Kualitas Pertumbuhan Masih Mengkhawatirkan
Jakarta, Kompas - Perekonomian nasional cenderung membaik. Namun, pertumbuhan ekonomi masih didorong konsumsi dan permintaan eksternal yang tercermin pada kinerja ekspor. Kinerja ekspor pun masih dikatrol tingginya harga komoditas, sementara hambatan produksi dan investasi belum terurai.
Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (15/8), mengumumkan perekonomian tumbuh 6,3 persen pada triwulan II-2007 dibandingkan dengan triwulan II-2006 dan tumbuh 2,4 persen dari triwulan sebelumnya. Secara kumulatif, perekonomian pada paruh pertama tahun ini tumbuh 6,1 persen dibandingkan dengan semester I-2006.
Laju pertumbuhan ekonomi ini ditunjukkan perkembangan produk domestik bruto (PDB). PDB merekam semua kegiatan ekonomi. Secara umum, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja guna mengatasi pengangguran dan mengurangi kemiskinan. Berdasarkan data Bappenas, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 menciptakan 265.000 lapangan kerja baru.
Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis Statistik Slamet Sutomo menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2007 sebagian besar bersumber dari komponen ekspor barang dan jasa.
"Ekspor, khususnya nonmigas, tumbuh karena harga komoditas ekspor Indonesia masih tinggi di pasar internasional. Perekonomian negara-negara mitra dagang Indonesia, seperti Amerika Serikat dan China, juga membaik. Ini menyebabkan permintaan meningkat," ujar Slamet.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga domestik jadi penyumbang terbesar kedua dengan porsi 2,7 persen. BPS mencatat pertumbuhan konsumsi ini antara lain ditunjukkan oleh peningkatan penjualan otomotif dan peningkatan penggunaan telepon seluler, termasuk pulsanya.
Investasi masih lemah
Pembentukan modal tetap bruto yang menunjukkan investasi fisik menyumbang 1,5 persen. Pertumbuhan investasi ini justru melemah dibandingkan dengan triwulan I-2007. Pada triwulan II, investasi fisik terhitung tumbuh 6,9 persen, sedangkan pada triwulan sebelumnya tercatat tumbuh 7,5 persen.
Pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II-2007 tumbuh 24,18 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun, konsumsi pemerintah berkontribusi paling kecil, yakni 0,3 persen terhadap PDB.
Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia M Chatib Basri mengatakan, investasi yang cenderung turun menunjukkan hambatan kegiatan produksi belum teratasi.
Keterbatasan pasokan energi, infrastruktur, hingga kekakuan pasar tenaga kerja membuat investasi belum tumbuh. Kegiatan produksi semata hanya memanfaatkan kapasitas terpasang yang ada. "Sisi permintaan, seperti ditunjukkan konsumsi domestik ataupun permintaan di pasar ekspor terus menguat. Jika ini tidak segera diimbangi dengan peningkatan produksi melalui investasi, bisa terjadi pemanasan (overheating) ekonomi, inflasi bakal naik," ujar Chatib.
Secara terpisah, Direktur InterCafe Institut Pertanian Bogor Iman Sugema berpendapat, kualitas pertumbuhan ekonomi masih mengkhawatirkan. Hal ini tampak pada masih lambatnya pertumbuhan sektor-sektor penyerap tenaga kerja banyak, terutama pertanian dan industri pengolahan.
Subsektor pertanian tanaman pangan dan peternakan tumbuh negatif pada triwulan II-2007, sementara industri pengolahan belum bertumbuh signifikan, hanya naik tipis dari 5,3 persen pada triwulan I-2007 menjadi 5,5 persen pada triwulan II. "Padahal sebelum krisis, manufaktur bisa tumbuh dua digit," ujar Iman.
Industri pengolahan paling besar menyumbang PDB, selain pertanian dan perdagangan. Akan tetapi, masih lemahnya pertumbuhan industri pengolahan mengakibatkan perannya dalam PDB melemah pada triwulan II-2007, yakni 27,7 persen, dari 28,2 persen pada periode yang sama tahun 2006.
Target tumbuh lebih tinggi
Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi sampai semester pertama, memungkinkan pemerintah mencapai target tahun 2007. DPR memperkirakan target pertumbuhan ekonomi tahun 2008 bakal lebih tinggi dibandingkan dengan target pertumbuhan dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2007 sebesar 6,3 persen. Tingginya target pertumbuhan itu didorong optimisme pemerintah terhadap kecenderungan membaiknya kondisi iklim investasi di dalam negeri.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, pada tahun 2008 terdapat kecenderungan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal itu sudah terlihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi pada semester I-2007 yang lebih besar dari 6 persen.
Didorong belanja modal
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Hafiz Zawawi mengatakan, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerintah akan mengefisienkan penggunaan anggaran dengan menggeser sebagian anggaran belanja barang ke belanja modal. Langkah itu dilakukan karena belanja modal jauh lebih produktif.
Anggaran belanja modal tahun 2008 diperkirakan akan mencapai Rp 101,5 triliun jauh di atas target anggaran belanja modal tahun 2007, yakni Rp 68,3 triliun. Adapun anggaran belanja barang justru turun dari Rp 62,5 triliun di APBN-P 2007 menjadi Rp 52,4 triliun di RAPBN 2008.
Dirjen Perbendaharaan Negara Depkeu Herry Poernomo menyebutkan, daya serap kementerian dan lembaga pengguna anggaran belanja modal hingga saat ini baru mencapai Rp 16,6 triliun atau 22,74 persen dari target APBN-P 2007 senilai Rp 73,1 triliun. (DAY/OIN/HAR/LKT/REN)
Menurut Lapangan Usaha Semester I-2007 terhadap Semester I-2006
LAJU PERTUMBUHAN PDB
1. Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan = 0,7 persen
2. Pertambangan, penggalian = 4,9 persen
3. Industri pengolahan = 5,4 persen
4. Listrik, gas, air bersih = 9,5 persen
5. Konstruksi = 8,6 persen
6. Perdagangan, hotel, restoran = 8,2 persen
7. Pengangkutan, komunikasi = 11,6 persen
8. Keuangan, real estat, jasa = 7,8 persen
9. Jasa-jasa = 7 persen
No comments:
Post a Comment