Tuesday, October 23, 2007

Pasar Saham Berantakan



Tingkatkan Kewaspadaan terhadap Perekonomian Global

Jakarta, Kompas - Pasar saham sedunia seolah berantakan, mengalami hari kelam, Senin (22/10). Semua indeks harga saham rontok akibat tekanan jual besar-besaran karena pelaku pasar pesimistis terhadap prospek negatif ekonomi Amerika Serikat yang diperkirakan bakal menyeret perekonomian global.

Persoalan kredit, pasar perumahan, masih menyisakan kekhawatiran investor di AS, terutama setelah keluarnya laporan keuangan emiten unggulan yang ternyata mengecewakan mereka.

Keruntuhan pasar saham di seluruh dunia merupakan respons terhadap kejatuhan indeks Dow Jones Industrial Average sampai 2,64 persen pada Jumat pekan lalu. Ketika perdagangan dibuka hari Senin (22/10) waktu setempat atau Senin malam waktu Jakarta, harga saham di bursa AS yang dikenal dengan sebutan Wall Street masih turun meski tekanan jual mulai mereda.

Penurunan harga minyak mentah dunia ke level 87,55 dollar AS per barrel untuk minyak light sweet kontrak November tidak berhasil mengangkat pasar. Bahkan, nilai tukar dollar AS terus pula terpuruk terhadap euro sehingga sempat ditransaksikan pada level terburuk barunya, yakni 1,4347 dollar AS per 1 euro di pasar Asia, ketimbang 1,4319 dollar AS di New York Jumat lalu.

Indeks Hang Seng Hongkong kemarin turun 3,7 persen, terbesar sejak April 2000.

Di pasar Eropa, beberapa indeks acuan seperti FTSE London ditutup turun 1,05 persen.

Wall Street terus mengalami penurunan pada pembukaan perdagangan kemarin karena sentimen negatif dalam suasana pelaku pasar memperingati kejatuhan bursa 20 tahun lalu yang dikenal dengan "Black Monday".

"Minggu lalu lumayan brutal. Biasanya penurunan seperti itu masih akan diikuti sedikit penurunan pada pembukaan perdagangan di hari selanjutnya, bahkan masih akan berlanjut hingga Selasa," kata Jeffrey Saut, analis Raymond James & Co.

Salah seorang gubernur Bank Sentral AS, Randall Kroszner, pada pidato di Washington meyakinkan, Bank Sentral AS akan mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menenangkan pasar keuangan. Persoalan struktur kredit yang membuat beberapa bank mengalami penurunan keuntungan pada triwulan ketiga secara bertahap akan membaik.

Kepala Analis Saham Daiwa Securities SMBC Kazuhiro Takahashi mengatakan, ketidakpastian prospek ekonomi AS meningkat setelah kinerja emiten di negara tersebut mengecewakan. Penurunan kinerja terutama akibat kian ketatnya kredit.

Kinerja sejumlah emiten yang tidak sesuai ekspektasi investor dianggap sebagai konfirmasi pelemahan perekonomian AS, yang terbesar di dunia. Kondisi itu dikhawatirkan menyeret perekonomian global.

Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global, dari 5,2 persen menjadi 4,8 persen, walaupun pertumbuhan tahun ini tetap seperti semula, 5,2 persen. Pertumbuhan perekonomian AS tahun ini diturunkan dari 2,0 persen menjadi 1,9 persen dan tahun 2008 dipangkas dari 2,8 persen menjadi tinggal 1,9 persen.

Pelaku pasar menjadi sensitif pada sektor finansial akibat persoalan kredit perumahan di AS. Adanya laporan keuangan berupa penurunan penerimaan bank yang sangat besar, seperti Wachovia, juga membuat pasar menjadi lebih khawatir.

Dollar AS juga mengalami penurunan nilai tukar yang tajam setelah kelompok negara makmur G-7 menyatakan adanya kekhawatiran mengenai nilai tukar. Pasar melihat hal ini sebagai lampu hijau untuk menurunkan dollar AS ke nilai lebih rendah.

Kepala IMF Rodrigo Rato memperingatkan bahwa dollar AS masih akan melemah akibat pasar kehilangan kepercayaan kepada aset-aset dalam dollar AS. Namun, tidak demikian dengan nilai tukar rupiah. Malah kurs rupiah kemarin melorot turun 45 poin ke posisi Rp 9.130 per 1 dollar AS.

Tidak berbeda dengan pasar lain di Asia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) juga jatuh 110,541 poin atau 4,21 persen ke level 2.453,211. Indeks Kompas100 dan LQ45 juga turun.

Panggil menteri

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin, memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro untuk mendiskusikan perkembangan ekonomi global yang mencemaskan karena kenaikan harga minyak mentah. Presiden minta kewaspadaan ditingkatkan karena perkembangan global memengaruhi ekonomi nasional.

"Apa yang kita lihat ini memang fenomena global yang dihadapi semua. Sebagai bagian dari ekonomi global, kita berupaya melihat konsekuensi semua ini dengan jernih, hati-hati, dan antisipatif," ujar Boediono dalam jumpa pers di Kantor Presiden.

Terkait kenaikan harga minyak mentah, pemerintah belum mengambil kebijakan. Pemerintah masih berpegangan dan menjalankan kebijakan sesuai dengan APBN-P 2007 dan APBN 2008.

(AFP/AP/Dow Jones/INU/TAV)

No comments: