Monday, August 27, 2007

Perencanaan Lemah, Program Konversi Kacau


Pemerintah Akan Perbaiki Pelaksanaan Konversi Energi

Jakarta, Kompas - Lemahnya perencanaan program pengalihan minyak tanah ke elpiji mengakibatkan munculnya sejumlah kendala dalam pelaksanaan di lapangan. Minimnya sosialisasi membuat masyarakat ragu untuk beralih ke elpiji, demikian pula para agen minyak tanah belum siap.

Sampai hari Minggu (26/8), antrean warga untuk mendapatkan minyak tanah masih terlihat, misalnya di pangkalan minyak tanah di Pasar Manggis, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan, dan Kelurahan Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur.

Sejumlah warga bahkan sengaja membeli dalam jumlah banyak untuk mengantisipasi kelangkaan. Kompas yang memantau ke sejumlah wilayah di DKI Jakarta yang melakukan konversi minyak tanah ke elpiji pekan lalu mendapati sejumlah masalah dalam pelaksanaan program konversi energi.

Pasokan elpiji dalam kemasan tabung 3 kilogram dari agen ke pangkalan tidak lancar. "Saya sudah minta pasokan ke agen sejak tiga hari lalu, tetapi kata agen, belum ada mobil yang bisa mengirim," kata Warman, pemilik pangkalan elpiji di Kelurahan Pinang Ranti, Jakarta Timur.

Menurut Warman, para agen yang sebelumnya menggunakan mobil tangki mereka sendiri untuk menyalurkan minyak tanah harus menyewa kendaraan untuk mengangkut tabung elpiji.

Seretnya pasokan gas di sejumlah pangkalan elpiji menyulitkan warga yang sudah mendapatkan jatah kompor gas dan tabung gratis. Mereka harus berkeliling ke sejumlah pangkalan, tetapi kembali dengan tangan hampa.

Belum maksimal

Deputi Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Hanung Budya mengakui, ketersediaan gas dan tabung elpiji belum maksimal karena tidak semua agen dan pangkalan minyak tanah segera beralih menjadi agen dan pangkalan elpiji.

Di semua wilayah DKI Jakarta terdapat 175 agen dan 1.669 pangkalan minyak tanah yang diharapkan mau beralih.

"Kami sudah tawarkan mereka kredit dan sistem konsinyasi, tetapi belum banyak yang berminat," ujar Hanung.

Marcus, agen minyak tanah, menilai seharusnya pemerintah membagikan kompor gas secara merata sebelum menghentikan pasokan minyak tanah. "Kalau belum dapat semua sudah dicabut, jadinya seperti ini mengantre minyak tanah semua," ujarnya.

Membayar Rp 5.000

Di Kecamatan Sawangan, Depok, program konversi berpotensi salah sasaran. Sejumlah keluarga yang tidak menggunakan minyak tanah didaftar untuk mendapatkan pembagian kompor gas gratis.

Selain mengumpulkan syarat fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, warga di Kecamatan Sawangan juga membayar Rp 5.000 agar lebih cepat mendapatkan kompor tersebut.

Namun, hingga kemarin kompor gas yang dimaksud belum sampai ke tangan warga. Di Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, warga yang telah menerima kompor gas pembagian hanya menyimpannya di salah satu bagian rumah mereka.

Ketidakbiasaan menggunakan kompor gas menjadi penyebabnya, termasuk alasan ketidakamanan dan kualitas kompor yang tidak baik.

Warga mengaku baru akan menggunakan kompor gas itu jika minyak tanah sudah tidak ada lagi di pasaran. Sementara ini, warga rela membeli minyak tanah di warung-warung di dekat rumah mereka, atau antre di pangkalan minyak tanah, kendati harganya Rp 5.000 per liter.

Meski demikian, warga mengaku tidak akan menjual kompor gas milik mereka. "Nanti kalau minyak tanah sudah tidak ada lagi bagaimana? Pasti kompor gasnya akan dipakai juga. Tapi selama minyak tanah masih ada, saya memilih tetap menggunakan kompor minyak tanah," ujar Dewi (46), warga Kebon Melati.

Program pengalihan minyak tanah ke elpiji dilaksanakan berdasarkan surat Wakil Presiden RI Nomor 20/WP/9/2006 tanggal 1 September 2006. Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil rapat koordinasi terbatas di Kantor Wakil Presiden.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro menjanjikan, pemerintah akan mengevaluasi dan memperbaiki pelaksanaan program konversi minyak tanah ke elpiji.

Kelanjutan pelaksanaan program itu seharusnya tidak hanya mengandalkan Pertamina. "Ke depan, karena sudah ada ketetapan akan ada dukungan dari pemerintah, nanti akan ada evaluasi bagaimana pelaksanaan yang sebaiknya," kata Purnomo.

Antrean untuk mendapatkan minyak tanah di wilayah Jakarta hanya kepanikan masyarakat. "Masyarakat hanya panic buying karena sudah mau puasa dan Lebaran. Saya yakin kondisinya akan mereda setelah mereka merasa simpanan minyaknya sudah cukup," ujar Purnomo. (DOE/DOT/NEL/CAL/TRI)

No comments: