Jakarta, Kompas - Berlarut-larutnya proses pemilihan Gubernur Bank Indonesia mengesankan pemerintah dan parlemen lebih mementingkan persoalan politik ketimbang ekonomi yang saat ini justru tengah menghadapi tekanan hebat. Polemik seharusnya dihentikan agar tercipta kepastian.
Demikian rangkuman pendapat Direktur Indef Fadhil Hasan, pengamat perbankan dan pasar modal Mirza Adityaswara, ekonom BNI Tony Prasetiantono, serta bankir Krisna Wijaya, Senin (24/3) di Jakarta.
Krisna mengatakan, berlanjutnya polemik soal pemilihan Gubernur BI bisa menimbulkan kesan tidak adanya kepedulian yang tinggi terhadap situasi perekonomian yang tengah guncang saat ini. ”Kalau masalah politik lebih diprioritaskan, yang akan terjadi adalah berkurangnya kepercayaan terhadap pasar keuangan Indonesia. Ini membuat perekonomian makin tidak kondusif,” ujarnya.
Menurut Mirza, situasi pasar keuangan saat ini sedang penuh ketidakpastian, yaitu seberapa parah resesi Amerika Serikat.
Adapun di domestik masih tidak ada kesepakatan bagaimana memecahkan defisit APBN akibat harga minyak yang tinggi dan masalah inflasi.
”Ruwetnya proses pencalonan Gubernur BI telah memperburuk situasi. Namun demi penyempurnaan tata krama politik ke depan, ada baiknya DPR menjelaskan alasan penolakan sehingga presiden punya pegangan untuk mengajukan calon baru kepada DPR,” katanya.
Tony mengatakan, proses pemilihan Gubernur BI yang berlarut-larut bisa menimbulkan persepsi negatif, terlebih di saat sekarang ketika perekonomian dunia tengah dicekam ketidakpastian dan ancaman resesi.
”Sebaiknya perseteruan tidak berlanjut. Lobi harus dilakukan kedua pihak untuk mencari titik temu,” katanya.
Sedangkan Fadhil mengatakan, prahara bertubi-tubi yang menimpa bank sentral, mulai dari kasus aliran dana BI hingga berlarut-larutnya pemilihan Gubernur BI, sedikit banyak membuat proses kerja BI terganggu dan menambahkan ketidakpastian di pasar. Terbukti, inflasi inti bulan Februari 2008 cukup tinggi dan BI melakukan intervensi valas yang cukup besar untuk menstabilkan nilai tukar.
Terus berlangsung
Perseteruan pemerintah dengan parlemen soal pemilihan Gubernur BI terus berlangsung hingga kini.
Setelah calon Gubernur BI yang diajukan presiden, yakni Agus Martowardojo dan Raden Pardede, ditolak, pemerintah mendesak parlemen untuk menjelaskan secara resmi alasan penolakan. Presiden dalam suratnya kepada pimpinan DPR No R-15 Pres/3/2008 meminta DPR dapat menjelaskan latar belakang alasan penolakan kedua calon yang diusulkan untuk dapat mengajukan calon baru yang tepat.
Permintaan presiden itu, menurut Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi XI) Endin AJ Soefihara, tak relevan. ”Menolak atau menerima bagi DPR sama konstitusionalnya,” katanya.
Kendati demikian, lanjut Endin, pimpinan DPR tetap akan memenuhi permintaan presiden tersebut. Hanya, penjelasan terbatas pada proses dan mekanisme pemilihan Gubernur BI.
Artinya, penjelasan bukan mengenai hal yang substansial terkait kelayakan dan kepatutan Agus dan Pardede sebagai calon Gubernur BI.
Sementara itu Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa menyatakan, calon baru Gubernur BI yang diusulkan oleh Presiden, bisa saja yang lama, tetapi bisa juga yang baru. Sebab, hingga kini banyak yang berpendapat, ketentuan di Undang-undang BI hanya menyatakan jika calon yang diajukan Presiden tidak mendapat persetujuan DPR, maka Presiden akan mengajukan usulan baru.
"Nah, usulan baru itu bisa saja (nama) yang lama, bisa juga (nama) yang baru. Tetapi yang jelas usulan baru," tandas Hatta.
Pasal 41 ayat 3 UU No. 3/2004 tentang BI menyatakan, "Dalam hal calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubenur BI sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak disetujui DPR, Presiden wajib mengajukan calon baru". Penjelasan ayat ini menyatakan cukup jelas. (FAJ/OIN/har)
No comments:
Post a Comment