|
Oleh: Ahmad Erani Yustika PhD
Turbulensi ekonomi domestik bakal terjadi kembali setelah pergerakan harga minyak berjalan nyaris tidak dapat dikendalikan. Pekan lalu, tepatnya sejak 19 Oktober 2007, harga minyak mentah mencapai rekor baru sebesar USD90 per barel di pasar internasional.
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak USD100 per barel hanya tinggal menunggu waktu. Situasi ini membuat ekonomi
Sayangnya, dua hal itu bukan perkara gampang untuk dilakukan. Kondisi tersebut semakin rawan karena pada saat yang bersamaan harga CPO (minyak sawit mentah) di pasar internasional juga melonjak menjadi USD850 per ton.
Ancaman Beban Fiskal
Sulit memastikan mengapa harga minyak dan CPO di pasar internasional melonjak begitu tajam, karena dari sisi produksi (supply) tidak terdapat indikasi penurunan. Sementara permintaan (demand) kedua komoditas itu juga cenderung stabil. Kalaupun ada peningkatan, tidaklah drastis. Karena itu, dari kaca mata ekonomi sebetulnya sulit untuk melacak penyebab sebenarnya kenaikan harga minyak dan CPO ini. Kemungkinan yang terjadi sebenarnya adalah perilaku psikologis (sekaligus spekulatif) yang menganggap kedua komoditas itu bakal langka di hari-hari mendatang, khususnya minyak, karena instabilitas politik di beberapa negara penghasil minyak seperti
Motif lain juga bisa dikembangkan, misalnya Amerika Serikat (AS) berada di balik peristiwa ini dengan tujuan mengguncang perekonomian negara berkembang karena saat ini IMF sedang dalam situasi krisis (kesulitan menyalurkan kredit). Meski skenario ini sangat sumir, tapi tetap dapat dikaji kemungkinannya. Di luar soal penyebab lonjakan harga, yang jelas kenaikan harga minyak dan CPO bakal memengaruhi kekuatan fiskal perekonomian. Kenaikan harga minyak bakal mengganggu fiskal karena pemerintah harus menambah anggaran subsidi BBM.
Hal ini terjadi sebab
Tetapi, cara tersebut tidak mungkin dijadikan jalan keluar permanen di tahun-tahun mendatang sehingga pemerintah (dan DPR) harus menyiapkan skenario solusi yang lebih kredibel untuk menyikapi masalah ini. Implikasi lainnya adalah guncangan harga minyak goreng domestik yang bakal melonjak seiring kenaikan harga CPO di pasar internasional.
Dari sisi fiskal, kenaikan harga CPO tersebut tidak terlalu bermasalah karena
Pemerintah memang sudah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi permasalahan ini, misalnya dengan kebijakan pungutan ekspor (PE) dan domestic obligation market (DOM). Namun, hingga kini kebijakan itu belum menunjukkan efektivitas memadai untuk dapat menahan harga minyak goreng. Di sini, ada beberapa persoalan kelembagaan yang mesti dibenahi oleh pemerintah.
Kompensasi Sektor Industri
Salah satu sektor ekonomi yang bakal terpukul dari kenaikan harga minyak adalah sektor industri, khususnya industri semen, pupuk, dan kimia. Sejak 2005, sebetulnya sektor industri sudah mulai sekarat akibat kenaikan harga BBM sekira 100 persen. Beberapa waktu lalu, pemerintah juga sudah menaikkan kembali harga minyak sektor industri. Pada 2008, jika tren kenaikan harga minyak di pasar internasional tidak dapat dibendung, dipastikan pemerintah akan menaikkan harga minyak domestik, khususnya untuk sektor usaha (industri).
Di sini, sektor industri yang sangat tergantung dengan minyak sebagai pendorong proses produksi (dalam realitasnya semua sektor industri pasti tergantung minyak) akan dibebani biaya produksi yang kian meningkat. Di satu sisi, kenaikan biaya produksi ini akan menurunkan daya saing komoditas
Pertama, mencegah potensi penyelundupan karena selisih harga domestik dan internasional yang kian tinggi (price margin), baik minyak maupun CPO. Kedua, mengamankan pasokan dan distribusi minyak goreng dengan tingkat harga yang terjangkau sehingga harga minyak goreng tidak terlalu membebani masyarakat. Ketiga, menyiapkan skema kebijakan kompensasi, baik kepada sektor industri, konsumen, maupun produsen CPO sehingga turbulensi kenaikan harga minyak dan CPO tersebut tidak sampai menghancurkan perekonomian nasional.
Skema kompensasi itu, misalnya, bisa dalam bentuk pengurangan pajak sektor industri dan subsidi minyak goreng. Dengan jalan ini, semoga guncangan harga minyak dan CPO di pasar internasional tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian domestik. (*)
Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan FE Unibraw
No comments:
Post a Comment