Monday, June 25, 2007

Ketidakseimbangan Global Mengancam

Asia Timur Mesti Menajamkan Arah Sistem Keuangan


Singapura, Minggu - Komunitas internasional menghadapi risiko kehancuran ekonomi yang dipicu ketimpangan dalam sistem keuangan global. Begitu peringatan pejabat keuangan dalam Forum Ekonomi Dunia untuk Asia Timur (World Economic Forum on East Asia), Minggu (24/6) di Singapura.

Secara umum, ketimpangan global merujuk pada semakin meningkatnya defisit kembar yang dialami Amerika Serikat, berupa defisit anggaran dan neraca berjalan di satu sisi dan di sisi lain surplus perdagangan yang dialami sejumlah negara, khususnya China. Selain itu, juga soal akumulasi cadangan devisa yang sangat besar oleh bank sentral di Asia dan tingkat pertumbuhan yang berbeda di sejumlah negara dengan perekonomian besar.

Banyak seruan dialamatkan kepada China untuk mengambil langkah guna mengatasi persoalan ketimpangan tersebut, seperti mempercepat reformasi mata uangnya dan membenahi ekonominya, misalnya mengurangi ketergantungan pada ekspor.

"Kita melihat ketimpangan itu berbahaya, tetapi tidak ada upaya memadai (untuk menghadapinya). Sangat banyak empati, keadaan tidak berdaya, tetapi kita tidak dapat berbuat sesuatu pun," kata Menteri Keuangan Thailand Chalongphob Sussangkarn.

Kepuasan atau kepercayaan diri yang sangat tinggi telah tercipta dalam beberapa tahun seiring pencapaian pertumbuhan ekonomi global tanpa jeda, tetapi tidak ada suatu mekanisme koreksi sendiri guna menghindari kejutan berat sistem finansial global.

Tharman Shanmugaratnam, Deputi Menteri Keuangan Singapura, mengingatkan, pengaruh buruk ketimpangan terhadap sistem keuangan yang akan memukul dan menyusahkan.

"Anda tidak akan dapat memprediksi kapan itu (pengaruh buruk) akan terjadi. Anda tidak akan dapat memprediksi skalanya. Namun, ada perasaan ketika itu datang, ia akan membawa dampak sangat besar dan bakal sangat sulit diatasi," ujar Tharman, 10 tahun setelah krisis finansial Asia.

Menkeu Thailand menyayangkan tidak terlihatnya mekanisme koreksi sendiri dalam ketidakseimbangan ekonomi global tersebut. "Jadi, pada dasarnya kita bergerak dalam situasi di mana tidak ada mekanisme koreksi secara riil dan berharap suatu hari pasar akan menemukan suatu koreksi," kata Chalongphob.

Ia menyatakan, membiarkan pasar melakukan koreksi akan membawa sesuatu yang sangat besar dampaknya dalam kehancuran ekonomi dunia.

Pemimpin institusi keuangan, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF), juga telah mengingatkan bahwa ketimpangan itu berpotensi merusak pertumbuhan ekonomi global dan stabilitas finansial. Gubernur Bank Sentral Jepang Toshihiko Fukui pada Mei lalu juga menyatakan, penanganan tidak tepat akan merusak stabilitas keuangan global.

Sebagian problem, menurut Menkeu Thailand, datang dari Asia sendiri yang menguasai sebagian besar cadangan devisa dunia, sekitar 2,7 triliun dollar AS.

Ia mengibaratkan Asia Timur bagaikan mengakumulasi defisit dari AS. Semakin banyak diakumulasi (cadangan devisa), mereka akan semakin melindunginya untuk memastikan nilai dollar tidak menurun karena akan menyusahkan bank sentral.

"Ini yang membuat Asia Timur harus memegang peran penting untuk mempertajam arah sistem finansial global, sebagai pemegang sebagian besar cadangan devisa," kata Chalongphob.

Aliran masuk modal besar ke pasar berkembang, khususnya di Asia, dinilai telah menggelembungkan pasar dan menaikkan risikonya, termasuk properti, komoditas, dan saham. (AFP/dis)

No comments: