Monday, March 10, 2008

Bursa Gubernur BI


Momentum Menihilkan Politik Uang dan Intervensi
Senin, 10 Maret 2008 | 00:52 WIB

Oleh M Fajar Marta

Ajang pemilihan Gubernur Bank Indonesia periode 2008-2013 bisa dikatakan salah satu yang paling kompleks dalam sejarah pemilihan jabatan bersangkutan. Kompleks dilihat dari nuansanya sampai proses pemilihannya yang ruwet dan abnormal. Kondisi ini bagaimanapun menyuburkan peluang terjadinya praktik politik uang dan intervensi pemerintah.

Kompleksitas bermula saat calon kuat Gubernur BI periode 2008-2013: Burhanuddin Abdullah—yang dinilai berprestasi selama memimpin BI periode 2003-2008—dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus aliran dana BI. Karena berstatus tersangka, Burhanuddin tidak mungkin dicalonkan meskipun di negeri ini berlaku asas praduga tak bersalah.

Semakin kompleks tatkala presiden tidak mencalonkan satu pun figur dari internal BI. Presiden mencalonkan dua figur dari eksternal BI, yaitu Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo dan Ketua Tim Forum Stabilitas Keuangan Raden Pardede.

Alasan presiden, kata Mensesneg Hatta Rajasa, karena sedang terjadi kasus hukum di tubuh BI dan keinginan untuk meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter dan fiskal.

Penetapan kedua nama tersebut kontan menimbulkan penolakan dari sejumlah anggota DPR yang akhirnya menciptakan proses pemilihan yang ruwet dan tidak normal. Untuk pertama kalinya dalam pemilihan anggota dewan gubernur, Komisi Keuangan dan Perbankan atau Komisi XI yang ditugaskan untuk memilih mengadakan dengar pendapat dengan publik (public hearing). Ini merupakan kompromi atas tajamnya beda pendapat di Komisi XI. Sejumlah pakar ekonomi, perbankan, keuangan, dan moneter diminta pandangannya terhadap kedua figur calon selama dua hari.

Proses pemilihan bertambah rumit dan kompleks karena untuk pertama kalinya pula Komisi XI mengadakan opsi menolak semua calon setelah uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) digelar. Dalam uji kelayakan pemilihan anggota dewan gubernur sebelumnya, Komisi XI hanya mengadakan opsi memilih salah satu calon. Uji kelayakan rencananya dilangsungkan hari ini untuk kedua calon, sementara voting akan dilakukan Rabu (12/3).

Keputusan Komisi XI tersebut juga merupakan langkah kompromi untuk mengakomodasi kubu yang sedari awal menolak Agus dan Pardede. Dampaknya, uji kelayakan harus dipercepat mengingat berdasarkan UU No 3/2004 tentang Bank Indonesia, penolakan semua calon hanya dapat dilakukan paling lambat satu bulan sejak usulan presiden diterima DPR, yang jatuh pada 15 Maret 2008.

Sayangnya, langkah public hearing dan uji kelayakan dianggap langkah mubazir oleh kubu yang menolak. Pasalnya, apa pun yang terjadi, tidak akan mengubah pendirian mereka untuk menolak semua calon.

Suap

Ruwetnya proses pemilihan dan tajamnya friksi yang terjadi di Komisi XI, bagaimanapun berpeluang menimbulkan praktik politik uang dan intervensi pemerintah.

Pengamat perbankan Mirza Adityaswara menilai keputusan Komisi XI mengadakan opsi menolak semua calon membuka peluang politik uang yang makin lebar. Sebab, itu membuka kemungkinan pihak lain di luar calon—yang memendam hasrat menjadi Gubernur BI—ikut ”bermain”. Pasalnya, jika kedua calon ditolak, presiden otomatis harus mencari figur lain untuk dicalonkan. Di sinilah harapan mulai terbuka kembali bagi pihak yang berhasrat.

Inkonsisten

Indikator lain yang perlu diawasi terkait ada tidaknya politik uang adalah berubahnya konsistensi anggota Dewan atas pilihan mereka. Ini karena sejumlah anggota Dewan telah menyatakan dengan tegas tidak akan mengubah pendirian mereka dalam pemungutan suara setelah uji kelayakan dan kepatutan.

Berdasarkan peta kekuatan sementara, fraksi yang solid menolak semua calon adalah PDIP (10 orang), PKS (4 orang), Partai Kebangkitan Bangsa (5 orang), Partai Bintang Pelopor Demokrasi (1 orang), dan Partai Bintang Reformasi (1 orang).

Adapun fraksi yang solid memilih salah satu calon adalah Golkar (12 orang) dan Partai demokrat (5 orang). Partai yang terbelah adalah Partai Demokrasi Sejahtera (2 orang) dan Partai Amanat Nasional (4). Partai Persatuan Pembangunan (5 orang) kompak belum menetapkan posisi.

Pemerintah, meskipun sangat berkepentingan atas pemilihan gubernur kali ini, seyogianya menyadari bahwa kewenangan memutus ada di tangan DPR. Presiden sudah menjalankan kewenangannya, yakni memilih nama-nama calon.

Semua pihak berharap pemilihan Gubernur BI kali ini benar-benar bersih dari politik uang dan intervensi pemerintah. Selain akan menjadi preseden baik bagi proses pemilihan selanjutnya, ini juga akan memutus rantai hubungan yang tidak legal antara Bank Indonesia dan DPR selama ini.

No comments: