Tuesday, June 19, 2007

Kelesuan Vs Paket Kebijakan Ekonomi

  • Oleh Anton A Setyawan
  • Suara Merdeka

PEMERINTAH akhirnya mengeluarkan paket kebijakan ekonomi bagi sektor riil dalam wujud Inpres No 6 Th 2007. Inpres ini meliputi paket kebijakan percepatan perbaikan sektor riil dan pemberdayaan sektor kecil-mikro dan menengah.

Kelesuan yang dialami oleh sektor riil sebenarnya lebih disebabkan oleh kelesuan pasar. Sebagai contoh industri penjualan eceran yang mengalami penurunan penjualan 30 persen tahun 2006 lalu.

Industri penjualan eceran adalah indikator yang baik untuk menunjukkan kinerja perekonomian riil karena industri ini menunjukkan daya beli konsumen. Artinya bila penjualan eceran turun maka multiplier effect-nya pada industri pengolahan dan industri lainnya.

LPEM UI mempublikasikan hasil perhitungan elastisitas angka pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja. Ditunjukkan setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya menyerap kurang dari 20.000 orang tenaga kerja baru. Padahal pada masa Orba angka ini selalu mencapai minimal 100.000 orang.

Pada sisi yang lain, perbankan tidak bisa sembarangan memberikan kredit investasi karena mereka harus mematuhi aturan yang diberlakukan BI, seperti minimum CAR yang mencapai 8 % dan standar minimal NPL (Non Performing Loan) 5 %. Maka, perbankan selalu hati-hati terhadap risiko kredit macet.

Kebijakan Industri

Pemerintah sebenarnya sudah berusaha mengatasi masalah sektor riil, yaitu keluhan buruknya iklim investasi, karena ekonomi biaya tinggi, ketidakjelasan regulasi, dan masalah infrastruktur. Masalahnya dalam pelaksanaan ternyata banyak hal yang di luar dugaan.

Ekonomi biaya tinggi selama ini adalah karena korupsi dan pungli. Pemerintah mengatasinya dengan program pemberantasan korupsi dan penyusunan anggaran belanja yang transparan. Namun, pemberantasan korupsi yang masif menyebabkan pencairan anggaran pembangunan di daerah sangat rendah.

Hal ini terjadi karena birokrat daerah khawatir melakukan kesalahan yang mengakibatkan mereka masuk penjara. Penyusunan anggaran belanja yang transparan dan akuntabel menyebabkan proses penyusunan anggaran berjalan lambat. Bahkan saat ini banyak daerah yang belum menyerahkan rincian APBD 2007 pada Depkeu, sampai-sampai Menku Sri Mulyani mengancam tidak akan mencairkan anggaran pembangunan daerah yang lambat tersebut. Padahal anggaran daerah mempunyai peran penting dalam melakukan stimulasi perekonomian terutama bagi sektor riil.

Pemerintah akhirnya menyepakati pembaruan UU Penanaman Modal untuk menjawab keraguan investor (asing). Namun penolakan terhadap UU ini terjadi di mana-mana, terutama oleh aktivis dan kelompok NGO. Kualitas infrastruktur yang buruk sudah diatasi dengan menyelenggarakan Infrastructure Summit, namun ternyata pemenang tender belum bisa mengerjakan proyek infrastruktur karena berbagai alasan.

Pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa kebijakan pemerintah yang diambil dalam mengatasi investasi hanya bagus di atas meja. Hal ini karena pemerintah tidak pernah mengambil kebijakan sampai pada level detail pelaksanaan.

Perbaikan iklim investasi saja belum cukup untuk mengatasi kendala di dalam sektor riil.

Pemerintah harus mulai menyusun kebijakan industri yaitu menentukan industri apa yang akan dikembangkan sebagai unggulan. Misalnya jika konsep pengembangan industri diarahkan pada penciptaan lapangan kerja maka industri yang dikembangkan adalah industri padat karya .Jika industri yang akan dikembangkan berbasis sektor primer maka industri hilir dari sektor pertanian dan perkebunan yang patut dikembangkan, misalnya jika kelapa sawit dianggap sebagai industri basis primer maka sudah saatnya kita bisa mengelola CPO secara lebih efisien.

Alternatif Jangka Pendek

Kebijakan memperbaiki iklim investasi dan kebijakan industri adalahkebijakan yang dampaknya baru bisa dirasakan dalam jangka menengah. Padahal masalah, kelebihan likuiditas ini bisa berakibat serius dalam hitungan 1-2 tahun ke depan. Ada baiknya pemerintah menstimuli perekonomian dengan menggenjot konsumsi. Hal ini penting karena keluhan utama para pengusaha di dalam sektor riil adalah lemahnya daya beli masyarakat, maka pemerintah bisa melakukan usaha untuk meningkatkan daya beli.

Cara yang bisa ditempuh adalah meningkatkan belanja pemerintah dengan peningkatan gaji atau dengan program proyek padat karya. Tujuannya adalah agar rakyat mempunyai daya beli sehingga sektor riil baik pada level penjualan eceran ataupun industri pengolahan mengalami kenaikan permintaan.

Hal lain yang harus dipahami adalah perekonomian terdiri dari beberapa sektor yang saling terkait. Disharmoni antarsektor ini berakibat buruk bagi keseluruhan sistem perekonomian sebuah negara, dan pasti juga bagi pelaku ekonomi. (11)

--- Anton A. Setyawan,dosen Fak Ekonomi Univ Muhammadiyah Surakarta dan mahasiswa S3 Ilmu Manajemen UGM

No comments: