Tuesday, October 23, 2007

harga minyak


Hindari Beban Subsidi, Pemerintah Percepat Konversi

Jakarta, Kompas - Pemerintah memanfaatkan momentum kenaikan harga minyak dunia dengan cara mempercepat program konversi minyak tanah ke gas elpiji, dari semula tahun 2012 menjadi 2010.

Percepatan program ini dimaksudkan untuk mencegah membengkaknya subsidi, khususnya minyak tanah.

Jika harga minyak dunia 100 dollar AS per barrel, subsidi minyak tanah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2007 bisa meningkat hingga Rp 50 triliun dari sebelumnya sekitar Rp 20 triliun.

Demikian Wakil Presiden Jusuf Kalla menjawab pers seusai berkunjung di Kantor Pusat PT Pertamina dan peninjauan ke Depo Pengisian Gas Elpiji Domestik, Koja, Jakarta Utara, Senin (22/10). Ia didampingi Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno dan Komisaris Pertamina Endriartono Sutarto.

"Dengan harga minyak mentah dunia yang 90 dollar AS per barrel, membuat produksi minyak tanah menjadi Rp 7.000 per liter. Jika harga minyak mentah sampai 100 dollar AS per barrel, subsidi minyak tanah menjadi Rp 5.000 per liter dari sebelumnya Rp 2.000 per liter," ujar Wapres. Volume produksi minyak tanah saat ini 9,8 juta kiloliter.

Hingga Oktober ini, tambah Jusuf Kalla, target pencapaian distribusi tabung dan kompor gas ke masyarakat dilaporkan Pertamina baru 26 persen dari target 6 juta keluarga. "Kita optimistis, tiga bulan targetnya mencapai lebih dari 5 jutaan keluarga atau 80-90 persen," kata Wapres. Masalah yang dihadapi saat ini adalah kecepatan produk dan distribusi kompor dan tabung.

Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Achmad Faisal mengatakan, saat ini telah didistribusikan tabung dan kompor rata-rata 20.000-30.000 unit. "Setelah Lebaran, kami tingkatkan sampai 50.000 unit jika infrastrukturnya tersedia sehingga akhir 2007 akan tercapai minimal 80 persen," ujarnya.

Ditanya kemungkinan Pertamina melakukan hedging untuk mengurangi risiko membengkaknya harga minyak dunia, Wapres menyatakan kurang sependapat.

"Hedging minyak mentah dunia itu akan menguntungkan jika harga minyak pada harga yang rendah. Sekarang, kan, sudah tinggi, mau apa lagi diijon. Kalau kita hedging pada harga minyak mentah 90 dollar AS per barrel, itu risiko sekali, apalagi jika naik 100 dollar AS per barrel," lanjut Wapres.

Ari Soemarno mengakui hedging minyak mentah itu hanya salah satu cara.

"Kita mesti cari waktu yang tepat karena risikonya juga ada. Jadi, kita masih mempelajarinya. Sebetulnya pemerintah terserah Pertamina mau hedging atau tidak," kata Ari. (har)

No comments: