Saturday, October 27, 2007

Minyak Mendekati 100 Dollar


Anggaran Masih Aman sampai Pertengahan Tahun 2008

Jakarta, Kompas - Harga minyak mentah di pasar internasional terus mencetak rekor baru dan makin mendekati 100 dollar AS per barrel. Sementara itu, mata uang dollar AS terus melemah ke posisi terburuknya, yakni 1,4375 terhadap euro, sejak mata uang tunggal Eropa itu diluncurkan tahun 1999.

Ketegangan di Timur Tengah— antara Turki dan Irak yang penghasil minyak—serta masalah baru antara AS dan Iran, ditambah jatuhnya cadangan minyak AS menjelang musim dingin, kemudian keraguan akan penambahan produksi OPEC campur aduk membentuk sentimen dan persepsi negatif bagi spekulan perdagangan minyak. Itu sebabnya harga berfluktuasi tak keruan.

Pada awal perdagangan di pasar New York, Jumat (26/10) pagi, atau malam waktu Jakarta, harga minyak mentah jenis light sweet kontrak penyerahan Desember langsung melompat ke posisi 92,22 dollar AS per barrel dibandingkan dengan penutupan perdagangan Kamis pada posisi harga 90, 46 dollar AS per barrel.

Harga 92,22 dollar AS pertama kali terjadi di pasar Singapura, Jumat pagi meski turun lagi. Saat pasar Singapura tutup dan London buka harga melonjak lagi.

"Sekarang harga minyak sudah sekitar 90 dollar AS. Sangat mudah harga mencapai 100 dollar AS. Apa pun bisa terjadi di pasar," kata Tetsu Emori, manager dana pada Astmax di Tokyo.

Harga kontrak minyak mentah melonjak 10 dollar AS hanya dalam sebulan dan 30 dollar AS atau 50 persen dalam satu tahun.

Sekretaris Jenderal Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Abdullah al-Badri di Beijing mengatakan, harga 90 dollar AS bukanlah bonanza bagi produsen minyak. Hal itu karena dollar AS juga melemah. "Tidak ada kelangkaan minyak. Pelemahan dollar AS menekan rezeki dari harga tinggi minyak mentah tersebut. Banyak sekali minyak di pasar," katanya.

Dollar AS anjlok ke rekor baru terhadap euro hari Jumat di London. Euro ditransaksikan dengan kurs 1,4375 dollar AS, setelah keluarnya data ekonomi AS yang buruk. Kondisi itu, menurut dealer perdagangan valuta, mengatrol meningkatnya ekspektasi pemotongan suku bunga lagi oleh bank sentral AS pekan depan.

Jika bank sentral AS memotong suku bunga, bakal menurunkan minat pemilik dana memegang aset dalam dollar AS. Itu sebabnya mereka mengejar euro sebelum kian mahal.

Pasar saham pun bergairah, ditandai dengan melonjaknya harga-harga saham di berbagai pasar seluruh dunia. Penurunan suku bunga membuat ekspektasi imbal hasil investasi di pasar uang menurun sehingga investor saham mencari imbal hasil lebih tinggi di pasar modal.

Tak terkecuali di Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta ditutup naik 1,07 persen ke level 2.624,432. Peningkatan tersebut juga terdukung kinerja triwulan III-2007 emiten di bursa yang membaik. Indeks Kompas100 yang memuat 100 saham unggulan ditutup menguat 1,21 persen ke level 675,806.

Aman sampai 2008

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta mengatakan, kondisi APBN masih tetap aman walaupun harga minyak meningkat 10 dollar AS menjadi rata-rata 70 dollar AS per barrel. Peningkatan itu masih memberi surplus penerimaan minyak dan gas (setelah dikurangi pengeluaran) Rp 0,3 triliun-Rp 0,5 triliun.

"Secara keseluruhan APBN tidak soal. Masalahnya mungkin di sisi permintaan yang meningkat. Katakanlah, kalau naik lagi 10 dollar AS per barrel, surplus akan meningkat lagi dari Rp 0,5 triliun menjadi Rp 1 triliun," katanya.

Sri Mulyani memperkirakan, perlambatan ekonomi global baru akan terjadi mulai semester kedua 2008, dengan kisaran 0,5 persen hingga 1 persen karena tertekan perlambatan perekonomian AS yang diperkirakan di bawah 2 persen.

Perekonomian China masih bisa tumbuh sampai pertengahan 2008, terutama karena belanja pemerintah dan swastanya dalam mendukung pesta olahraga sedunia, Olimpiade. Pertumbuhan ekonomi global juga masih bisa didorong aktivitas industri India.

Indonesia masih bisa menikmati pertumbuhan ekspor sekitar 10 persen, terutama komoditas primer seperti minyak, gas, batu bara, dan minyak sawit mentah (CPO). Adapun realisasi investasi mulai terjadi dipicu meningkatnya kredit perbankan.

"Meski demikian, tidak berarti kami tidak hati-hati. Sekarang orang mulai membicarakan dampak putaran kedua krisis harga minyak, plus subprime mortgage Amerika," ujar Sri Mulyani.

Menko Perekonomian Boediono menegaskan, perlambatan ekonomi dunia hampir pasti terjadi. "Akan tetapi, tidak sampai resesi. Akan melambat, tetapi tidak anjlok," katanya. Ia masih optimistis pertumbuhan ekonomi triwulan III-2007 bisa mencapai 6,2 persen-6,3 persen.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro mengatakan, upaya mengurangi dampak kenaikan harga saat ini hanyalah mempercepat program konversi pemakaian minyak tanah ke elpiji. "Masalahnya, pemakaian BBM di sektor transportasi dan rumah tangga yang sulit berhemat," katanya.

Deputi Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Hanung Budya mengatakan, selisih antara harga rata-rata minyak mentah di pasar Singapura yang menjadi patokan perhitungan harga BBM di dalam negeri dan harga minyak mentah Indonesia semakin lebar. "Rata-rata perbedaan harga mean oil platts Singapore (MOPS) dengan Indonesian crude price untuk solar sudah 12,3 dollar AS per barrel, minyak tanah 13,8 dollar AS per barrel, sedangkan premium sekitar 9,5 dollar AS per barrel," tuturnya.

Ia mencontohkan ketika harga minyak mentah mencapai 90 dollar AS, harga MOPS untuk minyak tanah bisa mencapai 102 dollar AS. Harga itu belum termasuk ongkos angkut. Hanung mengakui beban kenaikan harga minyak terhadap industri bakal semakin berat ke depan. "Perkiraan kami rata-rata kenaikan harga BBM industri bulan November bisa mencapai 5 persen. Ini memang berat untuk industri, tetapi begitulah risikonya untuk pasar yang terbuka," kata Hanung. (OIN/TAV/DOT)

No comments: