Friday, August 24, 2007

Peran Pasar Tradisional Mengatasi Kemiskinan Memudar


Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Daerah menilai pemerintah tengah dihadapkan pada berbagai pekerjaan rumah yang membutuhkan penanganan segera. Rakyat kini tengah menanti adanya kemajuan nyata dari penyelesaian pekerjaan rumah tersebut yang segera dapat dirasakan hasilnya.

Menurut Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita, hari Kamis (23/8), dari hasil kunjungan anggota DPD ke berbagai daerah, didapat masukan soal keluhan masyarakat mengenai kerusakan prasarana irigasi, jembatan, gedung-gedung sekolah, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang serius.

Selain itu, keluhan juga datang dari banyak daerah yang mengalami kekurangan pasokan listrik dan kelangkaan bahan bakar dasar. Semua itu merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah.

"Selain faktor kerusakan prasarana fisik dan defisit pasokan energi, juga dirasakan adanya kelangkaan atau kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok. Kenaikan itu kemungkinan besar dipicu oleh antisipasi pasar atau peningkatan permintaan menjelang bulan Puasa dan Lebaran," kata Ginandjar pada Sidang Paripurna Khusus DPD-RI.

Dalam kaitan itu, DPD berharap pemerintah bisa segera mengambil langkah-langkah untuk memelihara ketersediaan dan stabilitas harga-harga bahan pokok. Hal itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari beban ekonomi yang berat.

Dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, tema rencana kerja pemerintah tahun 2008 adalah percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.

Pasar tradisional tergeser

Dalam kesempatan itu, DPD juga menyampaikan keprihatinannya atas munculnya fenomena di berbagai daerah soal tergesernya pasar tradisional. Kemandirian ekonomi kerakyatan lewat pasar tradisional yang sesungguhnya lambat laun telah memudar.

Posisi pasar tradisional tersebut digantikan oleh pasar-pasar modern dan toko-toko, yang dibanjiri oleh produk impor. Produk impor yang masuk tak hanya sebatas komoditas berkualitas tinggi, tetapi juga produk pada level yang paling sederhana.

Kebanggaan dan semangat menjadi bangsa telah tergeser oleh konsumerisme yang didukung kekuatan promosi para pemodal besar yang mengglobal.

"Dalam konteks ini kami ingin berbicara mengenai kemandirian bangsa sebagai hakikat dari kemerdekaan. Hakikatnya, setiap bangsa punya kemampuan untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya," ungkap Ginandjar.

Di bidang ekonomi, upaya ini selayaknya dilakukan dengan mendorong perkembangan produksi di dalam negeri.

Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Jalan proteksi untuk memanfaatkan pasar dalam negeri yang cukup besar adalah cara paling gampang, namun sejak Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia dan berbagai kesepakatan multilateral lainnya, konsep itu sudah tak leluasa lagi dijalankan.

Untuk itu, perlu ditempuh cara lain, seperti mendahulukan penggunaan hasil-hasil produksi dalam negeri oleh instansi pemerintah. Langkah ini tidak bertentangan dengan norma perdagangan bebas karena pemerintah bertindak sebagai konsumen, dan konsumen berhak untuk menentukan pilihannya. (faj/ast)

No comments: