Pemerintah Minta Minyak Chevron
Jakarta, Kompas - Pemerintah akan meminta bagian minyak sebesar 50.000 barrel dari Chevron Pasific Indonesia yang selama ini dihitung sebagai pemakaian sendiri.
Kebijakan itu diambil untuk memenuhi target asumsi produksi (lifting) minyak sebesar 1.034 juta barrel pada tahun 2008.
Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Kardaya Warnika mengemukakan hal itu di Jakarta, Senin (22/10).
Selama ini, jumlah 50.000 barrel tersebut dikeluarkan dari perhitungan lifting minyak pemerintah yang bisa dijual.
Kardaya mengatakan, minyak sejumlah 50.000 barrel tersebut dipakai Chevron untuk memanaskan uap air yang kemudian diinjeksikan kembali ke sumur-sumur minyak mereka dalam kegiatan produksi.
Pada perkembangannya, sekitar tahun 1990, seiring dengan harga minyak yang semakin tinggi, pemerintah meminta Chevron melakukan barter minyak tersebut dengan gas dari lapangan milik ConocoPhillips di Sumatera Selatan.
"Mulai tahun depan pemerintah akan meminta bagian minyak tersebut, Chevron silakan beli sendiri gasnya dari Conoco," ujar Kardaya.
Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Suwito Anggoro membenarkan bahwa pemerintah telah meminta bagian minyak itu dari Chevron.
Menurut Suwito Anggoro, pihaknya saat ini sedang menjajaki pembicaraan dengan ConocoPhillips. Namun, ia memperkirakan, negosiasi terkait harga akan sedikit sulit. "Yang jelas, tahun depan, kami sudah tidak barter lagi, tetapi langsung beli," tutur Suwito.
Anggota Komisi Anggaran DPR, Drajad H Wibowo, menilai upaya pemerintah itu hanya seolah-olah menaikkan lifting. "Pemerintah hanya menaikkan lifting secara statistik saja," katanya.
Penyesuaian asumsi
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, mengatakan, pemerintah tetap optimistis bahwa angka lifting minyak pada tahun 2008 sebesar 1,034 juta barrel bisa dicapai.
Namun, ia mengakui bahwa penyesuaian asumsi produksi merupakan kebijakan yang dimungkinkan dalam jangka menengah.
Rata-rata produksi minyak mentah Indonesia sampai September 2007 masih pada kisaran 960.000 barrel per hari. Untuk peningkatan produksi tahun depan, pemerintah masih mengandalkan produksi dari Blok Rokan yang dikelola Chevron.
Menurut Purnomo, melambungnya harga minyak di bursa New York, Amerika Serikat, hingga 90 dollar AS per barrel, merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan harga patokan negara-negara pengekspor minyak dunia (OPEC) dan nonpengekspor minyak.
Di OPEC, misalnya, harga minyak saat ini masih berkisar 75-80 dollar AS per barrel. Kenaikan harga minyak di Amerika Serikat yang sangat tinggi dipicu oleh berkurangnya stok minyak di AS akibat pengaruh angin Tornado di lapangan Meksiko, pelemahan dollar AS terhadap mata uang Euro, dan faktor geopolitik di Timur Tengah yang berpotensi mengganggu suplai minyak dari Irak.
"Secara bertahap, harga minyak akan mengalami penurunan tahun 2009, meskipun penurunannya lambat," ujar Purnomo.
Meskipun demikian, pemerintah tidak akan mengubah asumsi harga minyak yang dipatok dalam APBN sebesar 60 dollar AS per barrel tahun ini. (lkt/dot/OIN)
No comments:
Post a Comment