Wednesday, August 8, 2007

Strategi Komunikasi Bank Syariah

Hifni Alifahmi
President Director Spirit Public Relations

Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah baru-baru ini pada pembukaan Munas Asosiasi Bank Syariah

Indonesia (Asbisindo) meminta kalangan perbankan syariah untuk mengupayakan tiga hal seputar sosialisasi dan pemasaran bank syariah. Pertama, sosialisasi dan promosi perbankan syariah agar lebih terarah. Kedua, perbankan syariah memiliki posisi yang cukup kuat dalam industri perbankan nasional. Ketiga, pengembangan dan pemasaran produk dan layanan perbankan syariah lebih optimal (Republika, 16 Juni 2007). Pada kesempatan tersebut, Gubernur BI juga menegaskan kembali target pangsa pasar aset perbankan syariah menjadi lima persen pada akhir 2008 dan 15 persen pada 2015. Semula BI menargetkan pencapaian aset bank syariah sebesar 5 persen dari total aset perbankan nasional pada 2011, kini dipercepat menjadi 5 persen pada 2008.

Sehubungan dengan upaya akselerasi bank syariah itu, Cetak Biru Perbankan Syariah Indonesia telah direvisi beberapa waktu lalu. Untuk mencapai pangsa pasar 5 persen pada akhir 2008 perlu terobosan dari sisi kebijakan otoritas moneter, strategi khusus dari pelaku, dan kolaborasi strategi komunikasi bank syariah, sejalan dengan imbauan Gubernur BI.

Target akselerasi
Kalangan perbankan syariah menanggapi target akselerasi itu dengan cukup beragam. Ada yang menilai kurang realistis, ada juga yang bersikap netral dengan fokus memacu berbagai upaya dan mengharapkan uluran tangan Tuhan untuk mencapai proyeksi tersebut. Namun ada yang optimistis dengan syarat terjadi pertumbuhan nonorganik yang tidak biasa, seperti konversi bank BUMN jadi bank syariah, spin-off, masuknya pemain asing, serta dukungan kebijakan pemerintah.

Laju perkembangan aset bank syariah dalam enam tahun terakhir memang masih merayap. Menurut Data BI, pada 2001 total aset baru Rp 2,72 triliun atau 0,25 persen dari total aset perbankan nasional, lalu meningkat lima kali lipat pada 2004 menjadi Rp15,31 triliun atau 1,2 persen, dan akhir 2006 sebesar Rp 26,7 triliun atau 1,55 persen. Kini, pangsa pasar itu baru bertengger di angka 1,7 persen dari aset perbankan nasional.

Dari segi jaringan, laju pertumbuhan cukup spektakuler. Pada 2001 baru ada 101 kantor BUS/UUS, pada 2004 melonjak 3,5 kali menjadi 355 dan akhir 2006 menjadi 531 kantor. Terobosan unik lahir ketika BI mengeluarkan izin penggunaan kantor bank konvensional untuk memberikan layanan syariah (office channeling/OC) yang menggelembungkan jumlah outlet OC langsung melejit mencapai 456 pada 2006, hampir menyamai jumlah kantor BUS/UUS. Pada Juni 2007, setahun setelah kebijakan OC bergulir, kantor layanan syariah atau outlet OC tampaknya bisa melampaui jumlah kantor BUS/UUS yang telah berkiprah 15 tahun di negeri kita.

Trilogi strategi
Untuk memacu laju pertumbuhan dan memasarkan bank syariah, perlu pendekatan selain dua macam strategi promosi konvensional push-pull strategy, juga harus ditambah pass-strategy. Kita bisa menyebut ketiganya dengan trilogi strategi komunikasi yang memerlukan kolaborasi dari para pemain bank syariah.

Upaya mendorong akselerasi perbankan syariah melalui OC termasuk dalam kategori push-strategy yang intinya menghadirkan produk atau layanan di outlet agar lebih mudah diakses calon nasabah. Strategi OC perlu dibarengi dengan petugas customer service yang aktif mempromosikan kepada calon nasabah. Namun, strategi ini efektif bila produk sudah cukup dikenal nasabah secara massal setelah melalui kampanye iklan dan promosi (pull strategy) untuk membangkitkan permintaan calon nasabah terlebih dahulu. Ratusan kantor OC tidak otomatis dibanjiri nasabah bila mereka belum mengenal dan tertarik dengan bank syariah.

Strategi berikutnya, menarik perhatian dan minat nasabah melalui iklan dan promosi intensif (pull-strategy) yang sudah dianggap lazim digunakan di dunia pemasaran, saat ini juga belum intensif dilakukan bank syariah, kecuali BMI yang cukup gencar memasarkan Shar-e. Taktik promosi dengan memberikan hadiah kepada nasabah juga masuk kategori ini. Jadi, kedua strategi ini idealnya dipadukan agar tercipta sinkronisasi.

Insan public relations (PR) bank syariah dapat berperan dengan memperkuat dampak iklan dan promosi melalui dukungan publikasi, event, atau pameran, hingga iklan layanan masyarakat yang empatik. Strategi terakhir yang sering dipakai praktisi PR adalah pass-strategy untuk menjangkau calon nasabah yang makin kebal iklan atau menolak ide dan belum memahami pesan-pesan bank syariah, juga menembus opini kritis kalangan pengamat, pejabat, hingga aktivis dan pemimpin informal untuk mencairkan penghalang melalui pendekatan personal agar memberi dukungan positif. Langkah ini perlu kolaborasi Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI, Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dan Asbisindo untuk memperlancar hubungan dengan mereka yang belum bersahabat dengan rencana akselerasi bank syariah.

Sisi lain dari strategi ini adalah menciptakan ajang pemasaran (event marketing) agar jadi liputan berita media. Insan periklanan dan pemasaran perlu berkolaborasi dengan orang-orang PR atau jurnalis. Pemberitaan media bisa didorong melalui modifikasi pesan agar sesuai dengan misi atau kebijakan editorial media, kelengkapan visual yang menarik, dan membuka akses lebih luas kepada jurnalis untuk menggali lebih mendalam tentang bank syariah. Peluang publikasi berita juga cukup menarik untuk peluncuran produk berbasis teknologi seperti mobile atau e-banking dan Syariah Card yang telah difatwakan DSN-MUI serta mendapat izin BI. Jadi, trilogi komunikasi pus-pull-pass strategy bisa menjadi acuan untuk ikut menggemakan bank syariah di Tanah Air. Selamat mencoba!

No comments: