Harus Ada Instrumen Stabilisasi Harga yang Sistemik
Jakarta, Kompas - Kenaikan harga beragam bahan kebutuhan pokok amat memberatkan rakyat miskin karena liberalisasi pasar dijalankan tanpa jaring pengaman yang memadai. Mekanisme pasar seharusnya dijalankan dengan kesiapan pemerintah melakukan stabilisasi dan pengaturan saat terjadi lonjakan harga.
Pandangan itu disampaikan pengamat ekonomi Faisal Basri di Jakarta, Selasa (21/8). Menurut Faisal, pemerintah seharusnya memiliki instrumen stabilisasi yang tidak sekadar dijalankan reaktif, melainkan sistemik setiap kali dibutuhkan.
"Menyikapi kenaikan harga minyak goreng, misalnya, seharusnya pemerintah menggelar operasi pasar bukan sekadar seperti pasar murah, tetapi built in dengan raskin (program beras untuk rakyat miskin) yang didistribusikan Bulog," ujar Faisal.
Selain itu, pemerintah perlu menetapkan harga batas atas di tingkat pabrik ketika terjadi tren kenaikan harga dunia. Jika harga batas atas yang ditetapkan menyebabkan kerugian produsen, pemerintah dapat memberikan kompensasi sepenuhnya. Dengan penetapan harga di pabrik, kenaikan harga yang terjadi di jalur distribusi lebih mudah terdeteksi dan diatasi.
Pola jaring pengaman ini dapat dibiayai dengan pendapatan pemerintah dari pajak ekspor. Pola yang sama juga diterapkan di Malaysia.
"Jika pemerintah tidak siap dengan mekanisme jaring pengaman itu, jangan sekali-sekali meliberalisasi pasar," ujar Faisal.
Identifikasi faktor penyebab
Kenaikan harga pada beragam bahan kebutuhan pokok, antara lain beras, minyak goreng, gula, susu, minyak tanah, telur, daging, cabai, hingga bawang merah, secara riil bisa didorong oleh beragam faktor. Faisal menyebutkan, dibutuhkan identifikasi masalah terkait dengan setiap produk itu.
Pada produk sayur-mayur dan perikanan, misalnya, faktor musim bisa amat berpengaruh. Sistem distribusi dan mekanisme persaingan di pasar menjadi faktor yang juga menentukan tingkat harga beragam produk lain.
Senada dengan Faisal, Ketua Komisi VI DPR Didik J Rachbini menegaskan, pemerintah perlu melakukan intervensi langsung terhadap perdagangan barang atau jasa yang strategis bagi masyarakat, termasuk beras, minyak tanah, gula, dan beragam bahan kebutuhan pokok lainnya.
"Kenaikan harga itu juga bisa dicegah dengan memperbaiki saluran distribusi dan infrastrukturnya," ujar Didik.
Terkait dengan persaingan usaha, Didik menekankan pentingnya pemerintah memastikan penegakan hukum berjalan. "Jika ada kenaikan harga karena monopoli, kartel, dan penimbunan, pelakunya harus dihukum."
Harga di daerah
Kabar dari Bandar Lampung menyebutkan, harga kebutuhan pokok di wilayah itu terus bergerak naik. Lonjakan harga terjadi akibat kenaikan biaya produksi dan distribusi. Selain itu, sebagian besar produksi pangan dari Lampung terdistribusi ke luar daerah.
Pemantauan Kompas, Selasa, di Pasar Bambu Kuning, Bandar Lampung, menunjukkan, minyak goreng dijual Rp 9.500-Rp 10.000 per kilogram.
Di Palembang, kondisinya setali tiga uang. Harga kebutuhan pokok di Kota Palembang terus naik karena stok di pasar makin menipis. Penyebabnya adalah berakhirnya musim panen padi dan berkurangnya panen sayur-mayur di sebagian wilayah Sumatera Selatan.
Berdasarkan hasil pemantauan di sejumlah pasar tradisional, yakni Pasar Induk 16 Ilir dan Pasar Cinde, Selasa, lonjakan harga paling tinggi terjadi pada berbagai jenis komoditas, yaitu beras, sayur-mayur, dan telur ayam. Harga beras kualitas rendah adalah Rp 4.450 per kilogram, kualitas sedang (IR-64) Rp 5.150-Rp 5.200 per kilogram, dan beras kualitas baik menjadi Rp 7.100-Rp 7.150 per kilogram.
Belum mengkhawatirkan
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Selasa, mengatakan, pemerintah mengakui adanya kecenderungan kenaikan harga beberapa kebutuhan pokok. Namun, kenaikan harga itu dinilai belum mengkhawatirkan karena kenaikan itu memberikan dampak positif dan negatif.
"Masyarakat jangan hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu negatifnya. Namun, juga harus melihat sisi positifnya. Contohnya, kalau harga jagung naik, sisi positifnya tentu akan menguntungkan petani jagung. Negatifnya, akan meningkatkan harga daging ayam dan telur bagi konsumen," kata Wapres.
Karena itu, banyak faktor penyebab, antara lain terbatasnya pasokan karena terjadi rebutan antara kebutuhan untuk pangan dan konversi untuk energi. Selain itu, juga karena faktor bencana alam dan pengaruh ekonomi dunia, seperti naiknya harga produk minyak sawit mentah (CPO) di pasar dunia. Dalam kaitan itu, Wapres Jusuf Kalla memerintahkan kepada Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian untuk segera mengevaluasi dan mengambil keputusan untuk mengatasi kenaikan harga itu.
Mengenai kenaikan harga minyak goreng, Wapres telah memerintahkan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu segera melakukan operasi pasar di sejumlah wilayah. Selain itu, melakukan evaluasi pungutan ekspor CPO. Evaluasi terhadap pungutan ekspor dan operasi pasar harus dilakukan bersama-sama agar memberikan hasil yang maksimal.
Namun, yang jelas, kata Menteri Perindustrian Fahmi Idris, yang ditemui secara terpisah, dengan harga di pasar global yang sangat tinggi, semua pelaku industri CPO akan menjual sebagian besar hasil produksinya ke luar negeri. Ketika diminta pemerintah menjaga pasokan minyak goreng di dalam negeri, harga jualnya pun tidak bisa terus-menerus ditekan.
Sekarang ini pemerintah masih mengevaluasi penerapan pungutan ekspor CPO yang sudah berlangsung tiga bulan, agar masyarakat yang kurang mampu tidak terkena dampak negatifnya.
Subsidi minyak goreng
Mari Pangestu seusai mengikuti rapat koordinasi dengan Menko Perekonomian Boediono, Selasa malam, mengatakan, salah satu opsi yang akan diambil pemerintah adalah memberikan subsidi minyak goreng kepada masyarakat miskin dengan harga terjangkau. Namun, hingga kemarin malam belum disepakati bagaimana distribusi minyak goreng subsidi akan dilakukan.
Saat ini pembahasan mengenai lonjakan harga minyak goreng belum selesai dievaluasi. "Tunggu saja beberapa hari lagi," ujar Mari Pangestu.
Saat ini yang belum selesai disepakati dan dihitung adalah bagaimana distribusinya dilakukan. "Nanti kita tunggu hasil rapat berikutnya," kata Mari.
Menko Perekonomian Boediono menyatakan hal senada. "Tunggu saja beberapa saat ini. Pemerintah akan pantau dengan cermat, jangan sampai ada lonjakan terus," katanya. (DAY/osa/doe/har/hln/oni)
No comments:
Post a Comment