Wednesday, August 15, 2007

telekomunikasi


Antara Temasek dan Pemerintah

Imelda Maidir

Ramai diberitakan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU sedang menyelidiki kemungkinan PT Telkomsel melakukan persaingan semu dengan PT Indosat Tbk, dan didalangi Temasek Holdings dari Singapura yang secara tidak langsung memiliki saham di kedua perusahaan tersebut.

Kedua perusahaan itu dituding melakukan persaingan fiktif dalam penentuan tarif dan/atau alat persaingan lainnya (nonharga) demi kepentingan pemiliknya, tetapi merugikan konsumen.

Menurut Tim Pemeriksa KPPU, kelompok Temasek melanggar Pasal 27 huruf a yang berbunyi: "Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu".

Semula ada anggapan KPPU akan menghentikan pemeriksaan setelah pemeriksaan pendahuluan. Alasannya, (1) secara prosedural pemeriksaan Tim Pemeriksa KPPU melanggar ketentuan tentang rentang waktu proses pemeriksaan yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999; (2) seandainya perkara tersebut bukan didasarkan atas laporan masyarakat, tetapi dikategorikan sebagai "Perkara Inisiatif", berarti KPPU harus bekerja sesuai ketentuan internalnya yang tidak boleh bertentangan atau melanggar UU No 5/1999.

Kenyataannya, pemeriksaan diteruskan menjadi "Pemeriksaan Lanjutan" terhitung sejak 23 Mei 2007. Pasal yang dituduhkan adalah Pasal 27 huruf a.

Ada beberapa kejanggalan dalam perkara ini. Pertama, dalam pemeriksaan lanjutan jumlah perusahaan terlapor justru lebih banyak dari pemeriksaan pendahuluan. Kedua, KPPU telah menyebutkan bentuk hukuman yang akan dikenakan jika terbukti terlapor melakukan pelanggaran seperti dituduhkan, tetapi belum diungkapkan dasar perkaranya.

Yang pertama harus dilihat ialah kepemilikan saham dari pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha itu. Hasil penelusuran menunjukkan, Temasek Holdings memiliki saham secara tidak langsung pada PT Indosat sebesar 30,615 persen dan pada PT Telkomsel sebesar 18,95 persen. Dengan komposisi kepemilikan saham seperti ini dapat disimpulkan bahwa Temasek Holdings tidak memiliki saham mayoritas di kedua perusahaan tersebut. Jadi, tuduhan bahwa Temasek Holdings melanggar Pasal 27 huruf a tidak berdasar.

Namun, muncul pendapat bahwa kepemilikan saham kelompok Temasek harus dikaitkan dengan kegiatannya yang memengaruhi pasar. Walaupun kepemilikannya kurang dari 50 persen belum tentu Temasek tidak melanggar Pasal 27 huruf a.

Pertanyaan, mengapa Temasek Holdings yang jumlah sahamnya yang jauh di bawah 50 persen (tidak mayoritas) terus diperiksa, tetapi pihak pemerintah, pemilik saham Indosat, dan Telkomsel (kepemilikan kurang lebih sama dengan Temasek Holdings) tidak diperiksa?

Pertanyaan itu memiliki dasar kuat. Pemerintah memiliki saham Indosat 14,29 persen (lebih kecil dari kelompok Temasek, yaitu 30,61 persen) dan memiliki saham Telkomsel secara tidak langsung 33,27 persen (jauh lebih besar dari kepemilikan kelompok Temasek, yaitu 18,95 persen). Dengan kepemilikan tersebut, tidak sulit bagi pemerintah untuk mengarahkan kebijakan kedua perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu.

Ditentukan pemerintah

Sampai akhir 2006, tarif untuk operator seluler ditentukan pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No KM. 27./PR. 301/MPPT-98. Dengan demikian, tidak terlalu keliru jika dikatakan selama kurun waktu tersebut pemerintah dapat menentukan, secara langsung maupun tidak, arah kebijakan kedua perusahaan tersebut.

Penetapan harga oleh pemerintah adalah bukti nyata intervensi pasar dan menjadikan tingkat persaingan harga di antara pelaku usaha menjadi terbatas atau tak berlangsung secara penuh.

Pemerintah juga memiliki saham Indosat dan Telkomsel yang pangsanya tidak jauh beda dengan pangsa kepemilikan tidak langsung Temasek.

Apakah tidak mungkin keputusan KPPU untuk melanjutkan pengusutan terhadap kelompok Temasek justru akan berdampak negatif terhadap upaya pemerintah untuk mengundang investor asing ke Indonesia? Apalagi pemerintah telah menyatakan tidak berniat untuk membeli kembali saham yang dimiliki kelompok Temasek di Indosat.

Ada baiknya menyimak lebih jauh tentang perubahan porsi kepemilikan kelompok Temasek dan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Ini bisa dilihat dari berbagai segi, seperti pendapatan perusahaan dan nilai tambah bruto. Dengan mempergunakan data LPEM UI (Studi Mengenai Kerugian Konsumen Akibat Persaingan Usaha yang Tidak Sehat di Industri Telepon Seluler di Indonesia Mei 2007) dan hasil studi yang dilakukan Pande Radja Silalahi yang dipresentasikan pada seminar yang diselenggarakan Komisi Hukum Nasional terlihat gambaran yang sangat menakjubkan.

Dari segi pendapat usaha, ternyata pangsa Pemerintah Indonesia meningkat dari 22,61 persen pada tahun 2003 menjadi 24,85 persen pada tahun 2006. Dalam waktu yang bersamaan, pangsa kelompok Temasek justru mengalami penurunan dari 21,44 persen pada tahun 2003 menjadi 20,12 persen pada 2006.

Kalau dilihat dari segi nilai tambah bruto, pangsa Pemerintah Indonesia mengalami peningkatan dari 23,43 persen pada tahun 2003 menjadi 26,00 persen pada tahun 2006. Dan dalam periode yang sama pangsa kelompok Temasek justru turun dari 20,57 persen pada tahun 2003 menjadi 19,79 persen pada tahun 2006 (lihat tabel).

Melihat perkembangan ini muncul pertanyaan, bila Temasek benar melakukan koordinasi untuk memengaruhi atau mendikte pasar, apakah kelompok ini tidak menyadari bahwa itu akan merugikan dirinya sendiri? Mengapa KPPU justru tidak menyarankan agar pemerintah tidak menetapkan harga?

Salah satu fungsi utama KPPU ialah mengawasi agar persaingan usaha berjalan sehat tanpa campur tangan dari luar.

Imelda Maidir Graduate Student, Lee Kwan Yew School of Public Policy, National University of Singapore

No comments: