Monday, June 25, 2007

Harta negara menguap?

Badan Pemeriksa Keuangan kembali melaporkan penyusutan harta negara dari tahun ke tahun. Nilai penyusutan kekayaan negara itu cukup fantastis. Jika pada akhir 2005 nilai aset negara mencapai Rp1.219 triliun, akhir tahun lalu menjadi Rp1.173 triliun.

Lalu nilai kewajiban negara pada kurun waktu itu justru bertambah, dari Rp1.330 triliun, menjadi Rp1.342 triliun. Dengan demikian, nilai harta bersih (total aset dikurangi kewajib-an), kian bertambah bolong, dari Rp110 triliun menjadi Rp169 triliun. Walhasil, secara keseluruhan nilai harta negara menyusut Rp59 triliun dalam satu tahun saja.

Angka-angka tersebut bukan isapan jempol. Sumbernya resmi, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan hasil audit itu telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.

Masih dari audit BPK, kita juga mendengar adanya rekening liar yang tersebar di banyak departemen. Hingga tahun lalu, jumlah rekening liar mencapai 5.295 rekening. Tahun lalu saja, BPK menemukan rekening liar sebanyak 3.195 rekening, senilai Rp17,6 triliun.

Di instansi mana saja rekening liar itu ditemukan? Nah, ini dia. Temuan terbanyak ada pada Departemen Hu-kum dan HAM (82 rekening), disusul Departemen Kesehatan (47 rekening), Pertahanan (44 rekening) dan Departemen Agama sejumlah 23 rekening.

Selebihnya tersebar di banyak departemen, yang ironisnya tiga diantaranya ditemukan di Departemen Keuangan, yang semestinya menjadi institusi yang paling tertib soal rekening pemerintah ini.

Nilai masing-masing rekening itu tidak tanggung-tanggung. Di Departemen Hukum dan HAM saja, rekening liar itu bernilai Rp49,48 miliar. Di Departemen Agama, sekalipun jumlah rekeningnya tak sebanyak di Departemen Pertahanan atau Depkes, nilainya mencapai Rp46 miliar. Bandingkan dengan jumlah rekening di Dephan dan Depkes, tetapi nilainya masing-masing 'hanya' Rp14 miliar dan Rp19 miliar.

Yang menonjol adalah di Depkeu dan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Meskipun jumlah rekeningnya cuma tiga dan satu, tetapi nilainya masing-masing Rp7 miliar dan Rp5 miliar.

Lalu kita bertanya: Adakah hubungan penyusutan harta negara dengan keberadaan rekening liar yang bertebaran di banyak departemen itu? Mungkin ada, mungkin pula tidak.

Tetapi, kita tidak melihat pentingnya mencari hubungan itu. Kita ingin melihat pemerintah memiliki kesungguhan hati untuk mengatasi penyebab susutnya harga negara tersebut, sekaligus menertibkan keberadaan rekening-rekening liar itu.

Kita ingin negeri ini dikelola benar-benar sesuai prinsip good governance. Artinya, manajemen aset negara tak hanya sekadar tertib, tetapi nilai aset negara itu harus terus berkembang dan bertumbuh karena pengelolaannya rapi, baik dan benar. Selain itu, tak ada yang dicuri oleh birokrasi atau sistem birokrasi yang memungkinkan terjadinya pencurian aset negara.

Tentu itu bukan perkara mudah. Tetapi, tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Kita bisa, kalau kita mau. Kuncinya, seberapa besar komitmen penyelenggara negara, mulai dari Presiden dan para pembantunya di kabinet, bersedia memulainya dari sekarang.

Kita sudah mendengar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengeluarkan Instruksi Presiden mengenai pengelolaan aset negara itu. Kita juga mendengar Menteri Keuangan akan mengatur penertiban rekening liar tersebut. Kita ingin kedua tekad itu menjadi langkah yang riil. Bukan sekadar janji surga, seperti lima paket kebijakan ekonomi yang telah keluar sebelumnya, tetapi hilang satu-satu dalam perjalanan delivery-nya.

No comments: