Jakarta, Kompas - Program pengadaan lampu hemat energi yang akan dibagikan pemerintah kepada masyarakat secara gratis berpotensi gagal mencapai sasaran. Itu dimungkinkan karena standar hemat energi yang diterapkan berada di bawah kualitas internasional.
”Dengan anggaran Rp 900 miliar, pemerintah bisa saja menyediakan lampu berkualitas tinggi dengan harga Rp 14.500 hingga Rp 23.000 per buah. Spesifikasinya dengan daya 8 watt, tingkat pencahayaan 100 lumen per watt, dan masa aktif minimal 6.000 jam. Namun yang dijadikan standar PLN hanya lampu dengan daya pencahayaan 55 lumen per watt dan masa aktif 5.000 jam,” ujar Ketua Umum Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia (AILKI) Sjahriza Manaf di Jakarta, Selasa (18/3).
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan menerapkan kebijakan pergantian lampu pijar dengan lampu hemat energi. PLN akan membagikan sekitar 50 juta lampu pijar sampai tahun 2008 kepada 35 juta pelanggan PLN.
Dengan langkah ini akan menghemat sampai Rp 3,8 triliun, dikurangi dengan pembelian lampu hemat energi senilai Rp 900 miliar.
Daya lumen merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat pencahayaan lampu. Lampu yang baik seharusnya tidak meredup dalam waktu cepat. Artinya, lampu tersebut sebaiknya tidak kehilangan cahaya sebesar 80 persen dari kondisi baru dalam jangka waktu 2.000 jam.
Program lampu hemat energi, menurut Sjahriza, memiliki berbagai kelemahan, antara lain tidak ada pihak yang ditunjuk untuk menguji kebenaran seluruh ukuran tersebut. Padahal, saat ini banyak beredar lampu yang dipromosikan hemat energi tetapi sebenarnya boros.
Ada lampu yang dijual dengan harga Rp 5.000 dengan daya 9 watt ternyata dayanya hanya 7 watt.
”Lampunya memang berharga murah, tetapi dalam tiga bulan sudah redup. Artinya, daya lumennya rendah. Dalam kondisi itu, lampu tersebut sama sekali tidak hemat meskipun dijual murah. Kami ingin mengingatkan PLN, jangan sampai lampu hemat energi yang dibagikan nanti berkualitas rendah seperti itu,” ujar Sjahriza.
Cari yang teruji
Wakil Ketua Umum AILKI Herman Endro meminta PLN tidak hanya terfokus pada lampu yang ditawarkan dengan harga murah tetapi mengabaikan standar internasional.
AILKI mengingatkan, kawasan Asia tengah dibanjiri produk lampu bermutu jelek dari China. Saat ini kebutuhan atas lampu hemat energi di Asia 2,4 juta buah per bulan dan 90 persen di antaranya berasal dari China. Sebanyak 50 persen di antaranya ditengarai berkualitas rendah.
”Dengan demikian, sebaiknya pemerintah memfokuskan pada produsen lampu yang memang sudah teruji secara internasional. Arahkan pada perusahaan yang memang terbukti telah menyumbangkan devisa. Total ekspor yang dihasilkan oleh anggota AILKI tahun lalu sekitar 100 juta dollar AS,” ujar Sjahriza.
Saat ini anggota AILKI sebanyak 17 perusahaan. Beberapa di antaranya produsen lampu hemat energi yang sudah dikenal sejak lama, seperti Phillips, Osram, dan Panasonic. (OIN)
No comments:
Post a Comment