap pemerintah itu akan disampaikan dalam pembahasan tentang aturan peralihan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Jumat (26/10) di Jakarta, menyampaikan hal itu menjawab pertanyaan delegasi Bisnis Amerika Serikat-ASEAN soal kebijakan liberalisasi pertambangan.

"Pemerintah berpendapat bahwa kontrak harus dihargai, maka nanti akan ada dua jenis kontrak setelah UU Minerba, yaitu dalam bentuk izin pertambangan dan kontrak yang telah ada," ujar Purnomo.

Ia mengakui bahwa DPR belum setuju dengan posisi pemerintah itu. Namun, pemerintah akan berusaha untuk mencapai kesepakatan dalam pembahasan tentang aturan peralihan.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara yang sudah berjalan dua setengah tahun terganjal pada aturan peralihan.

Pemerintah dan DPR masih berbeda pendapat tentang penerapan undang-undang baru tersebut terhadap kontrak pertambangan yang telah ada.

DPR memutuskan untuk mengembalikan pembahasan tentang aturan peralihan ke Panitia Khusus untuk dibahas antara pimpinan panitia kerja dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

RUU Minerba yang diajukan oleh pemerintah mulai dibahas di DPR bulan Mei 2005. RUU ini akan menggantikan UU Nomor 11 Tahun 1967 soal Pertambangan.

Secara substansi, aturan peralihan menjembatani masa transisi pelaksanaan pertambangan mengacu pada undang-undang lama dan baru.

Sistem bagi hasil

Menteri ESDM juga menegaskan bahwa pemerintah akan tetap menggunakan sistem kontrak bagi hasil migas.

Departemen ESDM dijadwalkan akan menawarkan 26 wilayah kerja migas pada 30 Oktober ini. Penawaran wilayah kerja itu sempat tertunda selama dua bulan karena menunggu perbaikan insentif kepada kontraktor dan mempertegas batasan biaya produksi yang bisa dibebankan ke pemerintah.

Berdasarkan audit yang telah dilakukan atas sejumlah kontraktor migas, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai, celah penyelewengan cost recovery ada pada kelonggaran dalam klausul kontrak kerja sama.

Oleh karena itu, BPK mengusulkan agar kontrak migas diperbaiki. "Harus diingat bahwa sistem bagi hasil migas itu sudah memasukkan semua unsur pajak ke dalamnya. Jadi kalau di produksi minyak ada pajak-pajak lain, itu masuk dalam perhitungan bagi hasil yang 85 banding 15 itu," papar Purnomo. (DOT)

No comments: