Wednesday, March 19, 2008

Harga Komoditas Pangan di Pasar Dunia Turun


Terjadi Fenomena Tidak Wajar


Jakarta, Kompas - Harga berbagai komoditas pangan di pasar dunia pada penutupan pasar 17 Maret turun drastis. Hal ini disebabkan oleh aksi ambil untung pelaku pasar komoditas dan dampak dari terjadinya panen di berbagai negara. Oleh karena itu, pedagang di dalam negeri seyogianya juga segera menurunkan harga.

”Saat ini tengah terjadi fenomena ’stock filling’ di pasar komoditas. Fenomena itu didorong sifat komoditas pangan yang memang tidak tahan lama,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan, Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa (18/3).

Situasi itu, lanjut Bayu, mendorong para pemilik stok komoditas mulai melepas simpanannya. ”Ini mendorong penurunan harga secara drastis,” tuturnya.

Menurut Bayu, pada Senin malam terjadi penurunan harga berbagai komoditas, termasuk pangan, seperti yang terjadi di pasar komoditas Chicago (Chicago Board of Trade/CBOT).

Harga kedelai, misalnya, turun 3,8 persen atau turun 50 dollar AS per ton dibanding sehari sebelumnya. Harga gandum turun 5,3 persen atau turun 60 dollar AS per ton.

Harga minyak sawit mentah (CPO) turun 2,4 persen, gula turun 11,9 persen atau turun 145 dollar AS per ton, dan jagung turun 3,7 persen atau turun 20 dollar AS per ton.

Selain stok, turunnya harga komoditas oleh para analis ditengarai juga karena kejutan yang terjadi di sektor keuangan, yakni adanya transaksi akuisisi saham perusahaan keuangan kelima terbesar di Amerika Serikat, Bear Stearns Cos, oleh JP Morgan Chase & Co.

Kondisi tersebut mendorong pelaku pasar komoditas melakukan aksi ambil untung lebih awal mengingat adanya libur panjang akhir pekan.

Ada juga analis yang berpendapat, penurunan harga komoditas di pasar internasional disebabkan oleh sejumlah faktor fundamental, yakni terjadinya panen di sejumlah negara seperti Argentina dan China.

Penurunan harga komoditas di pasar internasional, menurut Bayu, dampaknya baru akan mulai terasa di Indonesia tiga atau empat bulan ke depan, yaitu pada kontrak pembelian komoditas untuk pengiriman bulan Mei dan Juni 2008.

Namun dampak penurunan harga itu, menurut Bayu, bisa terjadi lebih cepat. Ini bercermin dari pengalaman sebelumnya, yaitu biasanya para pedagang internasional akan langsung menurunkan harga saat ini juga.

”Kami minta para pedagang di dalam negeri, inilah saatnya menurunkan harga. Transmisikan penurunan itu ke tingkat eceran,” ujar Bayu.

Hanya sementara

Menanggapi turunnya harga komoditas di pasar internasional, guru besar ilmu ekonomi pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, berpendapat, penurunan harga komoditas pangan hanya bersifat sementara.

Oleh karena itu, menurut Bustanul, pemerintah belum bisa menetapkannya sebagai patokan. ”Dengan kata lain, sulit untuk dikatakan kondisi itu akan menurunkan harga pangan domestik. Indonesia tidak bisa mengharapkan berkah pasar global,” tuturnya.

Karena itu, Bustanul menyarankan agar tetap mengupayakan peningkatan produksi di dalam negeri.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, terjadi fenomena yang tidak wajar dalam pembentukan harga komoditas di pasar dunia. Salah satunya adalah minyak mentah.

Pada awal 2008, semua pihak berharap harga minyak mentah akan turun karena permintaan terhadap minyak akan berkurang, dampak dari melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia.

Namun, kata Sri Mulyani, yang terjadi justru sebaliknya. Harga minyak mentah dunia kini menembus level 111 dollar AS per barrel, sementara pertumbuhan ekonomi dunia terus melambat. Situasi ini merembet ke harga komoditas lain. (OIN)

No comments: