Saturday, June 30, 2007

Dari Ideologi sampai Praksis Kebijakan

Oleh Bustanul Arifin

Sejak harga minyak bumi dunia melambung di atas 70 dollar AS per barrel, wacana energi alternatif yang berasal dari bahan hayati (bioenergi) berkembang sangat pesat.

Hampir seluruh negara di dunia yang memiliki lahan pertanian berusaha melakukan riset untuk merumuskan kebijakan dan merancang rekayasa teknologi dan melaksanakan mimpi bioenergi. Negara penghasil jagung dan tebu mengarahkan kebijakannya pada produksi etanol, sedangkan produsen kelapa sawit dunia fokus kepada bahan bakar diesel atau yang umum dikenal dengan biodiesel.

Indonesia pun tidak ketinggalan melakukan hal yang sama. Beberapa lembaga penelitian dan perguruan tinggi telah menemukan formula dan komposisi bahan bakar nabati yang ideal bagi kondisi bahan baku produksi komoditas pertanian, seperti kelapa sawit, pohon jarak pagar atau jarak kaliki, tebu, jagung, dan ubi kayu.

Banyak pula badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan swasta nasional telah melakukan langkah yang lebih nyata, misalnya merancang beberapa inisiatif untuk mewujudkan teknologi yang berbasis bioenergi.

Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan dua kebijakan penting tentang energi alternatif ini. Kebijakan itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN atau biofuel).

Sebagai suatu peraturan yang bersifat ke dalam, Inpres Nomor 1/2006 itu diberikan kepada 15 pejabat negara: Menteri Koordi- nator (Menko) Bidang Perekonomian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, dan Menteri Perindustrian.

Kemudian, Menteri Perdagangan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Menteri Negara BUMN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, gubernur, dan bupati/wali kota.

Tema instruksi yang dikeluarkan adalah: "mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels) sebagai bahan bakar lain".

Sempat terdapat diskusi terbuka yang agak ramai bahwa beberapa instansi yang sangat relevan dalam penyediaan dan pemanfaatan BBN ini tidak termasuk yang memperoleh instruksi dari Presiden, misalnya Menteri Pendidikan Nasional yang seharusnya mampu mengembangkan kurikulum tentang energi alternatif.

Menko Kesra, yang seharusnya mampu mengaitkan pengembangan BBN dengan upaya penanggulangan kemiskinan, atau bahkan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dapat berperan dalam kebijakan pertanahan atau tata guna lahan yang mendukung pengembangan BBN dan sebagainya.

Namun, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penyediaan atau pengembangan energi alternatif ini tidaklah mudah sebagaimana diuraikan dalam artikel ini.

Tantangan itu bersifat ideologis atau pemikiran ilmiah, terutama persaingan pangan versus energi (atau tepatnya antara kebutuhan manusia vs kebutuhan mesin), kontroversi ramah lingkungan dari bioenergi sampai kepada dimensi praksis kebijakan untuk menyatukan derap langkah segenap instansi pemerintah dalam mencapai tujuan kebijakan yang telah digariskan.

Pangan vs energi

Tantangan ideologis ini mulai terasa sejak setahun terakhir dan semakin nyata pada tahun 2007. Pertumbuhan permintaan biofuel dunia yang sangat besar dan sama sekali di luar dugaan telah melambungkan harga minyak sawit mentah (CPO) dunia dan membuat sengsara konsumen minyak goreng di dalam negeri.

Berdasarkan data terbaru dalam Commodity Market Review Bank Dunia per Juni 2007, harga CPO dunia telah melampaui 772 dollar AS per ton, suatu rekor tertinggi dalam 23 tahun terakhir.

Konsumsi rapeseed di pasar global, substitusi paling dekat CPO sebagai bahan baku biofuel, juga sangat signifikan dalam kenaikan harga CPO di atas 60 persen dibandingkan dengan harga rata-rata 478 dollar AS pada tahun 2006.

Dampak di dalam negeri telah dirasakan masyarakat luas, terutama oleh kelompok miskin, karena harga minyak goreng masih sangat tinggi dan berkisar Rp 9.000 per kilogram walaupun pemerintah telah berusaha menurunkannya.

Sulit terbayangkan apabila harga-harga minyak nabati dunia terus melambung dan pasti memengaruhi struktur pasar dalam negeri di negara-negara berkembang.

Sebenarnya, apabila negara mampu merumuskan aransemen kelembagaan yang lebih beradab, kenaikan harga CPO dunia itu justru dapat memberikan wind- fall profit bagi petani kelapa sawit, bukan menjadi beban seperti sekarang.

Di Eropa, masyarakat yang semula menyambut baik target-target biofuel juga mulai mempertanyakannya secara kritis. Target penyediaan biodiesel telah ditetapkan meningkat secara berkala dari 2 persen pada tahun 2006 menjadi 6 persen pada tahun 2010 dan 20 persen pada tahun 2020.

Tentu saja target-target tersebut telah diikuti dengan tambahan pemberian subsidi sebesar 45 euro per hektar kepada petani untuk memproduksi biofuel. Di Eropa, tanaman yang cocok untuk pengembangan biofuel adalah rapeseed yang mampu mencapai produktivitas 3-3,5 ton per hektar.

Konversi yang umum dilakukan adalah satu ton rapeseed mampu memproduksi 415 kilogram biodiesel sehingga satu hektar lahan mampu menghasilkan 1,45 ton bahan bakar nabati ini.

Singkatnya, kebutuhan areal untuk biofuel (terutama dari rapeseed) di Eropa adalah 26 juta hektar, yang berarti akan nyaris mengubah seluruh areal tanaman pangan menjadi tanaman biofuel. Apabila skenario di atas menjadi kenyataan, berarti penyediaan pangan akan mengalami ancaman yang sangat serius.

Para ahli pertanian di AS juga mulai mempertanyakan argumen "ramah lingkungan" yang diharapkan setelah konsumsi minyak bumi dikurangi dan diganti dengan biofuel.

Apabila dunia saat ini menghadapi pemanasan global karena tingginya emisi karbon dari pemakaian energi oleh industri dan alat transportasi, konversi kepada biofuel pasti bukan jawaban linier yang mampu mengurangi pemanasan global.

Logika sederhananya adalah bahwa dengan "membakar" minyak kelapa sawit, rapeseed, jagung, tebu, atau minyak jarak adalah mengembalikan kembali gas karbon yang dengan susah payah ditambat oleh tumbuhan untuk diubah menjadi buah, batang, atau biji.

Artinya, konversi penggunaan BBM kepada BBN justru dapat berkontribusi lebih besar pada fenomena pemanasan global dan perubahan iklim dunia.

Profesor David Pimentel (Universitas Cornell) dan Profesor Tad Patzek (Universitas California-Berkeley) telah melakukan penelitian mendalam dan sampai pada kesimpulan bahwa produksi jagung untuk keperluan etanol justru memerlukan tambahan 29 persen energi dari BBM dibandingkan dengan potensi biofuel yang dihasilkan.

Demikian pula, untuk memproduksi biomas kayu justru memerlukan tambahan 57 persen energi dari BBM dibandingkan dengan potensi biofuel yang dihasilkannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka debat publik tentang dampak biofuel terhadap nasib penyediaan pangan dan perubahan iklim masih akan terus berkembang ramai. Skeptisme para peneliti pangan dan pejuang lingkungan hidup untuk mengatasi pemanasan global adalah tantangan besar bagi mereka yang bertanggung jawab terhadap penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.

Tantangan praksis kebijakan

Praksis kebijakan pengembangan bioenergi di Indonesia juga mengalami tantangan yang tidak ringan. Berdasarkan target-target yang digariskan dalam "Blueprint Energi Nasional", tahun 2007 ini akan dihasilkan biodiesel sebesar 100 ribu kiloliter, dari 13,2 juta kiloliter kebutuhan solar di dalam negeri.

Sektor pertanian diharapkan mampu menyediakan biodiesel lebih besar dari cetak biru (blueprint) tersebut, yaitu sebesar 132.000 kiloliter, yang berasal dari minyak sawit 125.000 dan jarak pagar 7.000 kiloliter.

Target-target tersebut meningkat secara gradual sampai 785.000 kiloliter biodiesel pada tahun 2010, yang berasal dari minyak sawit 471.000 kiloliter dan 314.000 kiloliter dari jarak pagar.

Beberapa langkah yang dilakukan berbagai instansi pemerintah di tingkat pusat (baca: proyek) pengembangan biofuel juga telah dilakukan. Pencanangan dan peresmian juga dilakukan oleh pejabat, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.

Bahkan, beberapa provinsi dan kabupaten/kota telah secara eksplisit membuat instruksi untuk memperluas areal kelapa sawit dan jarak pagar.

Apakah praksis kebijakan pengembangan biofuel ini hanya dijadikan justifikasi untuk mengon- versi hutan produksi sebagai penambat karbon utama dan sumber keanekaragaman hayati bagi pelestarian lingkungan hidup, maka sejarahlah yang akan mencatatnya.

Tantangan sumber penyediaan biofuel dari tanaman lain di Indonesia juga tidak kalah beratnya. Produksi gula tahun 2006 baru tercatat 2,3 juta ton, yang tentu saja sangat jauh dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi tahunan yang telah mendekati 4 juta ton.

Terlalu naif apabila produksi gula untuk keperluan pangan yang masih kurang tersebut justru akan dikonversi untuk keperluan energi. Demikian pula, produksi ubi kayu sebesar 20 juta ton masih cukup jauh untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Apalagi ubi kayu dan jarak pagar memang bukan komoditas unggulan karena agronomisnya yang "rakus" hara tanah. Implikasinya adalah peluang pengembangan secara massal pasti sangat terbatas jika tidak disertai perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pertanahan yang memadai.

Namun, pemerintah memang diberi mandat untuk melaksanakan amanat rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan dan menjamin keberlanjutan hidupnya. Kata kuncinya adalah kredibilitas dan wibawa lembaga publik untuk secara bijaksana mempertimbangkan untung-rugi dari praksis kebijakan yang diambilnya.

Prof Dr Bustanul Arifin Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila dan Ekonom Senior di Institute for Natural and Regional Resources (INRR), Bogor

Permainan Uang
Antara MLM dan Multitipu-tipu

Joice Tauris Santi

Setelah beberapa tahun yang lalu kita dihebohkan dengan berita menguapnya dana masyarakat yang terkumpul di Qurnia Subur Alam Raya, disusul dengan kisah yang paling baru, yaitu Wahana Bersama Globalindo. Akhir kisahnya sama, duit nasabah yang terkumpul raib, harapan untuk mendapatkan untung besar tinggal impian. Kisah ini seolah selalu berulang dengan versi yang berbeda-beda.

Rupanya, iming-iming keuntungan besar memang menjadi salah satu penarik khalayak ramai untuk turut serta dalam permainan uang ini. Tidak hanya pensiunan, karyawan, artis, pejabat, bahkan orang di kalangan pasar modal juga turut dalam permainan ini.

Sialnya, karena sebagian operator permainan uang ini meminta anggotanya untuk merekrut anggota baru agar bisa mendapatkan bonus atau keuntungan, para penjual langsung yang ikut kena getahnya.

Pasalnya, masyarakat tidak dapat membedakan mana perusahaan yang hanya melakukan permainan uang (money game) yang menggunakan skema piramida atau perusahaan yang menjual barang secara langsung (direct distributor atau multilevel marketing/MLM).

"Kebanyakan orang tidak dapat membedakan mana yang MLM dan mana yang MTM alias multitipu marketing," ujar Ketua Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) Helmy Attamimi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Cara operator permainan uang (money game) dalam mengumpulkan dana dengan meminta nasabahnya menjaring orang sebanyak-banyaknya memang hampir sama dengan cara MLM menjual barangnya.

Kemiripan cara inilah yang membuat masyarakat menyamaratakan bahwa MTM itu adalah MLM atau MLM sama dengan MTM.

Janji imbal hasil tinggi

Permainan uang atau biasa disebut money game merupakan usaha penggandaan uang atau "investasi". Biasanya, perusahaan penyelenggaraan money game menjanjikan tingkat imbal hasil yang sangat tinggi dibandingkan dengan produk investasi yang ada, seperti deposito, saham, atau obligasi.

Tidak seperti pemeo dalam bidang investasi, high risk high return, money game ini seakan mengecilkan risiko yang ada, tetapi menjanjikan keuntungan setinggi selangit. Jauh melebihi parameter bisnis maupun kinerja investasi jenis apa pun.

Money game Banyumas Mulia Abadi, misalnya, meminta nasabahnya untuk berinvestasi membeli paket investasi senilai Rp 1,5 juta dan dalam 21 hari akan mendapatkan bonus sebesar Rp 2,5 juta.

Artinya, dalam waktu 21 hari imbal hasil yang dijanjikan sebesar 60 persen. Bayangkan imbal hasilnya dalam satu tahun.

Sementara ciri skema piramida dapat dilihat dari besarnya biaya investasi atau biaya pendaftaran. Selain itu, penghasilan juga didapatkan terutama dari rekrutmen dan tidak ada barang yang dijual.

Artinya, jika tidak melakukan rekrutmen, berarti tidak ada pemasukan bagi si nasabah.

Dalam skema piramida, semakin banyak orang yang dapat direkrut, maka semakin besar pula peluang untuk mendapatkan keuntungan.

Singkatnya, orang yang berada di puncak piramida akan mendapatkan keuntungan, sedangkan orang yang berada di bawahnya hanya akan gigit jari.

Wakil Ketua Urusan Luar Negeri APLI Koen Verheyen mengatakan, ada sebuah skema piramida dengan syarat seseorang harus merekrut 15 orang yang berada di bawahnya.

Dengan skema itu, pada tingkat kelima diperlukan 759.375 orang. "Sulit sekali untuk membentuk kelompok seperti itu," ujar Koen.

Menurut dia, seorang pembuat jaringan bisnis MLM paling banter dapat mengumpulkan 5.000 orang saja sebagai downline-nya.

Humas APLI Widarto Wirawan mengatakan, ternyata ada orang yang memang hobi mempertaruhkan uang pada money game ini. Pernah suatu kali ditemukan seorang ibu yang uangnya dibawa kabur perusahaan money game.

Ketika dikatakan bahwa ini merupakan money game yang berbahaya, ibu itu mengakui mengetahui tentang money game dan risikonya.

"Saya pernah ikut perusahaan semacam ini dan uang saya pernah hilang. Saya ikut lagi karena tidak menyangka secepat ini kaburnya," ujar si ibu enteng.

Menurut Koen, jebolnya perusahaan money game karena arus kas yang masuk lama-kelamaan lebih sedikit dibandingkan dengan arus kas keluar yang harus dibayarkan kepada para nasabah.

Intinya, nasabah yang masuk terlebih dahulu masih mungkin mendapatkan uang seperti yang dijanjikan, tetapi nasabah yang masuk belakangan tidak akan kebagian karena kas perusahaan sudah terkuras.

"Ada tiga cara untuk menyiasati berkurangnya arus kas ini. Pertama, dengan mengulur waktu pembayaran, menambah orang sehingga dapat menghimpun dana segar, atau kabur dengan membawa sisa uang yang ada," ungkap Koen.

Ketika perusahaan money game memilih cara terakhir, barulah nasabahnya sadar permainan apa sebenarnya yang dijalankan selama ini.

Anggota jaringan

Kebanyakan penghasilan pada skema piramida dan money game bukan berdasarkan nilai penjualan barang atau jasa yang ditawarkan, melainkan dilihat dari perekrutan orang lain sehingga terbentuk satu jaringan dengan jumlah orang tertentu.

Pendapatan didapatkan dari iuran yang disetorkan oleh anggota jaringan. Sebenarnya ada beberapa tips yang dapat dijadikan panduan agar masyarakat tidak terjebak pada money game.

Yang perlu diperhatikan, apakah ada barang yang dijual atau tidak. MLM bertujuan memperpendek jalur distribusi barang sehingga ada barang yang dijual dengan harga wajar. Sebaliknya, money game atau skema piramida tidak memiliki barang untuk dijual.

"Kalaupun ada barang yang dijual, biasanya hanya kamuflase saja. Misalnya Yosihiro, sabun yang dijual adalah sabun biasa, tetapi dibungkus kertas emas dan harganya jutaan rupiah," ujar Widarto Wirawan.

Selain itu, distributor MLM memperoleh pendapatan dari penjualan, bukan dari rekrutmen.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan Ardiansyah Parman mengatakan, perusahaan MLM harus mengantungi surat izin penjualan langsung. Ke depan, pemerintah akan berusaha menertibkan perusahaan operator money game.

Kelembagaan
Cikal Bakal Kemenkop dan UKM Hendaknya Dipertimbangkan

Jakarta, Kompas - Gagasan penghapusan Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) merupakan bentuk liberalisasi di era reformasi. Karena itu, cikal bakal keberadaan Kemenkop dan UKM hendaknya dipertimbangkan terlebih dahulu.

Sekretaris Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Guritno Kusumo mengungkapkan hal itu di Jakarta, Jumat (29/6), menanggapi Asosiasi Pengusaha Indonesia yang mengusulkan penghapusan Kemenkop dan UKM serta sistem koordinasi diarahkan ke Kantor Menteri Koordinator Perekonomian.

Guritno menjelaskan, dalam sejarahnya, tahun 1978 pemerintah membentuk Menteri Muda Urusan Koperasi dan UKM. Sebelumnya, lembaga ini hanya berdiri sebagai Direktorat Jenderal Koperasi.

Lalu statusnya diubah menjadi Menteri Koperasi, yang dipimpin Bustanil Arifin. Kemudian, setelah diganti Subiakto Tjakrawerdaya tahun 1993, lembaga ini berubah lagi menjadi Menteri Koperasi dan Pembina Pengusaha Kecil. "Waktu itu pertumbuhan usaha kecil begitu pesat dan perlu penanganan khusus. Presiden saat itu juga mempunyai program khusus, seperti kemitraan," kata Guritno.

Menurut dia, perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perlu fokus pembinaan. Jika sekarang Kemenkop dan UKM dirasakan tidak diperlukan lagi, semua kebijakan dipertahankan atau tidak, terletak di tangan pemerintah.

Deputi Pembiayaan Kemenkop dan UKM Agus Muharam mengatakan, beberapa waktu lalu sejumlah instansi, termasuk perbankan, telah sepakat tentang perlunya pemantapan koordinasi kebijakan, integrasi perencanaan, dan sinkronisasi program. Juga disepakati, Kemenkop dan UKM tetap menjadi koordinator program pemberdayaan UMKM, khususnya bidang pembiayaan.

"Bahkan, menurut Menko Perekonomian, kalau perlu, seluruh dana pemberdayaan UMKM di departemen dan BUMN dialihkan ke Kemenkop dan UKM," kata Agus. (OSA)

Friday, June 29, 2007

Induk Trans-Jawa Pacu Investasi
Subsidi Pendapatan Menolong Ruas "Kurus"

Jakarta, kompas - Pembentukan perusahaan induk (holding) jalan tol trans-Jawa diharapkan menarik minat investor untuk menanamkan modal di ruas tol tersebut sehingga pembangunannya lebih cepat. Beberapa ruas di tol trans-Jawa kini terancam gagal direalisasikan karena belum adanya kejelasan pendanaan.

Tiga ruas tol trans-Jawa yang hak pengelolaan jalan tolnya terancam dicabut bulan depan ialah Pejagan-Pemalang (57,50 km), Pemalang-Batang (39 km), dan Batang-Semarang (75 km).

Apabila hak pengelolaan jalan tol dicabut, pemerintah menender ulang ruas tol tersebut. Proses ini membutuhkan waktu lama, satu hingga dua tahun. Target pemerintah menghubungkan Jawa dengan jalan tol tahun 2009 pun terancam gagal.

"Dengan konsep pembentukan perusahaan induk tol trans-Jawa, maka tiga ruas tol itu tidak ditender ulang. Pemerintah akan memasukkannya dalam holding untuk kemudian ikut ditawarkan," kata Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum Bidang Investasi Ekonomi Sumaryanto Widayatin, Kamis (28/6) di Jakarta.

Pembentukan perusahaan induk tol trans-Jawa ini telah disetujui dalam rapat koordinasi jalan tol yang dihadiri Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kepala Badan Pengatur Jalan Tol, dan Direktur Utama PT Jasa Marga, Jumat pekan lalu.

Perusahaan induk itu diharapkan menghimpun dana lebih besar dan lebih cepat dari investor sehingga jalan tol terbangun tanpa kucuran dana pemerintah.

"Holding ini nantinya dapat menghimpun dana bukan saja dari penerbitan saham langsung kepada investor, tetapi dimungkinkan pula dari penjualan saham melalui pasar modal," ujar Sumaryanto.

Direktur PT Jasa Marga Frans Sunito menandaskan juga yakin pembentukan perusahaan induk dapat mempercepat realisasi tol trans-Jawa. Alasannya, ketika investor berniat menanamkan modal, yang dilihat bukan ruas per ruas lagi, tetapi keseluruhan ruas trans-Jawa sebagai kesatuan.

"Jelas lebih baik bangun holding sebab diharapkan nantinya pendapatan dari ruas yang ’gemuk’ dapat menyubsidi biaya operasional ruas tol yang tidak terlalu ekonomis. Jika tidak, mana ada investor mau menanamkan modal di jalur ’kurus’ karena pengembalian modal lambat," kata Frans.

Lebih percaya

Menurut Sumaryanto, holding dengan kepemilikan mayoritas BUMN Jasa Marga ini diharapkan pula mampu menarik lebih besar minat investasi, terutama asing.

"Investor, apalagi investor asing, pastinya lebih percaya menanamkan uang pada trans-Jawa dengan adanya holding ini karena ada keterlibatan BUMN di dalamnya. Kan tidak mungkin pemerintah menipu investor asing dengan proyeknya sendiri," ujar Sumaryanto.

Dari sisi teknis, pembentukan perusahaan induk memungkinkan pengoperasian tol yang lebih efisien karena tidak perlu membangun gardu-gardu tol di pertemuan antar-ruas. Sebagai contoh, di Tol Jagorawi menuju Pondok Indah ada gerbang tol konektor di kawasan Taman Mini.

Selain itu, dimungkinkan pula terjadi efisiensi pengelolaan. Untuk ruas trans-Jawa nantinya hanya ada satu kantor manajemen. Tidak harus dibangun beberapa kantor manajemen. Kontrol perbankan untuk mengawasi jalannya proyek dan pengoperasian tol, dalam kaitannya dengan pengembalian kredit, pun lebih mudah karena hanya ditangani satu perusahaan.

Tol trans-Jawa dari Jakarta hingga Solo (yang akan ditangani holding untuk tahap awal) kini telah terbangun 108,8 km dari 506 km yang direncanakan. Setelah ruas Jakarta-Solo selesai, holding direncanakan mengurusi pembangunan tol ruas Solo-Surabaya atau Solo-Banyuwangi.

Ruas tol yang sudah dibangun terbagi dalam tiga ruas, yakni Jakarta-Cikampek (72,50 km), Palimanan-Kanci (28,80 km), dan Semarang Seksi A (7,50 km), yang seluruhnya dibangun dan dioperasikan Jasa Marga.

Tol trans-Jawa yang akan dibangun dalam waktu dekat adalah Kanci-Pejagan (34 km) oleh PT Semesta Marga Raya dengan biaya investasi Rp 2,09 triliun, kemudian Semarang-Solo (75,50 km) oleh PT Jasa Marga dengan biaya investasi Rp 6,135 triliun.

Ruas jalan tol lainnya yang menunggu pembangunan adalah Cikampek-Palimanan (116 km) dengan investasi dari negara tetangga, Malaysia. (RYO)

Thursday, June 28, 2007

Indonesia Harus Berdaulat dalam Pengadaan Beras

Bogor, Kompas - Indonesia harus dan bisa berdaulat dalam masalah beras. Indonesia juga tidak perlu bercita-cita jadi pengekspor beras, tetapi harus jadi eksportir beras on the trend. Tidak menjadi masalah mengimpor beras, selama untuk etika perdagangan internasional dan jumlahnya tidak berlebihan.

Demikian antara lain pernyataan Tim Penelitian Padi (TPP) Institut Pertanian Bogor, yang diketuai Profesor Didy Sopandie, di Bogor, Selasa (26/6). Pernyataan institusi resmi IPB itu berkaitan dengan pencanangan pemerintah untuk meningkatkan produksi padi dan impor bibit padi dari RRC.

Profesor Rizal Syarief, anggota TPP serta Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat IPB, menegaskan, Indonesia bisa berdaulat atas padi/beras karena memiliki berbagai varietas pagi unggulan, yang potensi produksinya tinggi dan sesuai dengan iklim di sini. IPB sendiri sudah menghasilkan 15 jenis padi baru, yang tingkat produksinya tinggi, yakni 7,2 ton sampai 8,9 ton per hektar dengan kadar air 14 persen.

"Jadi, kita tidak perlu mengimpor bibit padi dari RRC yang katanya tingkat produksinya tinggi itu, apalagi kalau sampai ketergantungan. Bibit padi dari RRC itu adalah padi hibrida, yang hanya untuk sekali tanam atau produksi. Padi yang dihasilkannya tidak bisa untuk dijadikan bibit kembali," kata Syarief.

Menurut Syarief, kalau mau jadi pengekspor beras, eksporlah jenis-jenis beras unggulan, yakni beras khusus beraroma yang hanya bisa ditanam di Indonesia. Jenis ini, misalnya, beras pandanwangi cianjur, solok, selebes, borneo, atau rojolele klaten.

Sedangkan anggota TPP IPB yang lain, Dr Aris Munandar, mengemukakan, jenis padi-padi itu belum secara resmi dilepas sebagai varietas unggulan karena tahap uji multilokasi di semua wilayah sentra penghasil padi/beras terkendala dana. (RTS)

Pertumbuhan
Investasi Pemerintah Rendah, Swasta Melesat

Jakarta, Kompas - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, realisasi investasi pemerintah selama semester pertama tahun 2007 diperkirakan akan di bawah target atau besarnya masih kurang dari 10 persen produk domestik bruto atau PDB.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2007, besarnya PDB adalah Rp 3.779 triliun. Adapun target investasi sampai akhir tahun 2007 adalah 12,3 persen dari PDB.

Investasi yang dimaksud terdiri dari belanja modal pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), swasta (terdiri dari penanaman modal asing dan dalam negeri), kemitraan antara pemerintah dan swasta (PPP), perbankan, dan lain lain (terdiri dari penawaran saham perdana oleh suatu perusahaan, dan obligasi korporasi).

"Salah satu penyebab realisasi investasi di bawah target karena belanja modal pemerintah pusat dan daerah yang masih rendah," kata Menkeu dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah mengenai arah dan pokokpokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro 2007 dan 2008, Selasa (26/6) di Jakarta.

Sampai Mei 2007, belanja modal pemerintah baru mencapai Rp 8,9 triliun atau 12,26 persen dari target setahun senilai Rp 73,130 triliun.

Berbeda dengan kinerja pemerintah, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) selama semester I-2007, menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Muhammad Lutfi, akan meningkat 40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

"Untuk realisasi sampai dengan Mei 2007, nilai PMA 3 miliar dollar AS lebih atau setara Rp 30 triliun. Realisasi PMDN 1,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 13,5 triliun. Semuanya ini di atas target," katanya.

Sayangnya, PMA dan PMDN, menurut Lutfi, hanya menyumbang 14 persen dari semua unsur investasi atau pembentukan modal tetap bruto. Investasi lainnya akan lebih banyak dari belanja pemerintah dan BUMN.

Rendahnya realisasi investasi semester I-2007 tidak mengendurkan semangat pemerintah untuk tetap mencapai pertumbuhan ekonomi 6,3 persen tahun ini. Padahal, untuk mencapai pertumbuhan setinggi itu, pemerintah harus mencapai pertumbuhan 6,6 persen semester kedua, sebab pada semester pertama hanya ditargetkan 6 persen.

"Ya caranya dengan kombinasi pertumbuhan investasi dan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi," kata Menkeu.

Dia menambahkan, untuk meningkatkan investasi sudah banyak hal yang dilakukan pemerintah. "Kami mendorong agar pemerintah daerah bisa membelanjakan uangnya untuk pembangunan infrastruktur. Dengan langkah ini, bukan hanya investasi lain akan masuk, tenaga kerja pun akan terserap," katanya.

Anggota Komisi XI DPR Drajad H Wibowo mengatakan, pemerintah memang terlalu optimistis dengan target pertumbuhan sampai 6,3 persen, padahal semua faktor pemicu pertumbuhan tidak mencapai target sebagaimana diinginkan. "Saya tidak yakin pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6,3 persen pada akhir tahun, terutama dengan menggenjot investasi dan konsumsi di semester dua. Saya tidak melihat adanya indikasi yang bisa menguatkan kedua faktor tersebut akan jauh lebih baik di semester II nanti," katanya.

Menurut Drajad H Wibowo, inilah untuk pertama kali, pemerintah merevisi turun target penerimaan. (TAV)

Kesetiakawanan Global Compact 2025

William Chang


Jika kerangka kerja Millennium Development Goals (MDGs)-Based Poverty Reduction Strategy 2015 terwujud, maka Global Compact 2025 antara negara-negara kaya dan miskin untuk mengakhiri kemiskinan global akan berjalan baik. Mungkinkah?

Kesadaran global mendorong sejumlah negara kaya menolong negara-negara miskin yang terlilit utang. Setengah tahun sebelum Pertemuan Kelompok Delapan Negara (G-8) di Heiligendamm, Paus Benediktus XVI menyurati Kanselir Jerman Angela Merkel agar serius memerhatikan kemiskinan global. Membebaskan negara miskin termasuk tanggung jawab moral negara-negara kaya yang berat.

Kesetiakawanan sosial menjiwai program Global Compact 2025. Masyarakat internasional terpanggil untuk meringankan beban hidup sesama yang menderita. Saling bergandengan tangan membebaskan diri dari utang, penyakit, dan kebodohan adalah wujud kepedulian sosial. Sudah saatnya aneka bisnis senjata ilegal, bahan baku persenjataan, pelarian modal, dan pencucian uang hasil korupsi dihentikan.

Seiring program penyejahteraan global, negara-negara miskin wajib menjalankan sistem pemerintahan yang bersih agar percaturan politik, sosial, ekonomi, pendidikan, dan religius lebih bermartabat. Program ini mengandaikan proses rekonstruksi dan reformasi kenegaraan. Swadaya warga masyarakat Indonesia akan mendukung seluruh program pengikisan kemiskinan.

Memerangi kemiskinan

Terlepas dari kekayaan dan keindahan alam, sekitar 45,23 persen dari 440 kabupaten di negara kita masih tertinggal (Kompas, 24/8/2005). Kelaparan, malanutrisi, anak jalanan, tunawismawan, dan tunakaryawan mengisi kantong-kantong kemiskinan negara kita. Kasus Ceriyati, yang lari dari rumah majikannya di tingkat 15 di Kuala Lumpur, mengkritik penanganan kemiskinan di Tanah Air. Strategi apa yang diperlukan dalam memerangi kemiskinan di Tanah Air dan membenahi sistem sosial negara kita?

Dalam memerangi kemiskinan minimal ada enam langkah penting. Pertama, desentralisasi strategi manajemen umum dengan meningkatkan investasi di daerah-daerah terpencil.

Kedua, mengadakan aneka pelatihan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam bidang pelayanan publik.

Ketiga, mengembangkan teknologi informasi untuk memajukan daerah dalam semua sektor kehidupan.

Keempat, mengatasi kesenjangan yang menonjol antara kaum kaya dan miskin.

Kelima, pemerintah harus mengaudit kekayaan penguasa dan mereka yang diduga melakukan pencucian uang (money laundering).

Keenam, memantau dan mengevaluasi penanaman modal masyarakat (J Sachs, The End of Poverty, 2005).

Proses memerangi kemiskinan ini menuntut sistem dan mekanisme kerja pemerintah yang transparan dalam mengelola keuangan. Jaringan permainan antara pejabat dan rakyat yang merugikan negara akan menghambat proses pengurangan kemiskinan. Ketidaksanggupan menertibkan pungutan liar di pelabuhan, Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (LLAJR), bandara, atau di mana pun, akan mencoreng wajah bangsa di mata dunia.

Sumber kejahatan

Sejumlah pandangan sosiologis mengaitkan kemiskinan dengan tindak kriminal. Kemiskinan termasuk sumber kekacauan sosial. Bahkan, belakangan kemiskinan dan ketidakadilan dianggap sebagai akar terorisme.

Benarkah? Tidak seluruhnya benar! Bukankah kekuatan finansial jaringan teroris berskala internasional? Tidak sedikit dana tersedot untuk membeli bahan baku bom dan memobilisasi kaki tangan teroris. Gerakan teroris lebih terkait perwujudan ideologi fundamentalis dan sektarian.

Yang jelas, kejahatan dan kekerasan dalam aneka skala dan bentuk, memiskinkan manusia. Konflik sosial yang berulang kali melanda Tanah Air, telah membentuk iklim sosial yang traumatik, mencekam, dan menakutkan. Keamanan untuk hidup dan bekerja terusik. Bisnis di kawasan wisata (Bali, Parapat, dan tempat lain) yang semula normal, menjadi terpuruk. Ekonomi rakyat terganggu. Devisa dari wisata goyah karena wisatawan tak akan datang di tempat yang tak aman.

Sementara itu, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam dengan senyum menyambut wisatawan asing sambil menawarkan jaminan keamanan. Keamanan sosial adalah modal dasar perkembangan perekonomian rakyat dan harus diprioritaskan. Tanpa keamanan, kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan religius terganggu. Tak mengherankan, patroli keamanan ditingkatkan di kawasan-kawasan rawan kekerasan.

Penanganan kasus-kasus kejahatan (dari premanisme hingga terorisme) harus dilakukan inte- gral, konsisten, dan edukatif. Pengikisan kejahatan adalah langkah penting memperbaiki kondisi ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Gerakan antikekerasan yang diperjuangkan Mahatma Gandhi, dibutuhkan dalam mewujudkan masyarakat lebih sejahtera, aman, damai, dan bermasa depan sesuai semangat MDGs- Based Poverty Reduction Strategy 2015.

William Chang Ketua Program Pascasarjana STT Pastor Bonus

UMKM
Pemberdayaan Membutuhkan Orientasi Baru!

Stefanus Osa


Dua setengah tahun pemerintahan ini berjalan menuju tahun 2009. Titik perhatian kegiatan usaha berubah dari konteks ekonomi kapitalistik menjadi ekonomi populis. Implementasinya terhadap pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah butuh orientasi baru.

Kentalnya nuansa populis itu diungkapkan Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali dalam orientasi wartawan tentang "Pendalaman Kebijakan Kementerian Koperasi dan UKM", Kamis (21/6), di Jakarta.

"Kini orientasi kita tidak lagi bersifat ekonomi yang sifatnya kapitalistik, tetapi lebih akrab pada perkembangan ekonomi yang populis atau kerakyatan. Perhatian media massa terhadap perkembangan ekonomi kerakyatan adalah langkah yang tepat," ungkap Suryadharma.

Komitmen memerhatikan rakyat tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM. Namun, ada pertanyaan menggelitik yang diajukan peserta. "Dalam dua setengah tahun sisa pemerintahan ini, Kementerian Negara Koperasi dan UKM mau berbuat apa?"

Suryadharma mengaku telah menekankan deputi-deputinya bahwa populasi pengusaha mikro, kecil, dan menengah sangat besar. Karena itu, kalau kurang memerhatikan nasib rakyat, usaha mewujudkan masyarakat sejahtera tidak akan bisa terwujud.

Namun, perlu disepakati bahwa orientasi baru pemberdayaan UMKM kini tidak bisa ditawar lagi. Perlu disadari, semua pihak tidak bisa lagi asal meneruskan program, tanpa menyentuh kebutuhan sektor riil.

Orientasi baru yang dimaksudkan bakal terjadi sepanjang tahun 2007. Dari 141 rencana tindakan dalam Inpres No 6/2007, Kementerian Negara Koperasi dan UKM mendapat jatah 29 rencana tindakan. Minimal, target populis yang perlu dicapai adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang UMKM, RUU Lembaga Keuangan Mikro, dan RUU Resi Gudang.

Masalah permodalan

Dalam memecahkan kebuntuan masalah permodalan UMKM, orientasi baru yang perlu dijadikan fokus utama adalah aspek pembiayaan. Setidaknya, menurut Suryadharma, ada dua langkah yang perlu dilakukan, yaitu pengembangan lembaga keuangan mikro (LKM) dan program penjaminan kredit bagi UMKM.

Ia mengibaratkan, bantuan pembiayaan melalui dana bergulir semata-mata sebagai ongkos setengah perjalanan. Misalnya, perjalanan dari Jakarta menuju Bandung. Bisa jadi, bantuan pemerintah hanya bisa digunakan untuk setengah perjalanan. Selebihnya, UMKM sendirilah yang harus mencari akal dan mengembangkan kreativitas.

Ironisnya, hingga kini RUU LKM belum disahkan pemerintah. Akibatnya, sejumlah koperasi di beberapa daerah kerap dituding sebagai bank gelap. Kondisi itu tidak bisa dihindari karena kebutuhan modal bagi UMKM sudah sangat mendesak.

Ujung tombaknya adalah koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM mencatat, jumlah koperasi saat ini mencapai 134.963 unit dengan anggota 27,3 juta orang. Total simpanan anggota mencapai Rp 14,8 triliun. Sementara total asetnya bisa mencapai Rp 33 triliun dengan volume usaha Rp 40,8 triliun.

Tahun 2000 hingga 2006, Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah menyalurkan dana bantuan permodalan sebesar Rp 1,1 triliun kepada 10.216 koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam melalui dana bergulir.

Deputi Produksi pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM Muzni HA Djalil memandang orientasi baru justru harus terjadi dalam diri pelaku UMKM. Mengapa?

Dia memberikan contoh yang sungguh menggelikan. Seorang pengusaha meminta bantuan suntikan modal untuk mendirikan pabrik es. Entah bagaimana, koperasi yang menaungi pengusaha itu begitu saja memberikan rekomendasi supaya dana bergulir bisa segera dikucurkan pemerintah.

"Begitu diteliti dan ditinjau kelayakan usahanya, rencana lokasi pabrik itu berada di daerah tandus yang sangat kekurangan air. Lihat, paradigma atau cara berpikir UMKM juga perlu diubah, bukan cuma berorientasi pada cara memperoleh setumpuk uang untuk modal usaha," papar Muzni.

UMKM tidak bisa dilepaskan dari keterkaitan pada koperasi. Karena itu, orientasi baru juga perlu terjadi dalam lembaga koperasi. Melihat adanya anggaran yang dialokasikan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM tidak ingin membiarkan munculnya bentuk "koperasi merpati".

Artinya, serupa dengan burung merpati, koperasi itu hanya berisi pengurus atau anggota yang suka mati-matian mengajukan proposal bantuan modal. Setelah dikabulkan, bantuan modal "disantap" tanpa bekas sedikit pun.

Bentuk "koperasi pedati" juga tidak boleh dibiarkan tumbuh. Koperasi yang sangat bergantung pada suntikan modal mirip dengan kereta pedati. Roda usaha koperasi itu hanya bisa berjalan jika ada suntikan modal.

Menurut Muzni, orientasi baru yang diharapkan munculnya "koperasi sejati". Artinya, koperasi menjadi wadah bagi UMKM untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan.

Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM Muhammad Taufiq mengakui perlunya orientasi baru itu. Menyitir pandangan Francis Fukuyama, ada sinyal yang penting diwaspadai bahwa ancaman terbesar pada abad ke-21 ini adalah semakin banyak negara yang gagal melindungi dan menyejahterakan rakyat.

Menurut Taufiq, ciri-cirinya sangat jelas, yakni ketergantungan hidup pada investor asing dan ketidakberdayaan dalam menegakkan hukum. Karena itulah kekritisan mencermati implementasi Inpres Pemberdayaan UMKM harus dilihat secara jernih, apakah semua pihak ingin mempercepat kegagalan ataukah menghambat kegagalan tersebut.

Tuesday, June 26, 2007

Pajak Ekspor CPO
Dan, Petani Pun Tergelincir

Hamzirwan

Keputusan pemerintah menaikkan pajak ekspor kelapa sawit dan delapan produk turunannya benar-benar mengenyakkan. Pemerintah ingin mengamankan pasokan minyak goreng domestik. Harga minyak sawit mentah atau CPO lokal pun mulai merosot. Tak terkecuali harga tandan buah segar kelapa sawit ikut tergelincir.

Sepekan setelah pemerintah mengumumkan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.011/2007, Jumat (15/6) malam, tentang kenaikan pajak ekspor (PE) sampai 7 persen poin, harga CPO mulai melemah.

Harga CPO di pasar lokal, yang sempat menembus Rp 7.626 per kilogram (kg) pada hari Kamis (7/6), turun menjadi Rp 6.680 per kg pada Rabu (20/6). Adapun harga CPO CIF Rotterdam pada Rabu pekan lalu mencapai 787,5 dollar AS per ton, sementara harga FOB Malaysia 2.600 ringgit Malaysia (753 dollar AS) per ton.

Secara kasatmata, harga CPO mulai turun belakangan ini. Pada Juni hingga September, petani kedelai di Amerika Serikat mulai panen raya, demikian juga petani kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia. Panen raya ini meningkatkan pasokan bahan baku minyak nabati ke pasaran.

Bagaimana kondisi sebenarnya? Panen kelapa sawit di Sumatera sampai kini masih relatif normal. Panen raya diperkirakan baru terjadi Juli nanti.

Kondisi itu menyebabkan harga CPO di pasar internasional kembali terkatrol meski relatif tipis dibandingkan dengan Mei hingga Juni 2007. Komoditas CPO CIF Rotterdam pada hari Jumat (22/6) lalu diperdagangkan pada harga 792,5 dollar AS per ton. Sementara di pasar Malaysia dengan kondisi di pelabuhan eksportir, harga CPO mencapai 775 dollar AS per ton.

Fakta ini menunjukkan tren kenaikan harga CPO di pasar internasional masih terjadi meski agak lemah. Kondisi pasokan bahan baku dan tingginya permintaan merupakan faktor fundamental yang memengaruhi harga. Kekhawatiran produsen biodiesel dan produk konsumer berbahan baku minyak nabati akan kesinambungan pasokan bahan baku membuat harga internasional relatif tetap tinggi.

Kondisi ini yang mendorong pemerintah memutuskan segera merealisasikan kenaikan PE CPO dan turunannya. "Tujuannya, untuk mengamankan persediaan atau suplai CPO dan minyak goreng domestik dengan harga yang terjangkau. Lebih baik kami menyelamatkan masyarakat lebih awal daripada menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan terjadi," kata Menteri Koordinator Perekonomian Boediono, yang mengumumkan kebijakan kenaikan PE tersebut.

Nasib petani

Langkah ini sebenarnya cukup baik untuk mengendalikan harga minyak goreng curah di tengah kondisi masyarakat masih banyak yang susah. Namun, kesiapan pemerintah menyiapkan jaring pengaman untuk mencegah efek domino kebijakan ini di tingkat petani belum sesuai harapan.

Saat PE CPO masih 1,5 persen dengan harga patokan ekspor (HPE) bulan Juni 2007 sebesar 622 dollar AS per ton, harga tandan buah segar (TBS) masih Rp 1.050-Rp 1.400 per kg. Ketika itu, nilai PE dari setiap ton CPO yang diekspor sebesar 9,3 dollar AS.

Nilai PE CPO saat ini menjadi 40,43 dollar AS per ton sejak dinaikkan menjadi 6,5 persen atau melonjak 31,1 dollar AS per ton. Setiap PE naik 1 dollar AS per ton akan menekan harga TBS sawit sebesar 0,14 dollar AS per ton sehingga dengan kenaikan PE CPO sebesar 5 persen, harga TBS turun 4,35 dollar AS (sekitar Rp 39.150) per ton. Ini merupakan hitungan pasti yang muncul akibat kenaikan PE semata. Sementara di lapangan, pergerakan harga TBS sawit petani menjadi lebih liar dari hitungan tersebut.

Kenaikan harga CPO dari 700-an dollar AS per ton menjadi 860 dollar AS per ton membutuhkan waktu sekitar sebulan. Pada kurun waktu itu, harga TBS sawit naik dari Rp 900 per kg menjadi Rp 1.300 per kg.

Akan tetapi, seluruh kenaikan harga TBS tersebut hilang seketika hanya kurang dari sepekan sejak PMK Nomor 61/PMK.011/2007 diberlakukan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Asmar Arsjad mengatakan, harga TBS turun sedikitnya Rp 300 per kg sejak PE dinaikkan.

Petani hanya bisa pasrah menerima kenyataan ini karena dari 10 juta petani pemilik kebun kelapa sawit, baru sekitar 300.000 yang mampu bernegosiasi soal harga TBS dengan produsen CPO. Itu pun sebagian besar merupakan petani yang bergabung dalam wadah koperasi sehingga pasokan TBS-nya sangat menentukan operasional pabrik.

Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Derom Bangun menjelaskan, PE CPO yang lebih besar berpengaruh pada harga domestik karena nilai pajak yang disetor ke pemerintah menjadi lebih besar. Dengan demikian, produsen hilir minyak sawit domestik akan mematok harga pembelian CPO berdasarkan harga pasar internasional dikurangi nilai pajak.

Industri hilir juga ternyata terkena dampaknya. Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Sahat Sinaga mengatakan, kenaikan PE RBD olein dari 0,03 persen menjadi 6,5 persen benar-benar sangat memberatkan industri hilir. Meski ada jaminan pasokan bahan baku, industri pengolahan tetap sulit berkembang karena PE tinggi.

Menurut Sahat, saat ini ada 62 industri pengolahan dengan kapasitas terpasang sebesar 21 juta ton per tahun dengan kebutuhan domestik sebesar 4 juta ton. Jika industri pengolahan terlalu fokus pada pasar domestik, maka utilisasi pabrik hanya terpakai sekitar 25 persen. "Kami berharap pemerintah segera mengkaji kebijakan ini agar tidak timbul efek domino yang negatif, seperti pengurangan kegiatan produksi dan tenaga kerja," kata Sahat.

Tak bisa dimungkiri, produsen CPO dan minyak goreng jauh lebih dulu dan lebih banyak menikmati keuntungan kenaikan harga di pasar internasional. Sementara petani baru menikmatinya sekitar dua bulan belakangan, tetapi harus segera mengakhirinya dalam sepekan saja.

Keseimbangan

Pemerintah tampaknya mulai menyadari bahwa dibutuhkan keseimbangan antara melindungi konsumen dan petani. Setidaknya, begitulah komentar Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pemerintah sudah mengungkapkan rencananya untuk mengevaluasi kenaikan PE CPO pada Juli 2007. Pernyataan ini melegakan karena saat diberlakukan, pemerintah menyatakan baru akan mengevaluasi 3-6 bulan setelah diterapkan.

Pemerintah tampaknya tidak menutup mata bahwa tren penurunan harga minyak goreng curah sudah mulai terjadi sehingga memutuskan mempercepat evaluasi.

Semoga niat baik ini tidak sekadar rencana. Selama ini petani kelapa sawit berjuang sendiri mengelola kebunnya dengan pupuk tanpa subsidi dan infrastruktur yang parah. Kapan lagi mereka menikmati jerih payahnya jika bukan pada saat harga CPO internasional membaik? Sudah saatnya pemerintah menyiapkan strategi revitalisasi perkebunan dan tata niaga yang terintegrasi mulai dari hulu sampai hilir sehingga rakyat tetap senang dan tenang.

Indonesia di Antara Negara Asia

Satu dekade setelah krisis finansial, wilayah Asia yang terguncang secara keseluruhan kini telah bangkit dan memiliki kesiapan lebih baik.

Pengamat menilai perbankan telah lebih transparan, perusahaan kini dikelola lebih baik, tingkat kemiskinan menurun, dan pertumbuhan kolektif wilayah tumbuh dua kali lipat.

Akan tetapi, sementara tren umum memperlihatkan segi positif, wartawan Associated Press Thomas Hogue dan Malcolm Foster mengamati adanya perbedaan dalam laju pemulihan (recovery). (JP, 25/6). Tiga negara yang terpukul krisis paling berat—Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan (Korsel)—tampak menyusuri tiga lintasan yang amat divergen. Perbedaan itu mencerminkan respons masing-masing terhadap krisis.

Korsel yang juga sampai harus minta bantuan 58 miliar dollar AS melalui Dana Moneter Internasional (IMF) dengan cepat membereskan sistem perbankannya dan mereformasi konglomerasi yang dimiliki keluarga. Ekonomi pun sempat mengerut dan tingkat pengangguran membubung. Namun, pada tahun 1999 negara itu telah sehat dan tumbuh kembali.

Krisis memang amat menyakitkan, tetapi telah membuat Korsel berubah dan membangun dasar untuk mengejar pertumbuhan jangka panjang yang lebih stabil. Kini, Korsel jadi salah satu dapur pertumbuhan Asia.

Sementara itu, Indonesia tak kunjung lepas dari lilitan krisis, malah tidak berlebihan kalau dikatakan masih terus berkubang dalam krisis. Krisis memang ikut membantu mengakhiri kekuasaan Soeharto dan menghadirkan kebebasan politik. Namun, perekonomian tetap disandera oleh korupsi yang merajalela, sistem hukum yang lemah, dan investasi asing yang enggan masuk.

Thailand oleh kedua pengamat disebut ada di antara Korsel dan Indonesia. Ada banyak tanda pertumbuhan, tetapi meningkatnya mata uang baht, lalu ketidakpastian politik yang dipicu oleh Pemilu 2006 yang kisruh, juga kudeta September silam membuat pertumbuhan pun tertahan.

Dengan contoh ketiga negara di atas, kita pun melihat relevansi apa yang dikatakan Dirjen Pelaksana Bank Pembangunan Asia Rajat Nag dalam pertemuan pemimpin bisnis di Singapura Minggu (24/6). Nag mengatakan bahwa meski ada kemakmuran, Asia diwarnai kesenjangan. Jurang antara kaya dan miskin melebar, dan hal ini bisa menimbulkan ketegangan.

Kita yang sudah sering mendengar dan menyaksikan bahaya yang timbul dari masyarakat yang diliputi kesenjangan perlu ikut dalam upaya Asia mengatasi masalah ini, meskipun sikon diri masih rapuh.

APBN-P 2007
Penerimaan Pajak Turun, Defisit Naik Menjadi 1,6 Persen

Jakarta, Kompas - Pemerintah akan mengubah defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan atau APBN-P 2007 dari sebelumnya 1,1 persen terhadap produk domestik bruto atau sekitar Rp 45,5 triliun menjadi 1,6 persen dari produk domestik bruto atau senilai Rp 62 triliun.

Perubahan defisit itu antara lain disebabkan turunnya pendapatan dan hibah dari yang ditetapkan sebesar Rp 723,1 triliun menjadi Rp 684 triliun.

Turunnya pendapatan negara dan hibah antara lain juga disebabkan turunnya penerimaan pajak sebesar Rp 509,5 triliun menjadi Rp 489,9 triliun.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memberikan keterangan pers seusai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (25/6).

Rapat dihadiri pula oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan semua menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Boediono mengatakan, bertambahnya defisit anggaran dalam APBN-P terutama karena anggaran negara harus menampung pengeluaran kegiatan-kegiatan yang penting tahun ini.

Namun, saat ditanya apakah pembengkakan defisit APBN 2007 karena menalangi bencana luapan lumpur Sidoarjo, Boediono menolak berkomentar.

Menteri Keuangan menjelaskan, turunnya penerimaan pajak berasal dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) yang diperkirakan turun dari target Rp 261,7 triliun menjadi Rp 250 triliun.

Penurunan penerimaan juga akibat turunnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari target Rp 161 triliun menjadi Rp 152 triliun dan turunnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari target Rp 210 triliun menjadi Rp 191,9 triliun.

Sementara cukai dan hibah masing-masing tetap, yakni Rp 42 triliun dan Rp 2,7 triliun.

Tentang turunnya penerimaan pajak, Sri Mulyani menyatakan karena masalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, suku bunga, dan harga minyak.

Adapun penerimaan pajak perdagangan internasional, lanjut Sri Mulyani, meningkat sedikit dari Rp 14,9 triliun menjadi Rp 17,1 triliun.

Sementara itu, belanja negara diproyeksikan bakal mengalami penurunan, dari Rp 763,6 triliun menjadi Rp 746,4 triliun. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah yang diproyeksikan turun dari target Rp 504,8 triliun menjadi Rp 493,9 triliun dan belanja daerah juga turun sedikit dari Rp 258,8 triliun menjadi Rp 252,2 triliun.

Sejumlah asumsi makro-ekonomi dalam APBN-P 2007 akan disampaikan pemerintah kepada DPR pada Juli 2007. (har/TAV)

Monday, June 25, 2007

Harta negara menguap?

Badan Pemeriksa Keuangan kembali melaporkan penyusutan harta negara dari tahun ke tahun. Nilai penyusutan kekayaan negara itu cukup fantastis. Jika pada akhir 2005 nilai aset negara mencapai Rp1.219 triliun, akhir tahun lalu menjadi Rp1.173 triliun.

Lalu nilai kewajiban negara pada kurun waktu itu justru bertambah, dari Rp1.330 triliun, menjadi Rp1.342 triliun. Dengan demikian, nilai harta bersih (total aset dikurangi kewajib-an), kian bertambah bolong, dari Rp110 triliun menjadi Rp169 triliun. Walhasil, secara keseluruhan nilai harta negara menyusut Rp59 triliun dalam satu tahun saja.

Angka-angka tersebut bukan isapan jempol. Sumbernya resmi, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan hasil audit itu telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.

Masih dari audit BPK, kita juga mendengar adanya rekening liar yang tersebar di banyak departemen. Hingga tahun lalu, jumlah rekening liar mencapai 5.295 rekening. Tahun lalu saja, BPK menemukan rekening liar sebanyak 3.195 rekening, senilai Rp17,6 triliun.

Di instansi mana saja rekening liar itu ditemukan? Nah, ini dia. Temuan terbanyak ada pada Departemen Hu-kum dan HAM (82 rekening), disusul Departemen Kesehatan (47 rekening), Pertahanan (44 rekening) dan Departemen Agama sejumlah 23 rekening.

Selebihnya tersebar di banyak departemen, yang ironisnya tiga diantaranya ditemukan di Departemen Keuangan, yang semestinya menjadi institusi yang paling tertib soal rekening pemerintah ini.

Nilai masing-masing rekening itu tidak tanggung-tanggung. Di Departemen Hukum dan HAM saja, rekening liar itu bernilai Rp49,48 miliar. Di Departemen Agama, sekalipun jumlah rekeningnya tak sebanyak di Departemen Pertahanan atau Depkes, nilainya mencapai Rp46 miliar. Bandingkan dengan jumlah rekening di Dephan dan Depkes, tetapi nilainya masing-masing 'hanya' Rp14 miliar dan Rp19 miliar.

Yang menonjol adalah di Depkeu dan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Meskipun jumlah rekeningnya cuma tiga dan satu, tetapi nilainya masing-masing Rp7 miliar dan Rp5 miliar.

Lalu kita bertanya: Adakah hubungan penyusutan harta negara dengan keberadaan rekening liar yang bertebaran di banyak departemen itu? Mungkin ada, mungkin pula tidak.

Tetapi, kita tidak melihat pentingnya mencari hubungan itu. Kita ingin melihat pemerintah memiliki kesungguhan hati untuk mengatasi penyebab susutnya harga negara tersebut, sekaligus menertibkan keberadaan rekening-rekening liar itu.

Kita ingin negeri ini dikelola benar-benar sesuai prinsip good governance. Artinya, manajemen aset negara tak hanya sekadar tertib, tetapi nilai aset negara itu harus terus berkembang dan bertumbuh karena pengelolaannya rapi, baik dan benar. Selain itu, tak ada yang dicuri oleh birokrasi atau sistem birokrasi yang memungkinkan terjadinya pencurian aset negara.

Tentu itu bukan perkara mudah. Tetapi, tidak mudah bukan berarti tidak bisa. Kita bisa, kalau kita mau. Kuncinya, seberapa besar komitmen penyelenggara negara, mulai dari Presiden dan para pembantunya di kabinet, bersedia memulainya dari sekarang.

Kita sudah mendengar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengeluarkan Instruksi Presiden mengenai pengelolaan aset negara itu. Kita juga mendengar Menteri Keuangan akan mengatur penertiban rekening liar tersebut. Kita ingin kedua tekad itu menjadi langkah yang riil. Bukan sekadar janji surga, seperti lima paket kebijakan ekonomi yang telah keluar sebelumnya, tetapi hilang satu-satu dalam perjalanan delivery-nya.

Teka-teki China

Keajaiban China telah menjadi cerita sukses selama beberapa tahun terakhir, dongeng kebangkitan suatu negara dari puing-puing perekonomian model negara Stalinis menjadi negara mitra dagang utama di dunia. Namun, China mengingatkan kita masih ada sejumlah hal yang masih perlu mendapatkan perhatian.

Salah satu hal terakhir yang muncul adalah soal adanya perbudakan di sejumlah perusahaan China dan adanya temuan figur mainan populer Thomas the Tank Engine, yang dibuat di negara itu ternyata mengandung timah dalam catnya. Sebelum sejumlah masalah itu terungkap, juga ada persoalan makanan anjing yang terkontaminasi, dukungan kepada Sudan terkait pasokan minyak, pelecehan hak asasi manusia, disparitas perekonomian yang sangat mencolok antara perkotaan dan perdesaan serta kontrol ketat kepada media massa.

Mengapa kesalahan-kesalahan tersebut berulang kali terjadi? Hal ini karena banyak pemerintah dan perusahaan cenderung tergoda atau terintimidasi oleh China bahwa mereka tidak akan menjaga masalah itu ke standar hak asasi manusia yang tinggi maupun etika bisnis.

Perusahaan-perusahaan Barat bersemangat melakukan transfer manufaktur ke perusahaan China yang murah sehingga mereka menutup mata dengan apa yang terjadi di sana.

Globalisasi dapat menjadi kekuatan potensial untuk mendorong demokratisasi. Namun, pelanggaran HAM tidak dapat dibiarkan hanya menjadi urusan internal yang tak dapat disentuh.

International Herald Tribune, 22 Juni

Jaringan ATM, antara inovasi dan political will

oleh : Gung Panggodo S.

Mimpi Bank Indonesia dan Perbanas (Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional) untuk membangun sistem pembayaran nasional yang terintegrasi, nampaknya sudah terwujud dalam bentuk lain. Melalui jaringan ATM yang dikelola oleh beberapa perusahaan penyedia jaringan, nasabah dapat bertransaksi di ATM bank lain.

Dalam konsep ideal, hanya dengan memakai satu kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri), nasabah bisa bertransaksi jasa perbankan melalui mesin bank manapun yang ada di Indonesia. Bila mimpi ini sudah terwujud, kita tidak perlu lagi membawa sederetan kartu di dompet hanya karena keterbatasan jaringan ATM.

Saat ini, nasabah yang pada kartu ATM-nya terdapat logo jaringan ATM BCA, Bersama, Alto, ataupun Link, bisa memanfaatkan jaringan ATM tersebut untuk menarik dana tunai, transfer uang, membayar rekening, atau sekadar mengecek saldo tabungan.

Sayangnya masing-masing jaringan ATM ini masih belum tersambung, sehingga nasabah hanya bisa melakukan transaksi pada jaringan ATM miliknya, dengan dikutip charge untuk menutup biaya operasional jaringan, dan tentunya sebagai pemasukan penyedia jaringan.

Kendati demikian, masing-masing perusahaan penyedia jaringan berlomba-lomba memberikan layanan lebih melalui berbagai inovasi. PT Daya Network Lestari (jaringan ATM Alto) misalnya, pekan lalu meluncurkan layanan Alto Debit Card, yang memungkinkan para nasabah bank anggota jaringan ATM Alto untuk mendapatkan kemudahan berbelanja.

Rudy Ramli, Preskom PT Daya Network Lestari (DNL), mengatakan melalui layanan baru tersebut setiap nasabah dapat bertransaksi tidak hanya melalui ATM, namun juga pada setiap toko, supermarket yang memiliki sarana electronic data capture (EDC) untuk melakukan transaksi Alto Debit Card.

Jaringan ATM Alto yang mulai beroperasi pada 1994 dan didirikan oleh tiga bank nasional yaitu Bank Bali (Permata), Bank Lippo dan BII ini, kini telah memperluas jumlah bank peserta menjadi 15 bank yaitu Danamon, BII, Permata, Lippo, Panin, Artha Graha, Bukopin, UOB Buana, Ekonomi, Haga, Hagakita, Kesawan, BNP, Citibank dan Harda.

Presdir DNL Tasza Infra Halim menjelaskan nasabah 15 bank peserta jaringan ATM Alto dapat bertransaksi melalui 3.700 unit ATM yang tersebar di berbagai wilayah.

"Kami menginvestasikan Rp1 miliar mulai dari penyediaan mesin-mesin ECD, hingga integrasi software sistem tersebut. Tahun ini DNL menargetkan pertumbuhan volume transaksi menjadi 8 juta lebih."

Kendala

Rudy menambahkan salah satu kendala berkembangnya transaksi jaringan ATM antarbank adalah soal penyebaran informasi atas layanan tersebut. Masyarakat masih rela antre panjang di depan ATM milik banknya karena merasa lebih aman bila terjadi sesuatu atas transaksi di ATM tersebut.

"Alasan lainnya adalah dengan menggunakan ATM bank lain maka nasabah akan dikenai charge. Padahal charge yang dikenai hanya sekitar Rp3.000, lebih murah bila dibandingkan biaya bila dirinya harus mencari ATM bank miliknya. Coba bandingkan dengan ongkos parkir Rp2.000 ditambah bensin," ujar mantan dirut dan pemilik Bank Bali ini.

Beberapa bank anggota jaringan ATM Alto membebaskan biaya transaksi (charge), sehingga nasabah bisa lebih efesien bertransaksi.

Untuk mengatasi kendala tersebut, jelas Rudy, DNL menjalin kerja sama dengan PT Pos Indonesia dalam hal penggunaan kartu ATM Pos di jaringan ATM Alto. Melalui kerja sama ini memungkinkan nasabah kantor pos yang menggunakan jasa giro online melakukan transaksi melalui semua jaringan ATM Alto.

Lewat inovasi layanan yang diberikan, nasabah lebih mudah memenuhi kebutuhan perbankannya.

Yang kita tunggu saat ini, adalah soal pengintegrasian seluruh jaringan ATM sehingga bisa lebih memudahkan masyarakat bertransaksi perbankan. Secara teknis, hal tersebut nampaknya tidaklah menjadi kendala. Mungkin hanya tinggal political will dari otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia, serta pihak-pihak terkait, yaitu perusahaan penyedia jaringan ATM untuk mewujudkan mimpi tersebut. (gung.panggodo@bisnis.co.id)

Opini disclaimer bukan akhir segalanya

oleh : Parwito

Tiga tahun berturut-turut, sejak ada kewajiban bagi pemerintah untuk membuat laporan keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan selalu memberikan status disclaimer. Ini berarti auditor tidak mempunyai keyakinan untuk menilai kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

Dalam dunia akuntansi, dikenal empat opini yang diberikan auditor, yaitu wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), wajar dengan pengecualian(qualified opinion), tidak memberikan pendapat (disclaimer), dan advers (salah). Dengan demikian, pernyataan disclaimer atas LKPP itu tidak bisa diartikan bahwa laporan keuangan tersebut salah.

BPK menyodorkan sejumlah temuan yang menjadi dasar pemberian opini tersebut. Rentetan catatan yang dikemukakan BPK itu benar adanya.

Administrasi pemerintahan di negeri ini memang belum sempurna. Perlu waktu untuk bisa membenahi persoalan-persoalan tersebut.

Ini tidak mudah, karena yang terjadi di lapangan sering sekali bukan lagi masalah administrasi, tetapi sudah masalah hukum. Misalnya aset negara yang dikuasai oleh orang per orang atau lembaga tertentu.

Di luar masalah ini, masih banyak faktor yang bisa dijadikan alasan mengapa auditor tidak bisa memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan (disclaimer). Masalah lain adalah apabila auditor merasa dibatasi ruang geraknya, dalam kasus ini BPK merasa tidak leluasa untuk memasuki wilayah administrasi perpajakan, karena terkendala oleh Pasal Rahasia Jabatan (Pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan).

Jika kasus seperti ini terjadi di sektor swasta, akuntan publik biasanya dengan tegas akan menyatakan mundur sebagai auditor daripada harus mempertaruhkan reputasinya. Masalahnya, BPK sebagai auditor negara dan satu-satunya tidak mungkin mundur dari 'penugasan' tersebut. Dengan demikian, seburuk apapun penyajian laporan keuangan atau sesempit apa pun ruang gerak mereka, tidak ada istilah mundur bagi BPK.

Tetapi ini sama sekali berbeda dengan kasus pejabat yang enggan mundur. Padahal, pejabat bersangkutan sudah terang-terangan menyalahgunakan wewenang.

Pasal Rahasia Jabatan memang akan menjadi batu sandungan. BPK mengancam terus memberikan opini disclaimer bila akses untuk mengaudit penerimaan pajak terus dibatasi.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap pada pendiriannya untuk mempertahankan perlindungan maksimal bagi wajib pajak. Perang pernyataan seperti ini seharusnya memang tidak perlu terjadi.

Bila BPK dan pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan, bersedia duduk bersama, rasanya tidak ada yang tidak bisa diselesaikan. Apalagi bila kita mengingat bagaimana awal mulanya Pasal Rahasia Jabatan ini.

Dalam penjelasan UU KUP 1983 (naskah asli), disebutkan bahwa untuk kepentingan pengamanan keuangan negara yang dilakukan oleh pejabat pemeriksa yang ditugaskan untuk itu, baik oleh BPK maupun BPKP, menteri keuangan dapat memberikan izin kepada badan-badan tersebut untuk melihat bukti-bukti perpajakan yang terkait dengan kerahasiaan dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara yang ada hubungannya dengan masalah perpajakan.

Justru tidak normal

Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia Ahmadi Hadibroto tidak mempermasalahkan apa pun opini yang diberikan BPK. Menurut dia, justru aneh dan mengundang tanya banyak orang jika BPK sampai memberikan opini unqualified atas laporan keuangan pemerintah.

"Sejak Indonesia merdeka, aset-aset negara berserakan tidak karuan. Tidak mungkin membenahi aset-aset tersebut hanya dalam waktu tiga tahun. Aneh dan tidak normal justru bila opininya menjadi qualified," katanya kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Opini disclaimer memang bukan kiamat. Yang penting adalah bagaimana pemerintah dan BPK sepakat terhadap tahapan-tahapan perbaikan dalam laporan keuangan tersebut. Dengan demikian, dapat ditargetkan pada LKPP tahun berapa pemerintah yakin bisa menyandang gelar WTP (wajar tanpa pengecualian).

BPK sangat paham, pekerjaan pemerintah yang terkait dengan tertib pembukuan ini sangat banyak, termasuk penyempurnaan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) itu sendiri, sehingga lebih operasional. Selain itu, hampir sebagian besar institusi pengguna anggaran atau satuan kerja tidak memiliki tenaga pembukuan yang memadai.

Pemerintah tampaknya harus merekrut lebih banyak lagi tenaga akuntan atau pembukuan. Program sekolah kedinasan, seperti STAN, pantas dibuka di berbagai daerah, yang lulusannya bukan hanya mengisi kantor-kantor pajak.

Usulan BPK agar tenaga akuntan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) didistribusikan untuk membenahi laporan keuangan di semua instansi pemerintah, sebenarnya sangat masuk akal. Namun, usulan tersebut terkesan 'ada udang di balik batu,' karena selama ini BPK gencar mempromosikan pembubaran BPKP.

Pola kerja sama antara BPKP dan Pemerintah Provinsi Gorontalo barang kali bisa lebih dikembangkan. BPKP, dengan demikian, bisa mengambil peran sebagai 'divisi akunting' dalam sebuah perusahaan bernama Pemerintah Republik Indonesia.

Alternatif lain, status direktorat pencatatan dan akuntansi pemerintah dinaikkan menjadi unit eselon satu, sehingga dapat berperan lebih maksimal.

BPK pantas mendapat acungan jempol. Kantor akuntan publik kaliber internasional saja membutuhkan waktu enam bulan untuk mengaudit laporan keuangan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Bayangkan berapa kali lipat size laporan keuangan entitas yang bernama Pemerintah Republik Indonesia ini.

Namun, dengan segala keterbatasan yang ada, BPK dalam dua bulan mampu melakukan audit atas 689 objek pemeriksaan dengan cakupan nilai Rp1.694 triliun dan US$ 15,14 miliar, atau setara dengan 87,95% realisasi anggaran. Ini merupakan bukti bahwa antara auditor dan auditee telah terjalin saling pengertian dan kerja sama yang baik sesuai dengan bidang tugas masing-masing. (parwito@bisnis.co.id)

Mengakhiri 'selingkuh'

dokter dan industri farmasi

oleh : Yeni H. Simanjuntak

Kalau akhirnya Anda terpaksa harus pergi ke dokter, tanyakanlah berapa banyak pasien yang dia sarankan penanganan penyakitnya harus lewat meja operasi. Itu perlu ditanyakan karena akan menjadi dasar bagi Anda untuk mengambil keputusan apakah tetap dirawat olehnya atau berpaling ke dokter lain.

Bila dalam setahun hanya 10% dari jumlah pasien yang ditanganinya harus menjalani operasi, maka dokter tersebut pantas mendapatkan kepercayaan Anda. Tapi apabila 25% hingga 50% dari jumlah pasiennya harus ditangani di ruang operasi, maka itu bisa menjadi indikasi bahwa ada kredit yang tengah 'dilunasi' si dokter untuk 'mengejar setoran'. Nah, bila persentasenya mencapai 80%, dokter itu layak mendapat julukan dangerous doctor, dan segeralah cari dokter lain.

Itu adalah guyonan yang disampaikan Anggota Komisi IX DPR Hakim Sorimuda Pohan dalam acara diskusi mengenai kelangkaan dan mahalnya harga obat beberapa waktu lalu. Guyonan yang disambut tawa semua orang yang hadir di acara itu.

Seperti kentut, praktik-praktik 'haram' dunia kedokteran memang tercium tak sedap tapi tidak kelihatan. Hal paling sederhana dan paling banyak dibahas dalam beberapa waktu terakhir adalah independensi dokter dalam menuliskan resep untuk pasiennya. 'Selingkuh' antara pabrik obat dan dokter-yang sudah pasti merugikan pasien--belakangan mendapatkan sorotan tajam.

Poin-poin etika promosi obat antara GP Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI):
* Dokter dilarang menjuruskan pasien membeli obat tertentu karena dokter bersangutan telah menerima komisi dari perusahaan farmasi tertentu.
* Dukungan perusahaan farmasi pada pertemuan ilmiah dokter tidak boleh dikaitkan dengan kewajiban mempromosikan atau meresepkan suatu produk.
* Dukungan kepada dokter secara individual dalam rangka pendidikan berkelanjutan terbatas pada biaya registrasi, akomodasi, dan transportasi.
* Perusahaan farmasi dilarang memberikan honorarium atau uang saku kepada dokter yang menghadiri pendidikan berkelanjutan, kecuali sebagai pembicara atau moderator.
* Donasi pada profesi kedokteran tidak boleh dikaitkan dengan penulisan resep atau penggunaan produk perusahaan tertentu.
* Pemberian donasi dari perusahaan farmasi hanya diperolehkan untuk organisasi profesi kedokteran, bukan untuk dokter individual.
* IDI harus memverifikasi berbagai kegiatan resmi organisasi, terkait dengan sponsorship dari anggota GP Farmasi Indonesia.
Sumber : GP Farmasi

Promosi obat industri farmasi yang tidak etis telah membuat pasien semakin tersakiti. Hadiah untuk sang dokter, harus dibayar si pasien lewat harga obat yang mencekik leher. Pasien tidak punya pilihan karena dokternya sudah terikat 'kontrak' tidak resmi dengan produsen obat.

Kalau memang praktik serupa ini tidak pernah ada, tidak mungkin Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sampai merasa perlu untuk melakukan penandatanganan kesepakatan bersama etika promosi obat pada 12 Juni lalu.

Dalam kesepakatan itu dokter dilarang menjuruskan pasien membeli obat tertentu karena dokter bersangkutan telah menerima komisi dari perusahaan farmasi tertentu. Masih ada sejumlah poin lainnya yang intinya ingin menegakkan independensi dokter dalam menjalankan tugasnya.

"Kami memang tidak memiliki data mengenai pelanggaran kode etik itu, namun saya yakin pelanggaran itu sangat mungkin terjadi. Jadi kesepakatan ini untuk penegasan," kata Ketua Umum GP Farmasi Indonesia Anthony Ch Sunarjo.

Menepis bias

Pertengahan Maret lalu, organisasi perusahaan farmasi internasional di Indonesia (IPMG) juga memperketat aturan promosi dan pemasaran obat oleh para anggotanya, lewat revisi terbaru kode etik organisasi itu.

Ketua IPMG Ahmet Genel mengatakan revisi kode etik IPMG itu diadopsi dari revisi terbaru International Federation Pharmaceutical Manufacturers & Association (IFPMA).

Namun, Genel membantah bahwa pengetatan aturan mengenai promosi dan pemasaran obat tersebut didasarkan pada adanya dugaan praktik promosi yang tidak sehat antara perusahaan farmasi dan dokter.

"Ini [kode etik] dibuat bukan atas adanya dugaan telah terjadi praktik tidak sehat antara produsen obat dan dokter. Kami ingin obat-obat yang diproduksi dipasarkan secara etis dan dokter dapat membuat keputusan tanpa bias," ujarnya berupaya meyakinkan.

Perusahaan farmasi yang tergabung dalam IPMG hanya diperbolehkan memberikan hadiah kepada profesi kesehatan dalam rangka acara nasional, budaya, atau keagamaan yang penting, dengan nilai maksimal Rp500.000, tidak boleh lebih.

Sebelumnya, perusahaan farmasi diperkenankan untuk memberikan hadiah senilai Rp500.000 untuk ulang tahun dan hadiah senilai hingga Rp2 juta untuk hadiah pernikahan. Tapi kini, hadiah untuk perayaan ulang tahun dan pernikahan telah diharamkan.

Batasan rupiah untuk membuat pekerjaan dokter tidak berbias juga ditetapkan oleh GP Farmasi, misalnya, lewat suvenir promosi yang harus bernilai wajar yaitu maksimum US$20 dan honorarium pembicara seminar yang tidak boleh melebihi US$300.

Sayangnya, tidak ada batasan rupiah yang ditetapkan apabila perusahaan farmasi ingin memberikan hadiah untuk perayaan tertentu, seperti hari besar keagamaan, kepada dokter.

Masalah independensi pastinya bukan hanya monopoli dokter dan industri farmasi. Dalam Pedoman Perilaku Hakim, seorang hakim juga disebutkan hanya boleh menerima hadiah yang nilainya tidak lebih dari Rp500.000.

Nilai itu disebut-sebut jauh lebih rendah dari standar kode etik hakim internasional yang memperbolehkan hakim menerima hadiah dengan nilai maksimal US$200 atau setara dengan Rp1,8 juta.

Bagaimanapun, upaya menciptakan transparansi kerja berbagai profesi memang layak dihargai. Semoga saja kode etik tadi tidak sekadar disimpan dalam laci meja yang kemudian dilupakan di saat tidak ada yang mengawasi.

Sulit memang. Sebab perselingkuhan memang mencurigakan, tapi sulit dibuktikan. (yeni.simanjuntak@bisnis.co.id)