Jaringan ATM, antara inovasi dan political will
oleh : Gung Panggodo S.
Mimpi Bank Indonesia dan Perbanas (Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional) untuk membangun sistem pembayaran nasional yang terintegrasi, nampaknya sudah terwujud dalam bentuk lain. Melalui jaringan ATM yang dikelola oleh beberapa perusahaan penyedia jaringan, nasabah dapat bertransaksi di ATM bank lain.
Dalam konsep ideal, hanya dengan memakai satu kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri), nasabah bisa bertransaksi jasa perbankan melalui mesin bank manapun yang ada di Indonesia. Bila mimpi ini sudah terwujud, kita tidak perlu lagi membawa sederetan kartu di dompet hanya karena keterbatasan jaringan ATM.
Saat ini, nasabah yang pada kartu ATM-nya terdapat logo jaringan ATM BCA, Bersama, Alto, ataupun Link, bisa memanfaatkan jaringan ATM tersebut untuk menarik dana tunai, transfer uang, membayar rekening, atau sekadar mengecek saldo tabungan.
Sayangnya masing-masing jaringan ATM ini masih belum tersambung, sehingga nasabah hanya bisa melakukan transaksi pada jaringan ATM miliknya, dengan dikutip charge untuk menutup biaya operasional jaringan, dan tentunya sebagai pemasukan penyedia jaringan.
Kendati demikian, masing-masing perusahaan penyedia jaringan berlomba-lomba memberikan layanan lebih melalui berbagai inovasi. PT Daya Network Lestari (jaringan ATM Alto) misalnya, pekan lalu meluncurkan layanan Alto Debit Card, yang memungkinkan para nasabah bank anggota jaringan ATM Alto untuk mendapatkan kemudahan berbelanja.
Rudy Ramli, Preskom PT Daya Network Lestari (DNL), mengatakan melalui layanan baru tersebut setiap nasabah dapat bertransaksi tidak hanya melalui ATM, namun juga pada setiap toko, supermarket yang memiliki sarana electronic data capture (EDC) untuk melakukan transaksi Alto Debit Card.
Jaringan ATM Alto yang mulai beroperasi pada 1994 dan didirikan oleh tiga bank nasional yaitu Bank Bali (Permata), Bank Lippo dan BII ini, kini telah memperluas jumlah bank peserta menjadi 15 bank yaitu Danamon, BII, Permata, Lippo, Panin, Artha Graha, Bukopin, UOB Buana, Ekonomi, Haga, Hagakita, Kesawan, BNP, Citibank dan Harda.
Presdir DNL Tasza Infra Halim menjelaskan nasabah 15 bank peserta jaringan ATM Alto dapat bertransaksi melalui 3.700 unit ATM yang tersebar di berbagai wilayah.
"Kami menginvestasikan Rp1 miliar mulai dari penyediaan mesin-mesin ECD, hingga integrasi software sistem tersebut. Tahun ini DNL menargetkan pertumbuhan volume transaksi menjadi 8 juta lebih."
Kendala
Rudy menambahkan salah satu kendala berkembangnya transaksi jaringan ATM antarbank adalah soal penyebaran informasi atas layanan tersebut. Masyarakat masih rela antre panjang di depan ATM milik banknya karena merasa lebih aman bila terjadi sesuatu atas transaksi di ATM tersebut.
"Alasan lainnya adalah dengan menggunakan ATM bank lain maka nasabah akan dikenai charge. Padahal charge yang dikenai hanya sekitar Rp3.000, lebih murah bila dibandingkan biaya bila dirinya harus mencari ATM bank miliknya. Coba bandingkan dengan ongkos parkir Rp2.000 ditambah bensin," ujar mantan dirut dan pemilik Bank Bali ini.
Beberapa bank anggota jaringan ATM Alto membebaskan biaya transaksi (charge), sehingga nasabah bisa lebih efesien bertransaksi.
Untuk mengatasi kendala tersebut, jelas Rudy, DNL menjalin kerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam hal penggunaan kartu ATM Pos di jaringan ATM Alto. Melalui kerja sama ini memungkinkan nasabah kantor pos yang menggunakan jasa giro online melakukan transaksi melalui semua jaringan ATM Alto.
Lewat inovasi layanan yang diberikan, nasabah lebih mudah memenuhi kebutuhan perbankannya.
Yang kita tunggu saat ini, adalah soal pengintegrasian seluruh jaringan ATM sehingga bisa lebih memudahkan masyarakat bertransaksi perbankan. Secara teknis, hal tersebut nampaknya tidaklah menjadi kendala. Mungkin hanya tinggal political will dari otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia, serta pihak-pihak terkait, yaitu perusahaan penyedia jaringan ATM untuk mewujudkan mimpi tersebut. (gung.panggodo@bisnis.co.id)
No comments:
Post a Comment