Friday, March 7, 2008

Jangan Merusak Birokrasi dengan Suap


Institusi Publik Tidak Dihargai

Jakarta, Kompas - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta dukungan dari kalangan pelaku usaha untuk tidak memanjakan dan merusak birokrasi pemerintahan melalui pemberian suap. Diungkapkan, birokrat bukan malaikat. Jika terus digoda dengan suap, seberapa baiknya pun mereka lama-lama akan hancur.

Menkeu mengungkapkan itu pada Forum CEO Kompas100 di Jakarta, Rabu (5/3).

Selain Menkeu, pembicara lain pada acara yang dibuka Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama ini adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono, Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo, dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom.

Acara ini juga dihadiri para chief executive officer (CEO) dari perusahaan-perusahaan publik yang sahamnya tergabung dalam Indeks Saham Kompas 100.

Sementara itu, Wapres Jusuf Kalla menyatakan, untuk mengatasi berbagai persoalan perekonomian, semua pihak termasuk pelaku usaha dan pemerintah harus bekerja sama dan berbagi beban secara adil dan merata dengan masyarakat lainnya.

Dari pengalaman pribadinya, ujar Sri Mulyani, menerapkan reformasi birokrasi dan kebijakan zero tolerance of corruption di departemennya, ada pihak-pihak yang mencoba untuk terus menyuap meskipun jajaran pegawainya tidak meminta atau bahkan menolak disuap.

Dianggap sebagai sampah

Menurut Menkeu, perbaikan terhadap perekonomian dan negara ini hanya bisa terwujud jika ada komitmen bersama untuk membenahi secara fundamental attitude, mindset, dan kultur semua pihak, karena dalam banyak kasus, praktik suap atau pemberian amplop dilegitimasi oleh kultur (budaya) yang ada.

Menkeu sendiri mengaku sering dihadapkan pada situasi di mana kepercayaan (trust) masyarakat kepada institusi publik begitu rendahnya.

Institusi publik tidak dihargai dan dianggap sebagai sampah. Sebaliknya, pihak birokrasi sendiri juga selalu curiga kepada pelaku usaha dan masyarakat.

Menkeu mengatakan, sulit untuk memperbaiki ekonomi jika birokrasi dan institusi publik ternyata justru menjadi bagian dari sumber masalah dan bukannya bagian dari solusi atas persoalan yang dihadapi para pelaku usaha dan masyarakat.

Seperti kebijakan fiskal, menurut dia, tidak akan banyak bicara jika tidak didukung oleh institusi publik yang baik sebagai pelaksananya. Di sinilah pentingnya birokrasi dan reformasi birokrasi.

Sementara itu, Menko Perekonomian Boediono, yang berbicara dalam sesi sebelumnya, memaparkan kondisi riil yang bisa terjadi pada perekonomian Indonesia tahun 2008 di tengah gejolak perekonomian global dan tekanan harga komoditas yang terus melonjak.

Akibat tekanan domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan menurun hingga 0,3 persen, tetapi adanya tekanan eksternal menyebabkan pertumbuhan lebih lambat lagi 0,2 persen dari rencana awal 6,8 persen di APBN 2008.

Tekanan yang datang dari dalam negeri antara lain disebabkan oleh program penghematan anggaran dan perkiraan melemahnya daya beli masyarakat.

Dalam Rancangan APBN Perubahan 2008, pemerintah berharap dapat menghemat dana Rp 43,77 triliun dari penghematan anggaran kementerian dan lembaga nondepartemen.

Harus dibayar mahal

Wapres mengatakan, kalau tidak mau melihat infrastruktur jalan rusak dan berlubang, masyarakat harus mau subsidi terhadap listrik dan bahan bakar minyak di APBN dikurangi.

”Semuanya itu juga harus dibayar dengan mahal. Kalau tidak mau mengurangi temperatur AC, tidak mau menghemat listrik, bagaimana bisa subsidi berkurang. Kalau subsidi tidak berkurang, bagaimana kita bisa membangun infrastruktur?” kata Wapres.

”Bagaimana anggaran bisa terpenuhi jika kita harus membayar lebih dari 40 persen untuk menyubsidi dan bunga utang. Bagaimana mengurangi subsidi, ya harus menaikkan harga,” ujar Wapres.
(TAT/OIN/ELY/GUN/JOE/ MON/DAY/HAR/FAJ)


 

No comments: