Soal Nota Keuangan RAPBN 2008
JAKARTA - Sejumlah anggota DPR masih mengkritik materi pidato kenegaraan yang dibacakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 16 Agustus lalu. Sekjen PDIP Pramono Anung, misalnya, menyebut pidato presiden itu hanya ideal dari segi tata bahasa.
Namun, substansi dasar pidato tersebut cenderung terasa sebagai penjelasan atas berbagai pencapaian yang diraih. "Itu pun belum sepenuhnya sesuai dengan janji-janjinya kepada rakyat," katanya di Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, kemarin (17/8).
Pram - demikian dia akrab disapa- mengakui pemerintah telah berhasil menjaga kestabilan kondisi makroekonomi. Hanya, kesuksesan yang selalu dibanggakan SBY itu mulai goyang. Salah satu contohnya, sebut Pram, turunnya nilai indeks harga saham gabungan (IHSG) sampai di bawah poin 2.000. Padahal, sebelumnya menembus poin 2.400.
Kondisi tak mengenakkan juga terjadi pada kurs nilai tukar rupiah terhadap dolar yang naik menjadi Rp 9.430 per 1 USD. "Hal-hal begini seharusnya menjadi perhatian dan diakui," tegasnya. Selain itu, sektor mikro belum digerakkan secara optimal.
Pram menyampaikan, waktu bagi pemerintahan SBY sudah sangat pendek. Apalagi, mulai 2008, konsentrasi bangsa akan lebih banyak tersedot untuk persiapan Pemilu 2009. "Perbaikan itu butuh kerja keras, tidak sekadar rapat, tapi juga mengambil keputusan," tegasnya.
Legislator Partai Golkar Yuddy Chrisnandy juga mengkritisi RAPBN 2008. Dia menyebut pemerintahan SBY belum berpihak kepada rakyat. Itu terbukti dari porsi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2008 yang hanya 10,8 persen. Itu berarti, terjadi penurunan porsi anggaran pendidikan sebesar 1 persen dibandingkan APBN 2007. Realitas tersebut dianggap melanggar konstitusi yang mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 persen. "SBY sebenarnya sudah memiliki kesempatan. Tapi, tanpa political will, sampai kiamat pun target anggaran itu tidak akan terealisasi," katanya.
Tak hanya itu, Yuddy juga menyayangkan minimnya anggaran kesehatan yang tidak mencapai enam persen. Dia membandingkan dengan standar WHO (World Health Organization) yang menganjurkan agar suatu negara mengalokasikan minimal 15 persen APBN-nya untuk sektor kesehatan. "Sektor-sektor lain seharusnya lebih diefisiensi," tegasnya.
Sebagai tanggapan atas berbagai kritik pedas itu, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan bahwa kondisi keuangan negara memang sedang tidak ideal. "Tidak berimbang bila harus dikomparasikan dengan standar pengalokasian anggaran yang sangat ideal," katanya.
Dia juga menolak bahwa target-target yang ingin dicapai pemerintahan SBY pada 2008 dianggap tidak realistis. Misalnya, mematok target pertumbuhan ekonomi sampai 6,8 persen. "Tentunya pemerintah sudah punya kalkulasi yang matang," ujarnya.
Menurut dia, target tinggi yang dipatok itu justru menunjukkan adanya kemauan politik yang kuat dari pemerintah untuk berprestasi lebih baik. "Kalau targetnya tinggi, internal pemerintah akan terpicu untuk bekerja lebih keras. Dari eksternal juga diharapkan ada dukungan positif publik," jelasnya.
Mantan Ketum PB HMI itu menyebut RAPBN 2008 sudah menggunakan cara berpikir yang baik. Dengan mengurangi belanja barang untuk dialokasikan ke belanja modal, pemerintah sudah berupaya melakukan efisiensi internal dan memperbesar alokasi anggaran yang berkaitan dengan kepentingan rakyat.
"Sektor riil akan bergerak, pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial akan berjalan," katanya. Anas menegaskan, konstruksi RAPBN 2008 sudah jauh lebih baik daripada APBN 2007. "Bisa dikatakan, RAPBN 2008 sudah lebih berorientasi kepada rakyat," tandasnya. (pri)
No comments:
Post a Comment