Optimalisasi Ekonomi
Umar Juoro
Meski perekonomian tumbuh sekitar 6 persen, perkembangannya belumlah optimal. Persoalannya bukan karena kekurangan dana, tetapi lebih karena alokasi dana pada kegiatan produktif yang mengalami hambatan yang tampaknya sulit diatasi.
Perbankan menghimpun dana masyarakat dalam jumlah besar dan cenderung meningkat. Namun, perbankan kesulitan menyalurkan kredit dengan risiko yang terjaga ke sektor riil. Akibatnya, sejumlah besar dana perbankan diparkir di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Utang Negara (SUN), dan belakangan ini Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang relatif tanpa risiko, meski hasilnya jauh lebih kecil dibanding dengan hasil yang diperoleh jika dana itu dialirkan ke sektor riil.
Aliran kredit perbankan pada kegiatan konsumsi tidak dapat tumbuh tinggi terus karena kemampuan masyarakat untuk menyerap kredit konsumsi ada batasnya, dan untuk masyarakat berpendapatan lebih rendah kemampuan mereka menyerap kredit perbankan cenderung menurun.
Kritik ke perbankan
Meski kritik keras dilayangkan kepada perbankan, bahkan pada tingkatan wakil presiden, sebagai tidak aktif menggerakkan sektor riil, namun perbankan cenderung mempertimbangkan risiko kredit daripada aktif menggerakkan perekonomian dengan risiko yang tinggi untuk terjerat kredit macet, apalagi perusahaan di sektor riil minim ekuitas dan dengan keadaan finansial yang kurang mendukung, kecuali beberapa perusahaan ternama yang mempunyai akses dana tidak saja ke perbankan, tetapi juga pasar obligasi, dan pasar modal. Dengan kata lain perusahaan dengan risiko rendah kebanjiran penawaran dana dari berbagai sumber, sedangkan perusahaan dengan minim ekuitas dan lemah keuangannya tidak mempunyai akses sumber pendanaan.
Sayang, perusahaan yang minim ekuitas dan lemah keuangannya cenderung ikut mengkritik perbankan sebagai tidak memfasilitasi mereka ketimbang meningkatkan ekuitas dan memperbaiki keadaan keuangannya, antara lain melalui konsolidasi. Perusahaan demikian kurang menyadari atau tidak mau tahu bahwa keadaan perbankan telah berubah dari aktif membiayai kegiatan sektor riil dengan risiko tinggi sekalipun pada masa sebelum krisis, menjadi amat mempertimbangkan faktor risiko dalam mengalirkan kredit.
Sementara itu, kemampuan pemerintah dalam menstimulasi perkembangan ekonomi amat terbatas, sebenarnya bukan dari sisi pendanaan, tetapi lebih dalam hal efektivitas pemanfaatan dana. Dalam menghimpun dana untuk membiayai defisit APBN, pemerintah sebenarnya mendapat kepercayaan tinggi dari pasar sebagaimana diperlihatkan tingginya minat terhadap SUN dan SPN, bahkan dengan imbal hasil yang cenderung menurun.
Persoalan besarnya adalah hambatan birokrasi dan hukum menghambat pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di berbagai tingkatan, nasional maupun daerah, yang seharusnya dapat menstimulasi perekonomian. Mulai dari keengganan kepala proyek untuk menjalankan proyeknya karena khawatir pada ketatnya audit dan kemungkinan investigasi penyalahgunaan uang negara, sampai permasalahan pembebasan tanah untuk proyek infrastruktur membuat lambannya kegiatan ekonomi dari sisi ini.
Perkembangan optimal
Untuk membuat perkembangan ekonomi menjadi optimal, tidak ada jalan pintas. Jika persoalan tingginya risiko kredit di sektor swasta dan hambatan besar birokrasi dan hukum di sektor publik tidak mengalami perbaikan berarti, kegiatan ekonomi akan berputar di kegiatan keuangan yang melibatkan secara terbatas perusahaan dan masyarakat tertentu. Akibatnya, bukan saja pengangguran dan kemiskinan terus meningkat, perekonomian juga akan semakin kehilangan momentum untuk berkembang lebih baik.
Untuk mengoptimalkan perkembangan ekonomi, pendekatan komprehensif, seperti berbagai paket kebijakan hanya baik di atas kertas, namun amat sulit terwujud. Demikian pula bagi perbankan maupun perusahaan di sektor riil jika tidak mempunyai fokus yang tajam dan serius mengembangkan keunggulannya itu, tidak akan dapat bertahan, apalagi memberikan sumbangan optimal terhadap perkembangan ekonomi. Dalam perekonomian yang begitu terbuka dan di mana pertimbangan risiko demikian mendapat prioritas, maka fokus dan prioritas menjadi penting untuk mendapatkan hasil nyata.
Bagi perbankan tidaklah cukup untuk berhenti pada argumentasi bahwa risiko kredit tinggi sehingga kurang berusaha dalam mengembangkan bisnis yang lebih mendapatkan hasil tinggi ketimbang sekadar memarkir sejumlah besar dana pada instrumen moneter dan fiskal yang relatif tidak berisiko. Untuk itu perbankan dan perusahaan sektor riil harus berupaya mencari pemecahan persoalan yang dihadapi yang intinya memitigasi risiko kredit dan memperbaiki kinerja keuangan.
Bagi pemerintah upaya serius harus dilakukan guna memperbaiki kerja birokrasi dan kepastian hukum paling tidak yang memberikan jaminan bagi pelaksanaan proyek pembangunan dalam kejelasan koridor hukum sehingga proyek dan program pembangunan dapat berjalan dengan lebih baik.
Upayakan membuat interpretasi hukum dalam penggunaan uang negara menjadi jelas, tidak multiinterpretasi, paling tidak dalam aspek-aspek tertentu yang penting, seperti kerugian negara, dan penyalahgunaan uang negara. Sederhanakan proses audit dan investigasi dengan tujuan peningkatan efektivitas proyek dan program pembangunan. Semua ini sebenarnya masih berada di bawah kewenangan eksekutif.
No comments:
Post a Comment