Friday, June 22, 2007

Jum'at, 22/06/2007 02:38 WIB
Super Market Subur,
100 Pasar Tradisional Terkubur
Cetak E-mail

BANDUNG - Sedikitnya 25 perwakilan dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jabar mengadukan nasibnya kepada Komisi B DPRD Jabar, Kamis (21/6/2007). Pasalnya, dari 800 pasar tradisonal yang tersebar di Jabar, 100 pasar diantaranya sudah tidak beroprasi. Hal itu diakibatkan berkembangnya pasar modern yang dibangun di sekitar pasar tradisonal.

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jabar, Dadang Suganda mengatakan, kolapsnya pasar tradisional ini tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan. Tapi terjadi di tingkat desa dan kecamatan. Diharapkan, pemerintah bisa dengan segera menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Pasar Tradisional.

"Dengan adanya peraturan ini mudah-mudahan membangkitkan kembali semangat pedagang pasar tradisonal di daerah-daerah. Sehingga, mereka bisa berjualan seperti semula," Kata Dadang kepada wartawan usai menyampaikan aspirasinya kepada Komisi B DPRD Jabar.

Ia menjelaskan, banyaknya pasar tradisonal yang "mati" ini karena hadirnya pasar moderen seperti mall dan swalayan yang dibangun di sekitar pasar tradisonal. "Pedagang ini jualannya tidak laku, sehingga para pedagang tidak bisa beraktifiats kembali. Karena rugi," tegasnya.

Karena itu, kata dia, pihaknya berharap pemerintah segera mengeluarkan peraturan untuk melindungi para pedagang tradisional. Sebab, hadirnya pasar tradisonal ini juga diatur pemerintah dengan adanya berbagai pungutan seperti retebusi, kemanan dan pajak kepada pemerintah.

"Jadi semua ini bukan tanggung jawab pedagang. Tapi, tanggung jawab pemerintah atau pengelola," tambahnya.

Dadang menilai, pembangunan pasar modern di beberapa kota besar di Jabar seakan tidak ada batasannya. Pemerintah dengan mudah memberikan izin untuk pembangunan pasar modern tersebut. Ia mengungkapkan, pembangunan pusat perbelanjaan modern yang terjadi di Kota Bandung sudah sangat di luar batas.

Misalnya, pembangunan supermal yang berada dikawasan Jl. Soekarno Hatta, Bandung. "Jarak antara supermaket yang satu dengan yang lainnya cukup berdekatan. Bagaimana, para pedagang tradisional tidak bangkrut dengan hadirnya ini. Seharusnya pemerintah memberikan standar atau batasan mengenai jarak pembangunan tersebut," cetusnya.

Ia berharap, pembangunan pasar dilakukan pemerintah dan tidak diserahkan kepada investor. Sebab, pasar ini merupakan milik pemerintah. Jika, pembangunan pasar ini diserahkan kepada pihak ketiga, tentu pembiayaan yang diberikan kepada pedagang tradisional pun akan mahal dan itu tentu tidak akan membantu kesejahteraan.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD, Achmat Ru'yat mengungkapkan, aspirasi yang disampaikan perwakilan APPSI Jabar ini akan menjadi bahan untuk memperkuat regulasi (Perda) yang akan segera diterbitkan DPRD Jabar.

Karena itu, aspirasi para pedagang ini harus memerlukan gerakan yang melembaga dengan menggunakan formulasi yang tepat. Sehingga, kelompok pasar tradisonal ini tidak lumpuh dan akhirnya "mati".

"Memang diperlukan aturan untuk tidak mematikan pasar tradisional. Sebab, sudah banyak fakta di beberapa kota besar, mereka kolaps. Pemerintah kab/kota seharusnya memiliki perizinan yang memperhatikan kelayakan usaha, khususnya pasar tradisional," ungkap Ru'yat kepada wartawan di Gedung DPRD Jabar.

Lebih lanjut kata dia, DPRD Jabar sendiri akan mengeluarkan Perda inisiatif tentang perlindungan pasar tradisional itu. "Komisi B masih membahas rancangan perda tersebut," ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Anggota Komisi B DPRD Jabar, Hidayat Zaini mengatakan, pihaknya akan terus membahas Raperda Pasar Tradisional itu dan diharapkan dengan segera perda itu bisa disahkan untuk menjadi dasar perlindungan para pedagang tradisonal.

"Keberadaan mal di beberapa daerah memang sudah berlebihan. Kita berusaha untuk menertibkan, terutama mengenai standar pembangunan," tandasnya. (yogi pasha/SINDO/ahm)

No comments: