Dana Parkir di Bank Karena Berbagai Alasan
Jakarta, Kompas - Pemerintah di daerah mengemukakan berbagai alasan yang membuat mereka memarkir sementara dananya di Bank Pembangunan Daerah masing-masing, yang selanjutnya oleh bank ditempatkan pada Sertifikat Bank Indonesia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melontarkan kritikan kepada pemerintah daerah yang memarkir cukup besar dananya, hingga mencapai Rp 96 triliun pada bank. Pemerintah daerah diharapkan mengoptimalkan dana tersebut untuk mempercepat pembangunan dan pergerakan perekonomian di daerah.
Penempatan dana daerah pada bank yang selanjutnya dibelikan SBI yang bunganya dibayar Bank Indonesia, daerah ibarat mendapat dana dari kantong kiri dan kantong kanan negara.
Langkah itu ditempuh pemerintah daerah karena adanya berbagai kendala dalam pemanfaatan dana tersebut.
Pemerintah Kalimantan Timur misalnya, dari Rp 4,225 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya, yang sudah dipakai untuk membiayai berbagai program pembangunan belum sampai 20 persen. Penggunaan dana rendah karena beberapa peraturan dinilai menghambat penyaluran anggaran.
Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial Sekretariat Provinsi Kaltim Nusyirwan Ismail mengatakan di Samarinda, Jumat (24/8), mengatakan, peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Presiden 70/2005 sebagai perubahan ketiga atas Keputusan Presiden 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Permendagri, kata Nusyirwan, memperlama pembuatan APBD sekaligus penyalurannya. Perpres mewajibkan proyek berdana besar melewati lelang sehingga realisasinya juga lama. Itu belum termasuk permasalahan saat pelaksanaan proyek yang cukup menghambat penyelesaian.
Kondisi serupa juga terjadi pada proyek yang dibiayai APBN di Kaltim yang bernilai Rp 3,5 triliun tahun ini, sementara dana yang sudah dipakai menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kaltim Sulaiman Gafur, baru sebesar 27,8 persen.
Sulaiman mengatakan, saat ini penyerapan anggaran rendah karena kebanyakan proyek belum jalan, dan tender masih berjalan. Tetapi, setelah lelang dan proyek berjalan, biasanya dana mengucur deras. Ia memperkirakan, proyek-proyek akan terlaksana mulai September.
Karena itu, sebelum digunakan, oleh BPD lalu disimpan dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia. “Tidak ada kesengajaan kenapa uang disimpan di SBI," kata Kepala Biro Keuangan Setprov Kaltim Hazairin Adha.
Direktur Utama BPD Kaltim Aminuddin mengatakan, dana pemerintah yang disimpan di BPD, memang dioptimalkan dengan menempatkannya pada SBI yang risikonya lebih rendah dan sewaktu-waktu bisa ditarik.
Aminuddin mengatakan, dana pemerintah se-Kaltim yang disimpan di BPD mencapai Rp 5,3 trilliun. “Kepemilikan SBI BPD Kaltim Rp 5,7 triliun per 20 Agustus 2007," katanya.
Gubernur Riau, Rusli Zainal menyatakan, besarnya simpanan pemerintah Provinsi Riau di perbankan bukanlah cerminan dari ketidakproduktifan. Itu lebih karena dana tidak dapat langsung dibahas dengan mekanisme APBD.
"Dana itu bersumber dari dana bagi hasil yang belum dibahas dalam APBD. Karena belum ada dalam APBD lantas mau ditempatkan di mana, tentunya di bank. Kami tidak dapat menggunakan dana itu karena belum masuk APBD ataupun APBD-Perubahan. Penempatan itu justru supaya uang itu lebih aman dan jelas. Bukan karena tidak produktif. Buktinya 96 persen dana APBD Riau terserap," kata Rusli Zainal di Pekanbaru.
Menurut Rusli, kalaupun Riau terlihat memiliki simpanan dana yang besar, itu lebih disebabkan dana bagi hasil yang diserahkan pemerintah pusat ke daerahnya juga besar. Untuk tahun 2007, dana perimbangan pusat dan daerah yang diterima Riau mencapai Rp 5 triliun lebih.
Tidak soal
Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang menyatakan, penyerapan dana untuk pembangunan di Kalteng berjalan baik sehingga tidak ada yang masuk ke SBI. “Pengesahan APBD juga tidak ada masalah sehingga semua berjalan tepat waktu. Ini karena pembahasannya sudah dilakukan sejak awal. APBD 2008 misalnya, sekarang sudah mulai dibicarakan sehingga diharapkan begitu disahkan langsung dapat dijalankan," kata Teras.
Ditambahkan, proses tender pun tidak menjadi persoalan. Begitu pagu sudah didapat, tender proyek sudah bisa mulai dilaksanakan. Pola semacam ini menghindarkan kemungkinan proyek berjalan lamban hanya karena masa tender berlarut-larut. Tahun ini, APBD Kalteng sebesar Rp 1,1 triliun, naik dibanding 2006 yang Rp 903,782 miliar.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Thampunah Sinseng menambahkan, uang daerahnya tidak ada yang diparkir di bank.
Masih Kecil
Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu Mardiasmo menyebutkan, hingga pertengahan Agustus 2007, realisasi anggaran belanja daerah yang telah dikucurkan Depkeu ke pemerintah daerah pada tahun 2007 mencapai Rp 140 triliun atau sekitar 54 persen dari total belanja daerah Rp 258,8 triliun.
Artinya, jika total dana pemda yang masih tersimpan di perbankan mencapai Rp 96 triliun, seperti disebutkan Presiden, berarti sebagian besar dana yang telah disalurkan pemerintah pusat masih mengendap, belum terpakai.
Ketua Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Winny E Hassan mengatakan, sebagian besar dana BPD merupakan milik pemda setempat. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per Juni 2007, total dana BPD seluruh Indonesia Rp 140,31 triliun.
Mardiasmo mengatakan, sebagian besar dana yang disalurkan pemerintah pusat ke daerah adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 66,7 persen atau sekitar Rp 93,38 triliun, kemudian Dana Alokasi Khusus (DAK) atau sekitar Rp 30,8 triliun, dan selebihnya disalurkan untuk dana otonomi khusus dan penyesuaian.
"Dari dana yang telah disalurkan pemerintah pusat tersebut, kami masih menghitung anggaran daerah yang benar-benar diserap atau digunakan untuk sektor riil," katanya.
Anggaran belanja daerah dialokasikan untuk tiga pos pengeluaran utama, yakni anggaran belanja pegawai, modal, dan belanja barang. Anggaran belanja pegawai merupakan komponen terbesar.
Belanja pegawai tahun 2005 dialokasikan sebesar Rp 59,27 triliun atau 42,66 persen dari anggaran belanja daerah tahun tersebut. Alokasinya meningkat di tahun 2006 menjadi Rp 85,01 triliun atau 40,57 persen dari anggaran belanja daerah tahun tersebut. Anggaran ini tergolong konsumsi pemerintah karena tidak masuk ke sektor riil sebagai investasi.
Anggaran belanja modal, yang merupakan indikator investasi pemerintah, pada tahun 2005 tercatat sebesar Rp 26,89 triliun atau 19,35 persen atas anggaran belanja daerah. Jumlah tersebut meningkat menjadi Rp 52,03 triliun atau 24,81 persen terhadap anggaran belanja tahun 2006.
Lambat
Anggota DPR dari Komisi Keuangan dan Perbankan Dradjad H Wibowo mengatakan, penyebab utama rendahnya penyerapan anggaran daerah untuk kegiatan sektor riil adalah keterlambatan pengesahan APBD.
Keterlambatan pengesahan APBD terjadi pada proses pengesahan oleh DPRD setempat dan proses persetujuan oleh Depdagri.
"Solusinya, Depdagri dan pemda harus bersama-sama memperpendek proses pengesahan APBD. Caranya dengan memberi tenggat waktu pengesahan. Birokrasi di Depdagri harus dipangkas. Depkeu juga bisa tetapkan penalti pemotongan DAU pada pemda yang telat mencairkan dananya," kata Dradjad.
Menteri Koordinator Perekeonomian Boediono mengatakan, "Bagi daerah yang dananya masih nongkrong di BPD akan kami lihat masalahnya apa. Kemudian pemerintah akan coba bantu."
Mengenai apakah pemerintah pusat akan memberikan semacam hukuman bagi daerah yang masih juga meletakkan danannya di BPD, Boediono menjawab, hal tersebut saat ini belu perlu dilakukan. "Persoalannya kan sebetulnya politik di daerah, penyusunan RAPBD masih sangat lambat karean DPRD dan pemda," katanya.
Berdasarkan data Bank Indonesia per Juni 2007, penempatan dana BPD di SBI selama semesterI-2007 naik Rp 11,07 triliun dari Rp 37,26 triliun pada Januari menjadi menjadi Rp 48,33 triliun pada akhir Juni.
Dibandingkan dengan kelompok bank yang lain, kenaikan penempatan dana di SBI oelh BPD memang yang tertinggi.
Untuk bank persero dan swasta nilainya malah turun. Penempatan dana bank persero di SBI pada Januari sebesar Rp 43,31 Triliun turun menjadi Rp 36,06 triliun pada Juni. Sementara bank swasta turun dari Rp 98,74 triliun pada Januari menjadi Rp 85,85 triliun pada Juni.
Sementara untuk bank campuan, penempatan dana di SBI naik dari Rp 9,28 triliun pada Januari menjadi Rp 11,3 triliun pada Juni. Untuk bank asing, nilainya naik dari Rp 18,17 triliun pada Januari menjadi Rp 20,52 triliun pada Juni.
Dirjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan Mardiasmo mengatakan, mengenai dana pemda yang masih banyak diletakkan di BPD, maka pemerintah akan melihat kasus per kasus. "Dalam waktu dekat ini kami akan memanggil pemda dan BPD. Kami akan membicarakan dengan kepala daerah kira-kira langkah apa yang akan dilakukan ke depan untuk mempercepat eksekusi penyelesaian APBD," katanya. (SAH/BRO/CASfAJ/OIN/tav)
No comments:
Post a Comment