Aturan Ritel Masih Rancu, Stop Izin Baru
Pemda Harus Membuat Survei Kejenuhan Kawasan
Jakarta, Kompas - Rancangan Peraturan Presiden tentang Pasar Modern belum juga disahkan meskipun sudah selesai dibahas. Pengaturan zonasi pasar modern diserahkan kepada pemerintah daerah, tetapi rencana tata ruang daerah belum efektif mengakomodasi pengaturan itu. Modernisasi pasar tradisional pun mandek.
Menyikapi kondisi tersebut, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) meminta pemerintah tak mengeluarkan izin baru untuk pengembangan pusat pertokoan modern, khususnya hipermarket. Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Dewan Pengurus Pusat APPSI Setyo Edi mengungkapkan hal itu, Senin (11/6) di Jakarta.
"Jangan ada lagi izin baru untuk hipermarket sampai ada ketentuan yang jelas bagaimana aturan operasionalnya," ujar Setyo.
Dalam sejumlah kesempatan, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pasar Modern yang akan disahkan, pemerintah menyerahkan pengaturan zonasi pasar berdasarkan rencana tata ruang daerah. Artinya, pemerintah daerah (pemda) harus memiliki kejelasan tata ruang yang dituangkan dalam perangkat hukum.
"Dalam draf Perpres versi 3 April disebutkan bahwa daerah diberi waktu lima tahun untuk menyusun perda agar bisa menerapkan amanat pengaturan zonasi. Kalau menunggu lima tahun lagi, apa enggak keburu mati pasar tradisional," ujar Setyo.
Ketidakpastian aturan terkait dengan penataan pasar modern diakui Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta.
"Sekarang ini memang tahap kerancuan. SKB (Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Menteri Dalam Negeri tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan) tidak jalan sejak otonomi daerah," ujarnya.
Akan tetapi, Tutum sepakat dengan niat pemerintah mengembalikan aturan zonasi pasar modern sesuai dengan tata ruang daerah. Tata ruang akan memperhitungkan jumlah penduduk, alur transportasi, sekaligus pembangunan pasar modern sesuai dengan peruntukan lokasi.
Proses panjang bisa jadi masih diperlukan untuk membuat peraturan daerah secara efektif mengadopsi ketentuan pasar modern. Namun, Tutum berpendapat keberadaan aturan terbukti bukan jaminan. Kemauan dan kemampuan pengelolaan pemda menjadi kunci yang tidak kalah penting.
Pelajari kejenuhan
"Niat baik" pemda dalam penataan pasar antara lain dapat ditunjukkan dengan mengadakan survei tentang kejenuhan suatu kawasan perdagangan sebelum mengeluarkan izin pengembangan pusat perbelanjaan baru di kawasan itu.
"Kami (peritel) saja selalu bikin survei dulu sebelum buka toko di suatu lokasi. Masak pemda yang punya biro perekonomian dan statistik tidak bisa melakukan survei begitu," kata Tutum.
Ia juga mengaku heran jika perlindungan pemerintah terhadap pedagang kecil diwujudkan semata dengan membatasi pasar modern. Sebaliknya, modernisasi pasar tradisional tidak dijalankan. (DAY)
No comments:
Post a Comment