Wednesday, August 8, 2007

Subsidi untuk BBM Tinggal Dua Tahun


Berulang Kali Tertunda karena Perkembangan Situasi Sosial Politik

Palembang, Kompas - Pemerintah merencanakan akan mencabut subsidi bahan bakar minyak atau BBM secara bertahap dalam dua tahun ke depan. Penghapusan subsidi akan meningkatkan keekonomian produk dan mendorong penentuan harga yang transparan.

Hal itu dikemukakan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil dalam Lokakarya Restrukturisasi Industri Pupuk Nasional di Graha Pupuk Sriwijaya, Palembang, Jumat (3/8). Acara tersebut dihadiri sejumlah direksi BUMN produsen pupuk.

"Jadi, dalam satu sampai dua tahun ke depan, semua produk BBM akan bebas subsidi," kata Sofyan.

Ia mengatakan, harga produk tanpa subsidi akan mendorong penentuan harga yang transparan dan responsif jika sewaktu-waktu terjadi gejolak harga minyak mentah.

Tahun 2005, pemerintah menaikkan harga premium, minyak tanah, dan minyak solar agar semakin mendekati harga keekonomian. Kenaikan rata-rata mencapai 104 persen. Sejak itu, subsidi BBM diupayakan untuk terus dikurangi. Alokasi subsidi BBM tahun 2007 dipangkas dari Rp 61,8 triliun menjadi Rp 55 triliun. Tahun 2008, subsidi diupayakan ditekan menjadi Rp 49 triliun.

Menneg BUMN mengutarakan, penghapusan subsidi diperlukan untuk meningkatkan nilai keekonomian dari produk BBM. Dengan peningkatan nilai keekonomian, semua produk tersebut akan mendorong peningkatan perekonomian.

Anggota Komite Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas, Adi Subagyo, mengatakan, pemetaan (road map) keekonomian harga BBM sudah direncanakan untuk diterapkan sejak tahun 2003. Namun, rencana tersebut berulang kali tertunda karena perkembangan situasi sosial politik.

"Dulu di era pemerintahan Presiden Megawati sudah akan diterapkan sekitar tahun 2004, tetapi kemudian urung dilaksanakan. Kemudian, ketika pemerintah menaikkan harga BBM tahun 2005, rencana itu disampaikan lagi, tetapi dengan catatan menyesuaikan situasi ekonomi, sosial, dan politik," kata Adi.

Pengurangan subsidi BBM atas jenis premium, kerosin, dan solar akan dilakukan secara bertahap. Menurut Adi, pengurangan subsidi premium dan solar dapat lebih cepat dilakukan karena harganya sudah mendekati harga keekonomian. Sementara untuk minyak tanah, terdapat perubahan mekanisme pengurangan subsidi dengan dijalankannya konversi ke elpiji.

Distorsi

Menneg BUMN menilai semua industri yang memproduksi kebutuhan domestik mengalami distorsi harga karena produknya terus disubsidi oleh pemerintah, antara lain pupuk, gas, dan bahan bakar minyak.

Produk yang terus disubsidi tersebut mengakibatkan produsen sulit untuk menentukan harga keekonomian setiap produk. Padahal, perekonomian hanya akan berkembang dan mampu bersaing jika harga produk yang dihasilkan mencerminkan nilai keekonomian.

Menurut Sofyan, harga produk yang terus disubsidi oleh pemerintah akan menyulitkan BUMN untuk menjadi perusahaan yang sehat dan mampu bersaing dengan perusahaan swasta lain yang mengembangkan investasi di Indonesia. Untuk itu, pemerintah secara bertahap akan mengarahkan harga produk dengan mengikuti harga keekonomian.

Berkaitan dengan penghapusan subsidi BBM tersebut, kata Sofyan, mekanisme subsidi akan diganti dengan mekanisme pengaturan pajak. Hal itu berarti, apabila bahan baku produk meningkat, maka nilai pajak terhadap produk akan dikurangi.(LKT/DOT)

No comments: