Singapura, Senin - Bursa saham Asia dan Eropa kembali terguncang, Senin (17/3). Tindakan penurunan suku bunga mendadak yang dilakukan bank sentral AS (The Federal Reserve), berita pertolongan JP Morgan Chase atas Bear Stearns yang bangkrut, memberikan gambaran soal guncangan finansial yang belum akan berakhir.
”Sangat sulit menerka di mana titik paling rendah,” ujar Richard Hunter, broker pada Hargreaves Lansdown di London, soal kejatuhan harga saham.
Hari Minggu lalu, JP Morgan menyatakan akan membeli firma keuangan Bear Stearns sebesar 236,2 juta dollar AS atau hanya 2 dollar AS per saham. Jumlah ini lebih kecil daripada harga sahamnya di pasar, sebesar 3,54 miliar dollar AS, Jumat (14/3) akhir pekan lalu. Pembelian ini dalam rangka menyelamatkan bank investasi terbesar di dunia itu.
Bear Stearns terjerumus dalam kerugian besar di sektor perumahan AS. Kasus perusahaan ini memperkuat persepsi bahwa lembaga keuangan AS dan Eropa masih didera masalah besar, yang masih coba ditutup-tutupi.
Terimbas oleh kasus Bear Stearns itu, saham-saham di bursa Eropa dibuka melemah. Indeks FTSE 100 (London) turun 2,3 persen, indeks CAC (Paris) turun 2,7 persen, dan indeks DAX (Frankfurt) turun 3,3 persen.
”Semua ini merupakan refleksi dari ketidakpastian. Para pelaku pasar telah berulang kali tertekan dan melihat bahwa masalah di sektor perumahan AS semakin meluas dan serius,” ujar Atsuji Ohara, strategis global pada Shinko Securities di Tokyo.
Berita mengenai akuisisi Bear Stearns juga membuat investor di Asia terperangah. Indeks Nikkei Tokyo turun 3,7 persen dan ditutup pada posisi terendah dalam 2,5 tahun menjadi 11.787,51 titik. Sedangkan indeks Hangseng (Hongkong) turun 5,2 persen. Indeks di bursa Jakarta turun 2,9 persen menjadi 2.312,3 titik. Semua bursa di kawasan Asia Pasifik ditutup dengan indeks yang turun.
”Kami khawatir. Investor juga berjaga-jaga akan melihat laporan keuangan kuartalan dari bank investasi besar di AS, seperti Lehman Brothers Holdings Inc, Goldman Sachs Group Inc, dan Morgan Stanley yang akan keluar dalam pekan ini. Dikhawatirkan bank-bank besar tersebut merugi besar,” ujar Shim Jae-youb, strategis pada Meritz Securities di Seoul.
Bank sentral AS, The Fed, juga mengambil langkah yang tidak biasanya dengan memangkas lagi tingkat suku bunga diskonto. Tingkat suku bunga diskonto ini merupakan patokan suku bunga pinjaman antarinstitusi keuangan. Tingkat bunga diskonto turun lagi menjadi 3,25 persen dari sebelumnya 3,5 persen.
Pada pasar valuta asing, nilai tukar dollar AS terus melemah terhadap yen maupun terhadap euro. Dollar AS kemarin setara dengan 95,72 yen, rekor terendah sejak Agustus 1995. Satu euro setara dengan 1,59 dollar AS.
Menteri Keuangan Jepang Fukushiro Nukaga juga merasa khawatir akan pergerakan yen yang mencapai posisi tertinggi dalam 12 tahun terhadap dollar AS dan menyebutnya lonjakan tersebut berlebihan melampaui batas.
Dampaknya akan meluas
Dari Paris, Direktur Jenderal IMF Dominique Strauss-Kahn mengatakan, Pemerintah Uni Eropa harus segera mengambil tindakan memperkecil dampak negatif dari kekacauan di sektor keuangan dan inflasi global yang meningkat.
Peringatan itu diberikan karena Uni Eropa sudah terkena imbas dari kekacauan di sektor perumahan AS. Banyak perbankan Eropa yang terjebak di sektor perumahan AS. Resesi ekonomi AS juga telah mengancam kelanggengan perdagangan trans- Atlantik.
Kini harga-harga komoditas yang naik akibat tindakan spekulan yang liar karena tidak diatur secara ketat. Aksi spekulan telah melahirkan bahaya inflasi pada perekonomian global.
”Krisis diperkirakan akan berlangsung lebih lama. Hal ini akan menghasilkan dampak negatif yang akan meluas. Krisis di AS dan perekonomian negara-negara maju akan memengaruhi negara berkembang,” kata Strauss- Kahn.
Dirjen IMF ini tidak mengatakan secara eksplisit apa yang harus diperbuat Eropa. ”Saat ini keadaan lebih sulit karena resesi dan inflasi terjadi saat bersamaan,” katanya. Dengan kata lain, potensi stagflasi akan terjadi, julukan bagi kemandekan ekonomi, yang diikuti inflasi.
Namun, Dirjen IMF secara implisit memberikan saran agar Uni Eropa melakukan reformasi perekonomian. Hal ini terbukti menghasilkan sukses di Denmark dan Belanda.
Perancis adalah salah satu negara yang masih berat hati melakukan reformasi ekonomi. Sikap proteksionisme, melindungi bisnis domestik dari persaingan dengan asing, masih merupakan hal yang tabu, termasuk di bawah Presiden Nicolas Sarkozy.
Hal ini menyebabkan ekonomi Perancis menjadi rigid. Kekuatan serikat buruh, yang mengutamakan kerja pendek tetapi gaji besar, telah menjadi hambatan bagi Perancis dan negara di Eropa lainnya untuk melakukan reformasi.
Karena itulah Direktur Jenderal IMF menyarankan agar reformasi dipercepat. Jika ini tidak dilakukan, resesi ekonomi di AS juga ditambah dengan resesi di Eropa akan membuat negara berkembang kesulitan melanjutkan ekspor. Namun, demikian secara keseluruhan belum terjadi kata sepakat di antara negara maju untuk mengatasi resesi. (AP/AFP/Antara/joe)
No comments:
Post a Comment