Tuesday, June 19, 2007

Disclaimer...!

kompas.co.id

Laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2006 berstatus disclaimer. Ini bukan yang pertama laporan keuangan pemerintah pusat berstatus seperti itu. Beberapa kali juga demikian. Artinya, pemeriksa atau auditor, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan, menolak memberi pendapat. Lebih jauh, itu berarti laporan keuangan tersebut masih diliputi berbagai kekurangan.

Jika kekurangan itu disebabkan kelemahan sistem akuntansi, tentu saja patut kita pertanyakan sebab negara ini sudah merdeka dan mengelola keuangannya sendiri selama hampir 62 tahun.

Dalam skala kecil, di perusahaan, misalnya, laporan keuangan menjadi jendela bagi kita untuk mengetahui apa saja isi perusahaan tersebut. Bagaimana asetnya, utangnya, transaksi-transaksinya, dan sebagainya. Dari situ juga kita bisa melihat tingkat efisiensi perusahaan dalam operasionalnya.

Tentu saja hal-hal semacam itu juga berlaku bagi laporan keuangan pemerintah. Secara prinsip tidak ada bedanya. Bahkan, laporan keuangan pemerintah harus lebih tangguh, lebih kredibel, karena menyangkut kepentingan seluruh bangsa.

Dalam hal penggunaan sumber daya milik kita, semacam pajak, cukai, dan penerimaan negara lainnya yang dipungut dari rakyat langsung maupun melalui perusahaan, "kita" memang sangat teledor. Setiap semester, BPK melaporkan hasil pemeriksaannya mengenai penggunaan keuangan negara kepada DPR. Selalu saja BPK melaporkan adanya temuan yang mesti ditindaklanjuti. Namun tidak jarang laporan yang tebal-tebal itu kandas di lemari-lemari aparat, kemudian berdebu, lalu disingkirkan ke gudang.

Mengenaskan kalau kita membaca di media, berbagai penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Menurut Ketua BPK Anwar Nasution, banyak rekening dana negara yang tidak bisa dikendalikan. Tidak salah membuka rekening untuk menampung uang negara sepanjang memang sesuai peruntukannya, tetap taat asas, serta tertib administratif. Tetapi, kalau yang terjadi seperti kata Anwar Nasution, bahwa rekening uang negara tersebut dibuka atas nama pribadi dari ribuan pejabat, tentu membuat bulu kuduk kita bergidik.

Satu rekening ditutup, seribu lainnya muncul. Kemampuan menteri keuangan menutup rekening yang tidak sesuai aturan jauh lebih lambat ketimbang kecepatan dan "kreativitas" pejabat membuka rekening baru. Yang lebih gawat jika uang negara di rekening pribadi itu diperlakukan sebagai uang pribadi..... Ya, wassalam. (Andi Suruji)

No comments: