Wednesday, August 15, 2007

Globalisasi

Joseph Stiglitz
Peran Negara Harus Efektif

Jakarta Kompas - Ketimpangan dalam arus globalisasi perlu dikelola oleh negara-negara berkembang dengan peran pemerintah (negara) yang lebih efektif dan efisien. Efektivitas peran itu antara lain tercermin pada dorongan pemerintah terhadap pengembangan industri baru, pertanian, dan bisnis skala kecil.

Pemerintah juga harus memastikan pengelolaan sumber daya alam berbuah kesejahteraan bagi rakyat banyak.

Pandangan tersebut disampaikan Joseph E Stiglitz, pemenang Nobel Ekonomi tahun 2001, dalam diskusi seusai peluncuran buku Making Globalization Work, karyanya yang diterbitkan dalam versi bahasa Indonesia oleh Mizan, Selasa (14/8) di Jakarta.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono dalam sambutannya mengawali diskusi mengatakan, sejumlah ekonom di Indonesia menuding pemerintah menjual diri demi berpegang pada ideologi liberalisme yang diusung Konsensus Washington.

"Yang paling penting bagi kami adalah apa yang bisa dilakukan dan membuahkan hasil dalam penanganan masalah riil masyarakat. Kami hampir tidak peduli dengan label-label ideologi. Menjadi tidak produktif jika kita mencari jawaban atas persoalan riil melalui perdebatan ideologis," ujar Boediono.

Ditegaskan Boediono, liberalisasi memang tidak selalu berbuah baik, tetapi liberalisasi di sektor-sektor tertentu juga dibutuhkan untuk mengembangkan kompetisi yang lebih sehat, mengurangi rente ekonomi, dan korupsi.

Menanggapi Boediono, Stiglitz mengatakan, pragmatisme tidak dapat dilepaskan dari konteks ideologi. Ideologi menyajikan pandangan mendasar tentang bagaimana pemerintah seharusnya berperan.

Dikatakan Stiglitz, Konsensus Washington menekankan perlunya minimalisasi peran pemerintah. Sebaliknya, mantan Kepala Ekonom Bank Dunia ini mencatat, selalu terdapat peran penting pemerintah di negara yang sukses berkembang.

Stiglitz membandingkan Indonesia dengan Argentina yang dikatakannya sama-sama menjadi korban globalisasi. Dua negara ini sama-sama pernah menggunakan resep Dana Moneter Internasional untuk menangani krisis.

Pertumbuhan ekonomi pascakrisis di Argentina mencapai 8 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia belum cukup kuat untuk menekan kemiskinan dan pengangguran. "Perbedaan dua negara ini terdapat pada keputusan Argentina untuk menolak Konsensus Washington," ujar Stiglitz.

Efektivitas peran pemerintah dibutuhkan juga untuk mengantisipasi "aturan main" globalisasi yang membuat sistem keuangan dan perdagangan dunia berpihak pada negara maju. Sebaliknya, konsekuensi kerusakan lingkungan kerap diabaikan nilai ekonominya. Kerusakan lingkungan itu terutama harus ditanggung negara sedang berkembang.

"Banyak hal dilakukan pemerintah untuk melindung investor, tetapi sangat sedikit yang dilakukan untuk melindungi lingkungan. Padahal, berapa banyak pendapatan dan pekerjaan hilang ketika lingkungan terdegrasi," ujar Stiglitz. (DAY)

No comments: