Thursday, August 16, 2007

Pemodal Banting Harga Saham


Nilai Tukar Rupiah Juga Terpuruk

Jakarta, Kompas - Pemodal panik dan banting harga saham di Bursa Efek Jakarta. Mereka mengabaikan berita bagus, seperti pertumbuhan ekonomi. Penjualan saham besar-besaran menekan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/8), anjlok 6,4 persen atau 139 poin menjadi 2.029.

Penurunan itu merupakan terbesar dalam beberapa tahun ini. Ketika terjadi peledakan bom di Bali, Oktober 2002, indeks melorot 10,4 persen dalam sehari. Sejauh ini IHSG sudah jatuh 372,06 poin atau 15,5 persen dari titik tertingginya 2.401 pada 24 Juli lalu. Selaras dengan IHSG, indeks Kompas100 juga melemah 37 poin atau 6,84 persen.

Pada penutupan perdagangan kemarin, nilai tukar rupiah juga melemah menjadi Rp 9.417 per dollar AS dibandingkan Selasa pada kurs Rp 9.355 per dollar AS. Penguatan dollar AS terkait dengan perburuan mata uang itu oleh pelaku pasar.

Bukti pemodal banting harga saham terlihat dari catatan perdagangan BEJ yang menunjukkan hanya ada 10 saham yang naik harganya, sebanyak 232 yang jeblok, dan hanya 14 saham tetap harganya. Nilai transaksi tercatat Rp 4,4 triliun. Investor asing tercatat menjual saham senilai Rp 884 miliar dan membeli saham senilai Rp 798 miliar sehingga membukukan penjualan bersih Rp 86,2 miliar.

Pada menit-menit pertama perdagangan saham dibuka, indeks sudah jeblok, mengikuti pelemahan yang terjadi di bursa Amerika Serikat. Indeks Dow Jones melemah 1,6 persen menjadi 13.028, semakin mendekati level psikologisnya di 13.000 yang dicapai pada akhir April lalu.

Pasar saham di Asia dan Eropa kemarin juga menurun karena ketakutan akan dampak buruk dari masalah kredit macet perumahan (subprime mortgage) di AS semakin meluas. Namun, banyak pula analis yang mengatakan, dampak buruk dari sektor kredit di AS hanya sementara di Asia. Beberapa isu bagus akan mengalihkan perhatian investor dari masalah ini, seperti pertumbuhan ekonomi kawasan yang tetap tinggi serta data pendapatan korporasi yang baik.

Bursa di kawasan Asia juga ditutup melemah meskipun tidak sedalam Jakarta. Indeks Nikkei-225 yang merupakan patokan pada pasar saham terbesar di Asia melemah 2,2 persen yang merupakan titik terendah sejak 8 Desember 2006.

Bursa Hongkong melemah 2,87 persen, Singapura turun 3,45 persen, Manila merosot 4,1 persen, Kuala Lumpur 2,8 persen. Sementara bursa Shanghai hanya melemah tipis 0,06 persen.

Di pasar saham Eropa, indeks FTSE 100 London melemah 1,6 persen, Perancis turun 1,7 persen, dan Jerman 0,9 persen.

"Di Eropa ada pemberitahuan bahwa pada hedge fund akan menarik dana mereka 40 hari ke depan. Jadi mereka menarik dananya dari pasar berkembang. Investor lokal lalu ikut-ikutan menarik dananya. Sebenarnya, setelah keluar data pertumbuhan ekonomi semester pertama dari BPS, tekanan jual agak mereda," ujar analis dari Paramitha Securities, Rifki Hasan.

Menurut dia, tekanan terhadap pasar saham akan berkurang jika bank sentral AS, The Fed, melakukan pelonggaran moneter pada pertemuan berikutnya karena akan membantu melepaskan tekanan pasar kredit perumahan subprime AS.

Korban bertambah

Setelah Goldman Sachs yang merupakan pengelola dana (hedge fund) terbesar kedua di AS mengumumkan telah menyuntikkan dana 3 miliar dollar AS untuk menyelamatkan investasinya, kemarin firma investasi AS, Sentinel Management Group, menyatakan telah membekukan operasi pengelolaan dananya yang bernilai 1,5 miliar dollar AS karena diserbu investor yang hendak menarik kembali dananya.

Tidak hanya itu, bank besar Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group, kehilangan dana sekitar 43 juta dollar AS yang ditanamkan pada surat utang berbasis kredit subprime di AS. "Investor masih berjuang memahami siapa saja yang merugi akibat krisis kredit di AS. Sebelum kita mendapat gambaran jelas masalah ini memengaruhi bisnis jangka panjang, tetap ada ketidakpastian," ujar analis Barclays Capital, Henk Potts. (AP/AFP/joe)

No comments: