Paket ekonomi
Tidak Efektif Kurangi Kemiskinan
Apakah yang bisa diharapkan dari terbitnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM? Akankah sektor riil benar-benar akan bergerak setelah adanya inpres teranyar ini?
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi yang diminta tanggapannya perihal kebijakan baru tersebut di Jakarta, Selasa (12/6), menilai penjadwalan yang dicantumkan dalam Inpres No 6/2007 tidak realistis.
"Sekitar 141 rencana tindakan itu tampaknya hanya ditetapkan untuk mengikat para menteri untuk bekerja keras," ujar Sofjan.
Dia mencontohkan pembuatan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia Batam. Jika hanya membuat peraturan pengganti undang-undang (perpu), tentu regulasi itu akan lebih cepat dibuat daripada harus membuat UU.
Pembuatan UU akan membutuhkan waktu lama mengingat UU semacam ini harus melalui pembahasan di DPR.
"Saya pikir inpres ini tidak akan efektif mengurangi pengangguran dan kemiskinan dalam waktu dua tahun mendatang. Inpres ini hanya untuk timetable supaya menteri-menteri bekerja keras saja," ungkap Sofjan.
Rencana tindakan dalam inpres ini juga dinilai bakal tumpang tindih dengan gagasan-gagasan yang selama ini dilakukan dalam roadshow Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika rapat koordinasi terbatas di departemen-departemen.
Pemerintah seharusnya melihat skala prioritas yang perlu dilakukan untuk menggerakkan sektor riil. Secara kasatmata, lanjut Sofjan, persoalan UMKM tetaplah masih seputar modal, sumber daya manusia, dan penjaminan kredit.
Jika dilihat lebih detail, pembagian tugas yang dilakukan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tampaknya tidak merata karena beban tugas yang lebih besar terletak pada Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan.
Sofjan memandang paket kebijakan ini hanyalah salah satu batu ujian Kabinet Indonesia Bersatu. Di pengujung tugasnya, Presiden Yudhoyono tinggal menilai rapor kinerja menteri-menterinya.
Kadin ingatkan Presiden
Sementara itu, Ketua Umum Kadin MS Hidayat melihat paket kebijakan terakhir ini sebagai sesuatu yang memang diperlukan untuk mendorong percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UKM.
Persoalannya, sejauh mana paket itu bisa benar-benar diimplementasikan di lapangan. "Selain masalah instabilitas politik, musuh utama yang bisa menghambat pelaksanaan paket kebijakan adalah birokrasi pemerintah. Selama ini birokrasi mulai dari daerah hingga pusat tidak mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah," ujar Hidayat.
Karena itulah, Ketua Umum Kadin mengingatkan Presiden Yudhoyono untuk segera melaksanakan reformasi birokrasi. Janji untuk melakukan reformasi belum juga direalisasikan.
"Tanpa ada reformasi birokrasi, terus terang saya khawatir paket kebijakan ini tidak akan bisa berjalan. Padahal, harus diakui, pemerintah sudah mencoba mengubah manajemen kabinet seperti korporasi," lanjutnya.
Ketua Umum Kadin mengambil contoh tidak berjalannya kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga minyak goreng. Meski sudah berulang kali dibahas dalam rapat kabinet dan diundang para pengusaha untuk ikut terlibat, efektivitas kebijakan tetap rendah dan bahkan boleh dikatakan tidak berjalan.
Dalam jumpa pers di Gedung Sawala Departemen Keuangan, Menko Perekonomian Boediono menjelaskan mengenai latar belakang dan kinerja yang telah dicapai dalam implementasi kebijakan sebelumnya, terutama soal perbaikan iklim investasi.
Penerbitan Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kegiatan investasi menyusul perlambatan pertumbuhan pada triwulan terakhir 2005 dan awal 2006 sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak.
"Upaya yang sudah dilakukan antara lain mengurangi lamanya izin pengurusan pendirian badan usaha baru dari semula 151 hari menjadi 97 hari. Kita mengharapkan ke depan pengurusan izin seperti itu bisa di bawah 30 hari," ujar Boediono, yang didampingi beberapa menteri ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu.
Membuat regulasi tentang perbaikan iklim investasi kalau tidak disertai dengan target yang lebih konkret sebenarnya bisa menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri.
Pasalnya, di tingkat regional, persaingan antarsesama negara di kawasan Asia semakin besar, seperti China, India, Thailand, ditambah dengan masuknya negara pendatang baru seperti Vietnam yang menyebabkan persaingan untuk menarik investasi menjadi semakin ketat.
Beberapa tindakan yang penting antara lain penerbitan UU Penanaman Modal yang baru, penyederhanaan prosedur pemberian persetujuan investasi, dan pengesahan pembentukan perseroan terbatas.
Selain itu, juga penyederhanaan sejumlah perizinan di bidang perdagangan, penyederhanaan prosedur perpanjangan masa berlaku izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) dan pemberian perpanjangan masa berlaku penerbitan kartu izin tinggal terbatas (kitas), serta pembatalan lebih dari 100 perda yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. (gun/tom/osa)
No comments:
Post a Comment