Satu dekade setelah krisis finansial, wilayah Asia yang terguncang secara keseluruhan kini telah bangkit dan memiliki kesiapan lebih baik.
Pengamat menilai perbankan telah lebih transparan, perusahaan kini dikelola lebih baik, tingkat kemiskinan menurun, dan pertumbuhan kolektif wilayah tumbuh dua kali lipat.
Akan tetapi, sementara tren umum memperlihatkan segi positif, wartawan Associated Press Thomas Hogue dan Malcolm Foster mengamati adanya perbedaan dalam laju pemulihan (recovery). (JP, 25/6). Tiga negara yang terpukul krisis paling berat—Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan (Korsel)—tampak menyusuri tiga lintasan yang amat divergen. Perbedaan itu mencerminkan respons masing-masing terhadap krisis.
Korsel yang juga sampai harus minta bantuan 58 miliar dollar AS melalui Dana Moneter Internasional (IMF) dengan cepat membereskan sistem perbankannya dan mereformasi konglomerasi yang dimiliki keluarga. Ekonomi pun sempat mengerut dan tingkat pengangguran membubung. Namun, pada tahun 1999 negara itu telah sehat dan tumbuh kembali.
Krisis memang amat menyakitkan, tetapi telah membuat Korsel berubah dan membangun dasar untuk mengejar pertumbuhan jangka panjang yang lebih stabil. Kini, Korsel jadi salah satu dapur pertumbuhan Asia.
Sementara itu, Indonesia tak kunjung lepas dari lilitan krisis, malah tidak berlebihan kalau dikatakan masih terus berkubang dalam krisis. Krisis memang ikut membantu mengakhiri kekuasaan Soeharto dan menghadirkan kebebasan politik. Namun, perekonomian tetap disandera oleh korupsi yang merajalela, sistem hukum yang lemah, dan investasi asing yang enggan masuk.
Thailand oleh kedua pengamat disebut ada di antara Korsel dan Indonesia. Ada banyak tanda pertumbuhan, tetapi meningkatnya mata uang baht, lalu ketidakpastian politik yang dipicu oleh Pemilu 2006 yang kisruh, juga kudeta September silam membuat pertumbuhan pun tertahan.
Dengan contoh ketiga negara di atas, kita pun melihat relevansi apa yang dikatakan Dirjen Pelaksana Bank Pembangunan Asia Rajat Nag dalam pertemuan pemimpin bisnis di Singapura Minggu (24/6). Nag mengatakan bahwa meski ada kemakmuran, Asia diwarnai kesenjangan. Jurang antara kaya dan miskin melebar, dan hal ini bisa menimbulkan ketegangan.
Kita yang sudah sering mendengar dan menyaksikan bahaya yang timbul dari masyarakat yang diliputi kesenjangan perlu ikut dalam upaya Asia mengatasi masalah ini, meskipun sikon diri masih rapuh.
No comments:
Post a Comment