Thursday, August 16, 2007

Privatisasi

Intervensi dari Luar Perlu Diminimalkan

Jakarta, kompas - Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara berupaya mempercepat dan memperbanyak BUMN yang akan diprivatisasi. Salah satu pilihan pola privatisasi yang paling diutamakan melalui penawaran saham kepada publik.

Dengan menjadi perusahaan terbuka, BUMN diharapkan bisa lebih transparan sehingga terdorong untuk terus meningkatkan kinerjanya.

Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu menegaskan, arah BUMN ke depan memang mengurangi sebesar mungkin intervensi nonkorporasi. Artinya, intervensi dari pihak-pihak di luar korporasi harus semakin berkurang. "BUMN juga harus diperlakukan sama dengan swasta agar bisa bersaing. Selain itu, BUMN jangan ditugasi dengan hal-hal yang tidak perlu," kata Said dalam seminar bertajuk "Privatisasi Vs Nasionalisme Indonesia" yang diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Rabu (15/8) di Jakarta.

Bahkan, ke depan, menurut dia, ada wacana untuk membubarkan Kementerian Negara BUMN dan membuat indeks perusahaan (super holding). Hal ini dilakukan untuk mengurangi intervensi dari pihak di luar korporasi yang selama ini sering kali memolitisasi persoalan di BUMN.

"Yang ingin kita lakukan sebenarnya memperluas saham milik publik. Dengan demikian, publik dapat mengawasi kinerja BUMN tersebut. Hal ini mau tidak mau akan dapat mendorong perseroan untuk berkinerja lebih baik," kata Said.

Dia mengatakan, potensi yang dimiliki BUMN sangat besar. Saat ini terdapat 139 BUMN dengan kisaran modal Rp 20 miliar sampai Rp 270 triliun. Jika seluruh aset BUMN disatukan, lanjutnya, nilainya bisa mencapai 400 miliar-500 miliar dollar AS. "Jumlah itu lebih besar dari aset Temasek yang besarnya 75 miliar dollar AS dan Khazanah yang nilainya 20 miliar dollar AS," kata Said.

Untuk tahun 2007, laba sebelum pajak BUMN secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp 88,744 triliun atau naik 22,5 persen dari prognosa tahun 2006 sebesar Rp 72,44 triliun. "Untuk tahun 2008, laba sebelum pajak BUMN diharapkan bisa mencapai Rp 100 triliun, dan laba setelah pajak bisa mencapai Rp 65 triliun," katanya.

Salah satu wacana yang juga disampaikan Said terkait dengan privatisasi BUMN ini adalah revisi terhadap Undang-Undang BUMN yang mengamanatkan kepemilikan 51 persen saham oleh pemerintah di BUMN.

"Harusnya besarnya kepemilikan pemerintah ini direvisi. Angka 51 persen itu sangat rawan. Angka yang aman adalah 65-70 persen. Dengan kisaran tersebut, jika terjadi gejolak keuangan dan pemerintah harus melepas sahamnya, kepemilikan di atas 65 persen itu masih aman bagi pemerintah," katanya.

Dia menambahkan, kalau kepemilikan pemerintah hanya 51 persen dan harus melepas kepemilikannya, maka posisi sebagai pemegang saham mayoritas langsung terdilusi.

Dewan Pakar ICMI Setyanto P Santosa berpendapat, privatisasi selanjutnya memang bisa mengurangi intervensi politik dari aktor-aktor negara, termasuk lembaga legislatif, eksekutif, juga birokrasi. "Dengan masuknya pemilik baru, entitas politik dan birokrasi tidak mudah melakukan intervensi. Sebab, pemilik saham baru yang nonpemerintah dapat menolak intervensi tersebut," katanya. (tav)

No comments: