Tuesday, March 25, 2008

Privatisasi Akan Ditunda

Seluruh Pilihan Penjualan
Saham Tidak Menjanjikan
Selasa, 25 Maret 2008 | 01:38 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana privatisasi atau penjualan saham pemerintah pada 36 badan usaha milik negara atau BUMN pada tahun ini akan dibatalkan sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ini dilakukan karena secara umum kondisi harga saham di pasar modal saat ini sedang menurun.

Jadi, kalau privatisasi dipaksakan akan sangat merugikan pemerintah. ”Pada kondisi pasar modal seperti sekarang ini, apakah pantas menjual BUMN dengan harga murah hanya untuk menutupi anggaran belanja di APBN. Secara politis, ini akan sangat sulit dipertanggungjawabkan. Jadi sebaiknya privatisasi dilakukan setelah kondisi pasar lebih baik,” ujar Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu di Jakarta, Senin (24/3).

Menurut Said, saat ini penurunan harga saham dari seluruh BUMN yang akan diprivatisasi itu mencapai 30 persen. Oleh karena itu, privatisasi merupakan kebijakan yang tidak rasional.

”Kami akan meminta DPR untuk mencari sumber pembiayaan lain selain privatisasi yang ditarget Rp 1,5 triliun. Kami meminta agar daftar BUMN yang akan diprivatisasi tidak mengikat lagi. Artinya, tidak harus terjual tahun ini,” ujar Said.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, pemerintah belum mencabut daftar BUMN yang akan diprivatisasi di 2008 karena harus mendapatkan persetujuan dari DPR.

Pemerintah masih berharap pelepasan saham perdana BUMN pada tahun ini bisa menambah jumlah perusahaan yang masuk bursa. ”Itu untuk mengimbangi indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menggelembung karena jumlah dana yang masuk sangat besar, sementara jumlah perusahaan yang masuk bursa sedikit. Sekarang tinggal mencari waktu paling tepat untuk privatisasi,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR (mitra kerja pemerintah dalam memutuskan privatisasi BUMN), Andi Rahmat, menegaskan, pihaknya setuju dengan penundaan privatisasi BUMN.

Tidak menguntungkan

Menurut Andi, seluruh mekanisme penjualan saham yang bisa dilakukan sama sekali tidak menguntungkan BUMN.

”Contohnya, penjualan saham BNI pada mitra strategis pun tidak jalan. Karena siapa yang akan beli? Sementara hampir seluruh perusahaan keuangan internasional sedang bermasalah akibat krisis ekonomi global. Kalau hanya mencari Rp 1,5 triliun, kita bisa mencari sumber pembiayaan lain,” ujar Andi.

Per 24 Januari 2008, Komite Privatisasi menunjukkan 34 BUMN yang terpilih untuk masuk dalam daftar ”antrean” privatisasi tahun ini.

Perusahaan itu antara lain PT Asuransi Jasa Indonesia, Bahtera Adiguna, Bank Tabungan Negara, Barata, Jakarta Lloyd, PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), Industri Kapal Indonesia di Makassar, Industri Kereta Api, Industri Sandang Nusantara, PT Inti, serta Kertas Kraft Aceh.

BUMN lainnya produsen baja Krakatau Steel, perusahaan pengerukan Rukindo, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, PTPN IV, dan PTPN VII, lalu produsen aspal dari Buton, PT Sarana Karya, dan konsultan konstruksi Pirama Karya, Waskita Karya, Ayodya Karya.

Namun, dalam Rancangan APBN Perubahan 2008, pemerintah mengusulkan ada 36 BUMN yang akan diprivatisasi yang dibagi dalam tiga kategori.

Pertama, privatisasi yang hasilnya 100 persen untuk menyumbang APBN 2008 sebanyak 21 BUMN. Kedua, privatisasi yang hasilnya untuk membantu keuangan BUMN sebanyak 11 perusahaan. Ketiga, hasil privatisasi yang dialokasikan untuk APBN dan pengembangan perusahaan, yakni pada empat BUMN.

Kinerja BUMN selalu menarik perhatian karena jumlah uang yang beredar pada seluruh BUMN yang jumlah totalnya 139 sangat besar.

Hasil penjualan berbagai produk dari seluruh BUMN pada tahun ini bisa mencapai Rp 1.000 triliun atau meningkat Rp 180 triliun di atas target tahun 2007.

Kondisi itu disebabkan peningkatan harga komoditas pertambangan dan perkebunan di pasar dunia yang diperkirakan masih akan berlanjut. (OIN)

No comments: