RUU Perubahan APBN 2008 Dibahas di Panja DPR
Rabu, 5 Maret 2008 | 02:02 WIB
Jakarta, Kompas - Opsi menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM akan diungkapkan oleh kalangan DPR dalam pembahasan Rancangan APBN Perubahan 2008. Ini diusulkan karena beban subsidi BBM begitu berat sehingga mendorong kenaikan defisit yang harus dibayar dengan utang baru.
”Semua opsi akan kami usulkan, termasuk kenaikan harga BBM,” ujar Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Suharso Monoarfa seusai Rapat Kerja Panitia Anggaran dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom, di Jakarta, Selasa (4/3).
Menurut Suharso, opsi harga BBM akan dibahas setelah defisit anggaran dipatok bersama dengan pemerintah, yakni tetap di dua persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau dinaikkan. Setelah itu, semua pos belanja negara akan dilihat lagi untuk mendapatkan beban pengeluaran yang paling riil.
”Bagaimanapun kenaikan penerimaan migas tidak akan sanggup menutupi subsidi BBM. Oleh karena itu, opsi kenaikan harga BBM dibuka kembali,” ujarnya.
Rapat kerja kemarin memutuskan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perubahan APBN 2008 dilanjutkan ke Rapat Panitia Kerja Asumsi Makro-ekonomi dan Penerimaan Negara mulai hari ini, Rabu (5/3).
”Jika RAPBN-P 2008 disahkan terlalu lama, keuangan pemerintah akan sangat berat karena harus membayar subsidi BBM. Kami upayakan RUU RAPBN-P 2008 disahkan menjadi UU sebelum reses Dewan akhir Maret 2008,” ujar Suharso.
Parameter minyak
Dalam rapat panitia kerja itu DPR akan mengarahkan pembahasan kepada kelayakan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan produksi minyak siap jual (lifting) di APBN-P 2008. Kemungkinan besar, Panitia Anggaran akan mengusulkan agar rekomendasi Komisi VII (mitra kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) dijadikan sebagai pertimbangan.
Sebelumnya, Komisi VII merekomendasikan asumsi harga minyak dinaikkan dari 83 dollar AS per barrel (dalam RAPBN-P 2008) menjadi 85 dollar AS per barrel. Lifting diusulkan 960.000 barrel per hari, lebih tinggi dibanding usulan RAPBN-P 2008, yakni 910.000 barrel per hari.
Menurut Suharso, asumsi lifting perlu dikaji ulang karena ada kontrak penjualan barter minyak mentah antara Cevron dan Conoco yang tidak tercatat sebagai salah satu sumber penerimaan, sebesar 50.000 barrel.
Jika jumlah itu masuk ke kilang-kilang dalam negeri dan digunakan untuk BBM domestik, akan ada penghematan sekitar Rp 4 triliun.
Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis menegaskan, mulai saat ini pemerintah diminta memberikan penghitungan yang akurat. Masuknya usulan Komisi VII menunjukkan perubahan asumsi ekonomi yang tak sehat.
”Dulu sempat dibuat lifting 1,034 juta per barrel. Kami katakan itu terlalu tinggi, tetapi pemerintah ngotot. Sekarang malah menjadi 960.000 barrel per hari,” ujarnya.
Menkeu mengatakan, lonjakan harga minyak sudah terjadi sejak APBN 2008 disahkan September 2007. Saat itu harga minyak tidak pernah turun dari 90 dollar AS per barrel, padahal asumsi APBN hanya 60 dollar AS.
”Pada November 2007 mulai muncul keinginan untuk mengkaji ulang, termasuk lifting yang pada kenyataannya jauh dari target awal, yakni di bawah 900.000 barrel per hari,” katanya. (OIN)
No comments:
Post a Comment